13

2.8K 254 9
                                    

Sama seperti kemarin-kemarin, Bintang senantiasa setia menjadi ojol untuk kekasih hatinya. Tentu saja jangan samakan dengan ojol yang lain, yang satu ini manis sekali. Pandai menarik hati, dan senyumnya ya ampun bikin hati Bulan berbunga-bunga. Rasanya lebih-lebih dari rating bintang lima.

Siang ini sebelum pulang dan berpisah--dengan berat hati--di depan pintu rumah Cholen, Bintang sengaja mengajak Bulan melipir terlebih dahulu. Tidak yang aneh-aneh atau yang sok hedon kok, cuma makan jajanan kaki lima di warung langganan Bintang. Itu pun jaraknya tak jauh dari sekolah. Memang nice girl sekali Bintang kita ini. Di hari ke tujuh mereka pacaran, cuma membawa gadisnya makan sate taican di pinggir jalan.

Jangan khawatir, tak ada wajah yang bermuram durja diantara mereka. Justru Bulan sangat senang bisa merasakan suasana baru, apa lagi berdua saja dengan Bintang. Di temani dengan harum dan kepulan asap sate, dan deru lalu lalang kendaraan, serta beberapa sayup-sayup obrolan pelanggan lain. Tak masalah. Quality time dengan orang terkasih itu memang perlu.

Dua porsi sate taican dan dua gelas jumbo es teh manis sudah siap di hadapan mereka untuk diunboxing. Obrolan malu-malu kucing mereka terhenti sejenak demi mengisi perut lebih dulu.

"Uuummm, so yummy!"

"Emang. Rasa sate di warung mang Aden ini gak mengecewakan. Kamu suka kan?"

"Suka, enak banget. Aku jadi kayak nostalgia deh rasanya."

"Oh iya?"

"Hu'um! Dulu di Bali, Dadong sering banget ngajak aku beli sate langganannya. Beliau bilang warung itu punya histori sendiri, di sana Dadong pertama kali ketemu cinta pertamanya. Setiap aku denger cerita masa muda Dadong, aku selalu ngerasa Dadong adalah orang paling bahagia di masa itu."

"Kelihatannya kamu deket banget ya sama nenek kamu." Bintang tersenyum antusias. Ia menyeruput teh dinginnya lalu kembali menatap Bulan. Tak mau melewatkan sedetik pun cerita gadis itu. Dan mengapa dia mengerti arti dadong? Itu karena keluarga eyangnya juga berasal dari Bali. Bahkan dia sering liburan ke tanah dewata itu.

"Iya, aku paling deket sama dadong diantara cucu-cucunya yang lain. Dan alasan aku mau pindah ke kota ini juga karena beliau."

"Hm?"

"Dadong meninggal waktu aku masih kelas 9. Nggak kebayang gimana galaunya aku waktu itu. Mama nyarankan kita buat pindah ke sini. Dan akhirnya kita pindah~"

"Sori, aku gak tau." Sate di depan Bintang yang tinggal beberapa tusuk mendadak terlihat hambar di matanya. Lalu cuaca yang tadi tampak panas tahu-tahu sekarang mendung dan mulai gerimis. Bintang tak melepas sedikit pun pemandangan di hadapannya. Bagaimana Bulan terlihat tetap sangat cantik meski dengan wajah sendu sekali pun.

"Gak pa-pa," Bulan tersenyum kecil, kemudian ia melihat ke luar, jalanan telah basah total akibat hujan yang tambah deras. Aroma aspal basah menguar tajam menusuk indra penciuman. Lalu kembali menoleh pada Bintang "aku udah ikhlasin semuanya. Kamu tau, dulu aku males banget pindah ke Jakarta. You knowlah?! Kotanya banyak polusi, macet dimana-mana. Belum lagi, orang-orangnya yang sok hedon. Tapi kamu hadir, dan buat aku betah di sini. Thanks~"

"Kamu juga buat Jakarta aku jadi indah. I love you!" Kemudian mereka sama-sama tersenyum. Ah! sate yang hambar tadi kembali memiliki cita rasa.

"Bi~"

"Oh my God, aku suka banget kamu manggil gitu. Apa sayang?"

"Hahah, lebay deh!" Bulan tersenyum mengejek. Kemudian dengan ekspresi lucu, ia melanjutkan "abis ini kita langsung pulang?"

BilanWhere stories live. Discover now