4.

2.8K 252 0
                                    

Bintang terus berlari ke arah mana saja yang penting menjauh dari jangkauan Vera. Bahkan niatnya semula untuk ke ruang informasi telah lenyap ditelan teriakan Vera yang tak mau berhenti. Sebuah ide terlintas di kepalanya saat melihat ruang uks.

Aha!

Tak mau buang waktu langsung saja ia memasuki ruangan itu.

"Loh, Bi kamu kenapa?" tanya seorang wanita paruh baya yang bertugas menjaga uks saat melihat Bintang masuk tergesa begitu. Seperti dikejar setan saja.

"Hah, gak apa-apa bu cuma pusing aja di kejar Vera, saya ijin istirahat di sini ya, bu?" balas Bintang dengan sopan di sela napasnya yang ngos-ngosan. Ibu penjaga itu tersenyum mengerti dan tentu mengijinkannya. Bahkan menawarkan obat jika Bintang merasa perlu, yang dibalas gelengan kepala oleh gadis itu.

Di dalam uks itu terdapat lagi beberapa bilik ruang, yang di dalamnya tentu saja diisi oleh bangsal empuk dan beberapa obat. Bintang berbaring di bangsal salah satu bilik, ia tercenung untuk beberapa saat.

Tidur siang enak nih.

Bibirnya menarik senyum usil, merasa beruntung jika bersembunyi di sini, pasalnya ia terhindar dari Vera sekaligus pelajaran matematika yang pasti sangat membosankan di jam terakhir dan enaknya lagi bisa tidur siang, kegiatan yang sudah lama ia lupakan.

Sebelum benar-benar terbawa mimpi, Bintang mengirim pesan singkat untuk Adara terlebih dahulu.

"Ra, gue lagi di uks. Sembunyi dari si biduan. Permisiin sama pak enstein kita ya."

Tanpa menunggu balasan Adara, Bintang pun mulai memejamkan matanya. Perlahan gadis itu pun terbuai mimpi. Bilik yang hening hanya diisi oleh suara nafasnya yang bertempo teratur. Bintang terlelap dengan damai, tidak mendengar sama sekali pengumumang mengenai benda yang kini masih tersimpan rapi di saku blazer-nya.

Detik demi detik berganti, Bintang masih belum bangun. Ia baru mengerjap setelah ponselnya yang berada di saku bergetar hebat. Dikuceknya matanya lalu fokus pada benda pipih itu.

Adara incoming call

"Hoaaaamm, halo?"

"Udah gue duga lu bakal ketiduran."

"Hmmm," Bintang bergumam di sela usahanya mengumpulkan nyawa.

"Masih di uks? udah bel pulang loh ini. Entar lo dikunciin tau rasa. Tas lo udah gue taro loker lo."

"Iya bawel, ini juga udah mau keluar. Btw thanks ya." Bintang melihat arlojinya, sudah sepuluh menit sejak bel pulang berbunyi. Ternyata tidur di uks tidak buruk juga pikirnya.

"Dih rese! Yaudah gue mau balik, bye!"

Tut!
Sambungan terputus. Lebih tepatnya diputuskan sepihak oleh Adara. Tak ambil pusing, Bintang segera menuju lokernya. Beruntung kunci cadangan lokernya masih di Adara. Jadi gadis itu tak perlu repot menunggu Bintang hanya karena sebuah tas.

Saat berjalan di koridor ia nampak berjaga-jaga, takut akan sosok Vera yang tiba-tiba mucul. Itu mengerikan. Namun matanya menatap objek yang juga tak kalah horor, Bulan dan Zia yang duduk di depan kelas. Mereka terlihat berbincang serius dengan wajah Bulan yang tampak lesu.

Bintang mengernyit heran, mata yang biasanya sangat tajam ketika menatapnya kini seperti kehilangan cahaya. Tapi ia hanya mengangkat bahu acuh dan kembali melanjutkan langkahnya.

*

Sejak sadar kalungnya menghilang dan belum ditemukan, Bulan menjadi galau dan uring-uringan. Ia bingung bagaimana lagi caranya agar kalungnya itu kembali. Hingga ia pulang ke rumah pun raut gelisah itu betah terpantri di wajahnya. Beruntung rumah sedang sepi saat ia pulang sekolah tadi, kalau tidak, kemungkinan besar ia dicecar dengan berbagai pertanyaan.

BilanWhere stories live. Discover now