14

3.1K 252 22
                                    

Akhir-akhir ini Bulan jadi lebih sering tersenyum sendiri. Bahkan suka bernyanyi tanpa alasan di beberapa kesempatan. Malaikat cinta juga tahu, gadis itu sedang kasmaran. Ia jadi begitu tak terkontrol terhitung sejak kejadian lima hari lalu di apartemen rahasia Bintang. Gadis itu semakin menggila jika mengingat ciuman pertamanya. Senyum malu-malu dan rona merah muda di pipi itu benar-benar tak bisa diajak kompromi.

Bulan menepuk pelan kepalanya sendiri, bermaksud mengusir bayang-bayang wajah Bintang di sana. Tapi apa boleh buat, seperti kaset rusak, pikirannya terus saja mengulang adegan menggetarkan itu. Apa lagi keadaannya sekarang ini sedang tidak mendukung, ia berdiri di ruang tamu hanya untuk menunggu kedatangan Bintang. Jadi tentu saja yang di kepalanya hanya ada Bintang, Bintang, dan Bintang, semoga saja Bulan tidak pusing dan jatuh pingsan.

Jam besar yang menggantung di dinding coklat kediaman Cholen sudah menunjukkan pukul 04.25 sore, sesuai janji mereka itu artinya lima menit lagi Bintang akan sampai. Gawat! Bulan masih malu-malu kucing, bagaimana caranya bersikap nomal di depan pacar sendiri sementara di kepala masih berputar-putar adegan menggiurkan itu. Bulan menggeleng gemas, udah lima hari yang lalu, jangan diinget terus!

Untung tidak ada Zia di sini, jika ada mungkin gadis itu akan dengan senang hati mengoloknya sampai puas seperti beberapa hari lalu ketika Bulan berterus terang tentang hubungannya dengan Bintang. Saat itu Zia benar-benar berubah menjadi ratu menyebalkan, tapi tetap gadis itu juga menjadi sahabat baik yang setia mendukungnya.

Bulan menyibak rambut panjangnya yang terurai bebas lalu membuang nafas perlahan ke udara. Voila! Bulan terlihat lebih tenang.... tapi tunggu dulu! Apa itu tidak kelihatan terlalu dibuat-buat?

Ting tong!

Astaga dragon! Bulan mengelus dadanya. Sekarang dia kelihatan seperti wanita tua yang murah terkejut. Dengan jantung yang mulai berpacu, dia menyeret langkahnya menuju pintu depan. Ini kelihatan Bulan ingin pergi tempur ketimbang pergi kencan di akhir pekan.

"Hai." Bintang tersenyum dengan manisnya di depan pintu. Seperti pangeran yang siap menjemput tuan putri dengan kuda putih. Tapi zaman sudah modern, Bintang memilih memakai mercedes benz-nya warna putih yang kini terparkir gagah di halaman.

"H-hai," balas Bulan dengan dibumbui sedikit kegugupan. Melihat Bintang yang cool dalam balutan jeans belel dan kaos putih polos yang dibungkus jaket denim sukses memompa darah lebih banyak ke wajahnya.

"Ada apa? Kamu sakit?"

"Ha? Nggak, cuma ya... apa tuh namanya? Ya gitu..."

Bintang mengangkat alis, lengkap dengan tanda tanya besar tak kasat mata di atas kepalanya.

"Udah la, forget it! Yuk langsung jalan."

"Oke~"

~~~

Hari yang masih sore mereka habiskan di Mall Center kota. Berkeliling, belanja, makan dan bermain di timezone seperti anak muda jaman milenial kebanyakan. Mereka lalukan semua dengan senyum bahagia yang jelas sulit sekali disembunyikan. Keduanya begitu lepas tanpa ada beban atau kecanggungan. Yang ada hanyalah keceriaan melingkupi setiap detik kencan mereka.

Hati yang begitu senang membuat waktu berjalan tak terasa, tahu-tahu sudah hampir jam sepuluh malam dan Bintang berinisiatif mengajak Bulan pulang. Sebagai anak baik dan sedikit lurus dia tak mau membuat anak gadis orang terlambat pulang ke rumah. Apalagi besok adalah hari senin dan mereka harus sekolah. Wah! Sungguh Bintang terdengar seperti kaum tua saja.

Tapi dibalik kealimannya itu, ternyata diam-diam hatinya mengharap menginap saja di tempat Bulan. Ya ampun!

"Kok aku tiba-tiba pengen kopi ya?" celetuk Bintang begitu mobilnya terparkir rapi di halaman rumah sang pacar.

BilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang