[15]

3.5K 536 64
                                    

Setelah sepuluh kali memanggil Hinata, Sakura akhirnya memutuskan untuk menyerah. Helaan napas meluncur dari mulutnya. Haruskah ia benar-benar menemui Sasuke? Terlebih dengan pakaian seperti ini?

Bukan. Bukan berarti pakaian ini buruk. Sudah pasti pakaian ini sangatlah mahal, meski Sakura tidak bisa menafsirkan berapa harganya. Dari bahan, kombinasi warna dan corak, termasuk dengan hiasan rambutnya, semuanya benar-benar indah, dan dengan semua keindahan yang melekat di tubuhnya membuat Sakura tidak berani untuk menunjukkan diri di hadapan Sasuke. Lalu sekarang, apa yang harus ia lakukan?

Samar terdengar riuh keramaian, sepertinya berasal dari balik dinding penginapan. Suara perayaan. Sakura selalu suka dengan perayaan karena akan ada banyak hal yang bisa ia temukan, dan selalu berhasil membuatnya senang. Perayaan di musim panas misalnya, Sakura akan berkumpul bersama teman-teman. Berdoa di kuil. Menghabiskan malam dengan berbincang. Berbagi makanan ringan, dan yang pasti menyaksikan warna-warni kembang api.

Untuk perayaan panen di desa Sakura, mereka banyak melakukannya di sungai sebagai tempat mata pencaharian. Menghanyutkan kami hoko sebagai awal mula perayaan. Diikuti upacara di kuil untuk mendoakan keselamatan peserta, lalu berjalan dari kuil menuju tempat menaiki perahu. Puncak perayaannya yaitu prosesi perahu yang dibagi menjadi empat kelompok.

Namun siang tadi Sakura justru melihat arak-arakan kendaraan kayu yang semuanya berisikan patung Kami. Sungguh jauh berbeda dengan perayaan di desanya. Rasanya Sakura jadi ingin menyaksikan. Seperti apakah puncak perayaan di desa ini.

DI dorong keinginan itu Sakura pun melangkah, mencoba mencari pintu keluar penginapan. Sakura tidak benar-benar akan keluar. Ia belum memiliki keberanian sebanyak itu apalagi dengan pakaian ini. Sakura hanya ingin menyaksikannya dari depan pintu penginapan, atau minimal mengintip dari balik pintu. Sakura pikir setidaknya itu lebih baik daripada menemui Sasuke.

Sayangnya semua tidak semudah pikiran Sakura. Setelah berjalan cukup lama, Sakura belum juga menemukan pintu keluar. Mungkin karena penginapan ini terbilang cukup luas, atau memang Sakura saja yang payah. Bisa dibilang sekarang ia tersesat. Ketika menoleh ke belakang pun, melihat banyak simpangan jalan, Sakura jadi tak yakin jalan mana yang akan membawanya kembali ke kamar Hinata.

Sakura menunduk lesu. Menyadari betapa payah dirinya, bahkan hanya mengingat jalan yang baru saja ia lalui. Sekarang ia jadi semakin mengerti mengapa ia selalu membuat Sasuke marah.

"Kenapa kau selalu membuatku susah!"

Kata-kata itu kembali terngiang. Tapi hal yang paling menyakitkan sebenarnya bukanlah kemarahan Sasuke. Kenyataan bahwa dengan segala kepayahan yang ia punya, Sakura telah menenggelamkan Sasuke dalam kesusahan. Itu lebih menyakitkan untuk Sakura terima. Padahal pria itu sudah berbaik hati memperbolehkan Sakura untuk ikut bersamanya, mengurus, bahkan sampai mengajari bela diri. Namun sebagai gantinya, tidak ada satu pun kebaikan yang bisa Sakura berikan.

"Sakura!"

Sontak Sakura mengangkat kepala. Dan betapa terkejutnya ia melihat wajah Naruto berjarak dekat dengannya. Lantas Sakura berteriak, tapi kemudian buru-buru menutup mulutnya.

"Maaf sudah mengagetkanmu. Sejak tadi aku memanggil, tapi kau terus saja menunduk."

"Ah, maaf. Tadi aku sedang memikirkan sesuatu."

Naruto tersenyum. "Tidak apa-apa." Mata birunya bergerak-gerak melirik sekitar. "Di mana Hinata? Dia tidak bersamamu?"

"Ah itu, Hinata-sama ada di kamarnya."

"Sendirian?" sahut Naruto cepat.

Melihat raut kecemasan di wajahnya, Sakura meneguk ludah. Merasa tidak enak hati. "Maafkan aku. Seharusnya aku terus bersamanya. Tapi dia menyuruhku ..." Sakura menjeda. Ragu mengatakan yang sebenarnya. Menurutnya itu memalukan. Tapi ia juga tidak bisa membuat Naruto cemas. Karena itu cepat-cepat Sakura mengalihkan pandangannya untuk mengutarakan tujuan Hinata.

Samurai HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang