1

5.1K 318 4
                                    

Seorang gadis dengan stelan casual tampak menatap keluar dari balik jendela kaca yang berembun. Dengan ditemani segelas macchiato yang masih mengepulkan asap, ia memandang bulir-bulir hujan yang seakan berlomba menyentuh permukan bumi. Melihat tumbuh-tumbuhan yang tersiram serta kedaraan yang lalu lalang melintas. Bau tanah basah yang begitu khas berpadu dengan aroma kopi sukses merajai indra penciuman yang mancung.

Berdiam diri di coffee shop seperti ini memang menjadi rutinitas biasa bagi dirinya. Ia terlalu cinta dengan kopi. Baginya secangkir kopi mampu merilekskan seluruh saraf dan pikirannya. Terlebih lagi seperti saat ini, ketika dingin menyerbu sampai ke tulang. Tanpa perlu teman atau siapa pun ia tidak peduli.

Tengah asik menatap keluar, iris coklat gelap miliknya menangkap sosok yang ia kenal sedang keluar dari mobil. Ia hanya menatap datar sosok itu yang kini sibuk membuka payung demi terhindar dari rintikan hujan. Tersenyum kecut, dirinya bergegas pergi dari tempat langganannya ini.

Di meja kasir yang bersebelahan dengan meja bar, ia berpapasan dengan orang itu yang tengah menatapnya sengit. Ia hanya mengacuhkan hal itu, lebih memilih berpamitan pada Irwan si pemilik coffiee shop yang juga merupakan kenalannya lalu kemudian membayar bill.

"Duluan, bang!"

"Yo! Thanks Bi."

Gadis itu mengacungkan jempol untuk kemudian berlalu dari sana. Meninggalkan sosok itu serta wajah dan tatapan emerald-nya yang dingin.

"Yaelah komuk lu, Lan," ujar Irwan yang sedang meracik kopi pada Bulan, gadis yang kini duduk di depan meja bar-nya.

"Napa sih bang?"

"Bintang sampe kabur liatnya."

"Bodo"

Bulan mencebik tak peduli. Bintang Kejora Laska, kakak kelasnya di Binaraya High School, lebih tepatnya kakak kelas yang ia paling anti. Ia tidak menyukai Bintang yang baginya tampak sok asik, sok keren, sok kalem, sok ramah, dan sok sok lainnya. Pokoknya ia tidak suka dengan seniornya itu yang menurutnya suka tebar pesona di seluruh seluk sekolah elit, BHS.

Padahal Bintang memang memiliki sifat pembawaannya sendiri, tanpa perlu ia buat-buat. Garis wajahnya yang tegas namun memiliki pribadi yang charming membuat pesonanya diakui. Setiap orang memang memiliki pesonanya masing-masing, tapi pesona gadis berambut pendek itu telalu kuat bahkan tanpa perlu ia sebar.

"Benci banget lo sama Bintang." Irwan meletakkan mug kopi dan sepiring chess cake di depan Bulan. Menatap adik sepupunya itu dengan penuh.

"Bukan benci bang, tapi gak suka," balas Bulan sembari mengangkat cangkir dan menikmati aroma kopi.

"Sama aja kali!" protes cowok usia dua puluh tiga tahun itu yang tak dihiraukan sama sekali oleh Bulan. Gadis berambut coklat yang digerai itu teramat fokus pada kopinya. Persetan dengan Bintang, hanya akan merusak mood saja.

"Awas ketulahan loh, dek!" lanjut Irwan lagi, namun kali ini dengan nada menakuti sekaligus tatapan yang sulit diartikan. Sontak gadis itu mengangkat wajahnya.

"Maksudnya?" Bulan menatap Irwan, alis kanannya terlihat menukik sedikit.

"Maksud gue, awas lo kejerat pesonanya si Bintang. Mana nama kalian pas banget lagi. Klop lah."

"Uhhuukk!..." Bulan reflek terbatuk mendengar hal itu. Kopi yang ia sayang-sayang membuat kerongkongannya perih seketika.

"... BIG NO!" kecamnya pada Irwan setelah pudar dari rasa sakit di batang lehernya. Gadis itu menggeleng kesal ke arah abang sepupunya itu. Meyakinkan dia tidak akan pernah berlaku demikian.

"Gak usah ngegas sabi kali! Dah ah lu abisin tuh kopinya, gue mau ke atas dulu." Irwan berlalu begitu saja meninggalkan Bulan yang masih tidak suka dengan pernyataannya barusan.

Gue terpesona? Terpengen nabok sih iya banget!!

Rembulan Cantika Cholen, dari namanya sudah tampak bahwa ia seorang blasteran. Terlahir dari pasangan Perancis-Indonesia menjadikan parasnya bak putri khayangan. Memiliki tubuh ideal namun kalah tinggi sedikit dengan Bintang. Fakta itu agak menjengkelkan untuknya. Tapi tenang, itu tak menurunkan kadar kecantikannya. Ia lahir di Bali dan besar di sana, baru pindah ke kota ini sejak masuk ke BHS.

Coffee shop bernuasa vintage milik abang sepupunya ini merupakan salah satu tempat favoritnya. Namun berubah menjadi tempat membosankan jika ia bertemu Bintang di sini.

Sebelumnya ia tidak tahu kalau ternyata gadis berambut hitam pekat itu juga sering mengunjungi kafe ini. Bahkan berteman baik dengan Irwan. Namun karena mungkin Bintang tahu diri, jadi di saat Bulan datang dia memilih pergi. Cukup di sekolah saja mereka bertikai. Di tempat umum, terlihat Bintang sebisa mungkin menghindari. Hal itu menimbulkan kebingungan yang amat sangat di kepala Irwan, pada awalnya. Namun setelah ia mendengar alasan dari Bulan maupun Bintang ia tak ambil pusing. Dasar teenager! Katanya.

Seiring Bulan menikmati kopinya, musik jazz dari panggung live music mengalun indah memenuhi seisi kafe. Menemani pengunjung di hari minggu yang sendu ini. Hujan masih belum reda, Bulan menerawang jauh keluar jendela. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi berarti. Bagaikan terhipnotis oleh rintik-rintik kecil itu.

Apa bener rasa gak suka bisa berubah?! Hmmm

"Heh, bengong aja!"

"Ish bang! Ngagetin aja sih." Bulan mendelik kesal pada Irwan yang tiba-tiba muncul. Cowok itu nampaknya telah selesai dengan urusannya di lantai dua. Ia memang owner yang kadang merangkap jadi barista jika ingin.

"Lah, lo-nya aja bengong. Ngelamunin apaan sih, Bintang ya?"

"Apaan? Gak ada!! dingin doang. Nambah kopi dong bang."

"Yee rugi bandar kalo gini."

"Oohh pelit nih?"

"Heheh ya enggakla, bisa dipecat gue jadi anak sama tante tersayang lo itu." Irwan pun tak punya pilihan lain selain memenuhi kemauan keponakan favorit mamanya itu. Sementara Bulan hanya tersenyum evil melihat abang sepupunya tak berkutik.

Tbc.

BilanWhere stories live. Discover now