[16]

3.3K 491 33
                                    


Naruto berlari melihat lampu kamar Hinata tidak menyala. Ruangan itu tampak begitu sepi seakan menandakan tiada yang menghuni. Lantas Naruto kesulitan mengenyahkan rasa cemasnya meski Hinata sudah berjanji untuk tidak pergi secara diam-diam. Tanpa sepatah kata Naruto langsung membuka pintu kamar Hinata, berteriak memanggil namanya, memastikan kalau wanita itu ada di dalam kamar.

Cahaya dari luar ruangan membantu Naruto menemukan wanita itu. Memperlihatkan Hinata yang duduk meringkuk di atas kasurnya.

"Hinata?" Naruto bergegas mendekat. "Apa yang kaulakukan? Mengapa tidak menyalakan lampu?" Naruto duduk, mengambil posisi di hadapan gadis itu. "Kau baik-baik saja?"

Hinata mengangkat wajah. Berkat pencahayaan yang seadanya Naruto bisa melihat kesenduan di wajahnya.

"Naruto ...." Hinata memanggil lirih, yang kemudian kembali terdiam. Dibenamkan lagi wajahnya ke atas lutut.

"Ada apa?" tanya Naruto, tidak tahan menunggu Hinata untuk kembali bicara. Naruto benar-benar tidak mengerti mengapa Hinata menjadi seperti ini. Seingatnya tadi semuanya masih baik-baik saja. Hinata bahkan tersenyum senang saat mengajak Sakura ke kamarnya.

Naruto bergeser makin mendekat. Bersamaan dengan itu Hinata mengangkat kepalanya. Gadis itu menatap Naruto sejenak. Lama-kelamaan bibirnya melengkung turun, dan tak beberapa lama Hinata kemudian menjatuhkan air matanya.

"Hei, hei, kenapa kau menangis?" sahut Naruto panik. Namun lagi-lagi Hinata menyembunyikan wajahnya.

Spontan Naruto mengelus kepala Hinata. Gadis itu lantas mendekat, menyandarkan wajahnya, dan Naruto memberikan dada kirinya, membiarkan Hinata menangis di sana.

"Apa kau pernah patah hati?" tanya Hinata tiba-tiba.

Seketika elusan Naruto di kepala Hinata terhenti. "Kau sedang patah hati?"

Hinata menganggukan kepala, dan Naruto tanpa sadar merosotkan tangannya.

"Kau pasti tidak pernah mengalaminya. Rasanya sungguh menyakitkan. Di saat aku jatuh cinta, di saat itu juga aku patah hati."

"Kau ... jatuh cinta?" Tatapan Naruto mendadak kosong. Entah bagaimana ia bisa tahu kalau orang yang Hinata maksud bukanlah dirinya. "Pada siapa?"

"Sasuke." Air mata Hinata menderas. Wanita itu bahkan mengisak, meski masih berusaha menahannya. Hinata juga tak ragu mendekap Naruto erat, seakan-akan ia sedang membutuhkan kekuatan. "Di mataku dia terlihat sangat berbeda. Seperti hanya ia yang bercahaya di antara yang lainnya. Begitu bersinar hingga membuatku tertarik. Aku ingin mendapatkan perhatiannya. Mata itu, aku ingin mata itu melihat hanya ke arahku. Namun, tidak pernah ada aku di mata itu. "

Kata-kata Hinata barusan membuat Naruto terdiam. Bahkan pelukan wanita itu kini terasa menyakitkan. Air mata yang mengalir dari mata Hinata juga berhasil membuatnya marah. Kenapa? Kenapa bukan dirinya yang membuat Hinata jatuh cinta?

"Naruto, biarkan aku memelukmu, biarkan aku menangis malam ini. Esok dan seterusnya, tidak akan lagi."

"Tentu." Naruto balas memeluk. "Menangislah saja sepuasmu." Kemudian buang perasaan itu, lalu lihatlah diriku.

Tangisan Hinata pecah. Naruto merasakan basah di dadanya. Sebesar itukah perasaan Hinata untuk Sasuke? Perempuan di pelukannya sedang memikirkan pria lain. Menangisi pria lain. Perempuan ini, perempuan yang ia cintai, ternyata menyukai pria lain.

Naruto mendengus pelan. Wajahnya tertunduk hingga ujung hidungnya terbenam di rambut Hinata. Naruto memejamkan mata. menyesap wanginya, wangi yang sangat ia sukai. Namun kini, wangi Hinata juga berhasil menyakitinya. Isakan gadis itu, yang memecah hening di antara mereka, ikut pula menghancurkan perasaan Naruto. 

Samurai HeartWhere stories live. Discover now