[22]

2.8K 317 21
                                    

Hinata memandangi langit lewat jendela kamarnya yang terbuka. Angin meniup, menerbangkan rambut panjangnya yang tergerai tanpa berhias sesuatu apa pun. Ia sengaja menanggalkan semua hiasan rambut yang biasa menempel di kepala, yang biasanya menjalin rambutnya dalam ikatan rumit dan terkadang suka membuat kepalanya pening.

Namun bukan itu alasan yang membuat Hinata untuk tidak mengenakan hiasan di kepala. Saat ini Hinata sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Sejak kepulangannya ia juga tidak sekalipun beranjak keluar dari kediamannya. Hinata lebih memilih menghabiskan waktu di dalam kamar. Sendirian. Memangnya apa yang bisa ia lakukan di luar sana? Seandainya pun ada, Hinata tidak tertarik untuk melakukannya. Paling-paling ia akan kembali sendirian karena Hinata tidak memiliki seorang teman. Naruto dulu adalah pengecualian. Namun sekarang semuanya sudah berubah. Pertemanan mereka Hinata rasa sudah tidak lagi ada.

Meskipun begitu, meski Hinata kesal setengah mati pada Naruto, ia tahu bahwa kemarin ayahnya—yang baru saja pulang dari perjalanan—meminta Naruto untuk menemuinya. Hinata mendengar kabar ini dari mulut Nenek Chiyo yang datang membawakan makanan padahal Hinata tidak pernah bertanya. Sesungguhnya Hinata juga tidak peduli. Terserah Naruto mau melakukan apa. Naruto sudah bukan siapa-siapa baginya.

Seharusnya dengan prinsip barunya itu Hinata akan meminta Nenek Chiyo untuk berhenti bercerita. Anehnya Hinata justru tidak melakukannya. Ia memang sibuk mengunyah makanan dengan tenang seakan tidak menanggapi, tetapi telinganya menangkap dengan baik setiap perkataan Nenek Chiyo. Bahkan Hinata tidak bisa menampik perasaan cemas ketika mengetahui Naruto datang menemui ayahnya. Hinata ingin tahu apakah ayahnya akan menghukum Naruto? Seandainya benar, Hinata seharusnya ada di sana untuk membela Naruto, karena kegagalan ini sepenuhnya bukan salahnya. Hinata juga bersalah karena tidak mematuhi perintah Naruto untuk tinggal di dalam kereta.

Hinata menghela napas seakan tersadar bahwa semua kejadian itu bermula karena dirinya. Seandainya ia tidak keluar dari kereta untuk melihat perayaan. Mungkin saja semuanya tidak akan berakhir seperti ini.

Namun lagi-lagi kekesalan datang menyeruak begitu Hinata tahu bahwa Naruto tidak datang menemuinya. Biasanya setiap kali mengunjungi istana pria itu pasti akan menemuinya. Apakah mungkin Naruto juga marah pada Hinata? Ataukah Naruto benar-benar sudah tidak menganggapnya sebagai teman?

Hinata memejamkan mata. Dadanya tahu-tahu berdenyut ngilu. Ia juga nyaris menangis membayangkan bila nanti Naruto akan bersikap sebagai seorang jendral alih-alih seorang teman yang selalu membuat Hinata tertawa. Bagaimana Hinata sanggup menemuinya bila harus seperti itu?

Suara pintu yang terbuka membuat lamunan Hinata melenyap. Ia mendapati Nenek Chiyo dan beberapa dayang datang membawakan makanan. Setelah semua nampan-nampan berisi makanan dan minuman terletak di atas meja, para dayang pun membungkuk memberi hormat sebelum meninggalkan kamar. Menyisakan Nenek Chiyo yang masih membungkuk dengan kedua tangan menyatu di depan tubuh, menunggu Hinata untuk menyantap hidangan yang telah disediakan.

Hinata memperhatikan makanan yang tersaji di meja tanpa selera. Namun bila Hinata tak segera menyantapnya, maka Nenek Chiyo akan terus bersikap seperti itu. Sudah menjadi keharusan bagi mereka untuk memastikan bahwa makanan yang tersedia termakan, sekaligus memastikan kalau-kalau Hinata tidak menyukai rasa makanannya. Lagi pula mau semarah apa pun, Hinata tidak mungkin membuang-buang makanan. Ia berusaha untuk menghargai kerja keras para pelayan.

Suapan pertama terkunyah dengan tenang. Hinata berusaha kerasa terlihat sebiasa mungkin seakan ia tidak ingin mendengarkan apa pun penjelasan Nenek Chiyo. Tentu saja Hinata berpikir kalau Nenek Chiyo akan melanjutkan berita mengenai Naruto seperti kemarin. Namun sampai suapan ketiga wanita yang berdiri di belakang Hinata masih belum juga membuka mulutnya.

Diam-diam Hinata melirikan mata, yang sialnya justru dianggap sebagai ketidaknyamanan. Nenek Chiyo langsung mendekat, membungkukkan tubuhnya, lalu bertanya "Ada apa Hinata-sama? Apa makanannya tidak enak?"

Samurai HeartWhere stories live. Discover now