33.

922 108 6
                                    

"Non sudah malam, sebaiknya pindah ke kamar," pelayan Kara menepuk pundakku membangunkanku.

Hari sudah petang, dan aku langsung teringat perkataan Kara tadi bahwa ini masih di dunia sihir. Ini semua hanya ilusi yang membuatnya seperti di bumi. Perutku berbunyi meminta untuk di isi lagi.

"Bik, saya mau makan," aku memegangi perutku yang sedari tadi bergemuruh.

"Silahkan non, tadi saya sudah memasak." Aku mengagguk dan pergi menuju meja makan.

"Bik Kara di mana?" Tanyaku dengan mulut penuh makanan.

"Emm ku kurang tau non, bibik tinggal dulu," dia menunduk kemudian meninggalkanku sendiri.

Sepanjang makan aku terus berfikir, apa yang akan aku lakukan nanti.

"Baaaa," aku terbatuk. Seseorang menepuk nepuk pundakku.

"Maaf," Kara mendekat. Mengusap mulutku yang penuh nasi. Mata kami bertumbuk, jantungku tak karuan. Lihatlah matanya, sungguh indah. Jangan, jangan sampai kamu jatuh cinta dengannya sekar. Aku memalingkan wajah mengalihkan pandangan, aku mengusap mulutku.

"A aku aku mau ke kamar mandi dulu," pipiku memerah, salah tingkah. 'Duk' kakiku tak sengaja menabrak kursi. Aku membalik badan melihat Kara yang masih berdiri di sana.

"Gak papa aku gak papa kok," aku berjalan lagi, menuju kamar mandi.

Di kamar mandi aku loncat loncat. Mencoba menormalkan detak jantungku kedua tangan ku mengipas muka ku. Sungguh aku tak menyangka tatapan Kara  bisa membuatku seperti ini. Aku menarik nafas dan megeluarkannya perlahan. Kulakukan beberapa kali sampai detak jantungku benar benar normal.

"Huft, jangan baper Sekar," aku tak tau kenapa jika aku berada di dekat Arka jantungku tak karuan pun jika di dekat Kara. Aku keluar dari kamar mandi menuju meja makan. Kara sudah tak ada di sana, kemana lagi dia.

"Sekar," teriak Kara.

Suaranya dari ruang tengah aku menghampiriya. Dia sudah duduk di sofa tempat ku tidur tadi.

"Apa?"

"Kita nonton film yuk, film horor pasti seru,"

"Gak ah takut," aku masih berdiri di belakang sofa. Kara berdiri dan menarikku agar duduk di sofa.

"Ni tutup pakai selimut kalau kamu takut," Kara menyodorkan selimut berwarna biru yang diambilnya di balik bantal disebelahnya ke padaku.

Aku mengagguk, "Aku mulai ya," Kara memencet tombol pada remote. Film pun di mulai.

Aku melihat jam dinding sekilas. Jam sembilan, belum terlalu larut. Filmnya hanya sekitar dua jam. Mungkin aku bisa melaksanakan rencanaku yang ku susun di meja makan tadi. Malam ini, aku harus melakukannya.

"Hey," aku tersentak kaget.

"Kok ngalamun sih, lihat tu ceweknya lagi nyari tempat bersembunyi, kamu dari tadi liat gak sih?"

Aku hanya mengangguk dan kembali menonton film di layar kaca.

'Ana kamu ada dimana, jangan takut. Cuma sebentar saja, tidak sakit kok. Habis itu kamu bisa pergi ke surga' seorang laki laki membawa pisau ditangannya. Mencari seorang gadis yang dia cari.

'Ana, berbaliklah aku di belakangmu,'

'Jleb' darah memuncrat kemana mana'

"Huok hu huok," perutku mual melihat darah. Belum muntah hanya saja perut ini tak tahan.

"Sekar kamu tak apa," sebelum isi perutku benar benar keluar, Kara mengambil segelas air putih untukku. Dia membantuku meminum airnya. Badanku lemas, tiba tiba saja kantuk menghampiriku.

"Maaf, kamu gak papa?" Aku mengangguk.

"Bagaimana kalau kita nonton film lain. Film pertualangan aja gimana?" Sungguh Kara tidak peka. Jelas jelas badanku sudah lemas. Namun aku juga tidak mau membuatnya sedih. Aku mengiyakannya. Kara menyetel film petualangan. Tetap saja aku masih mengantuk.

Mataku berat sudah tak mampu menahan kantuk. Sial, rencana yang akan aku lakukan malam ini gagal. Badanku terjatuh di pangkuan Kara, mata ini sudah berat untuk terbuka. Aku tertidur lelap, aku merasa ada tangan yang mengelus rambutku pelan dan mengatakan i love you, mungkin itu bagian dari mimpi ku, mungkin.

My Mysterious Magic (Selesai)Where stories live. Discover now