5.

2.7K 265 1
                                    

Merasa tak ada pilihan yang lebih baik lagi, Bulan menerima ajakan Bintang untuk mengantarnya pulang. Kini mereka berada dalam satu mobil yang sama untuk pertama kali.

Setelah Bulan menjelaskan letak rumahnya, suasana menjadi hening. Tak satu pun dari mereka berinisiatif untuk bicara. Sibuk dengan isi kepalanya masing-masing. Bintang yang tidak ingin terlihat seperti pahlawan kesiangan memilih fokus pada kemudinya. Sementara Bulan memilih bungkam sebagai sikap paling ramah yang dimilikinya. Bahkan seingatnya ia belum menanyakan mengapa gadis beralis tebal itu berada di hotel yang sama. Rasa shock bercampur gengsi membuat setiap kata tertahan di pangkal lidahnya.

Hanya suara napas berat yang kadang keluar dari mulut Bulan. Ia menganggap hari ini adalah hari paling buruk yang pernah terjadi padanya. Kalung hilang, kejadian di hotel, dan harus meruntuhkan ego di depan Bintang. Semuanya berputar di kepalanya dan membuatnya pusing. Tanpa sadar ia memijit pelipisnya yang terasa mendenyut, dan aktivitas itu sempat terlirik Bintang.

"Lo kenapa, sakit?"

"Hm? Enggak, gue gak apa-apa."

"Oke."

Begitu lah jika dua orang yang cenderung sering berseteru di sekolah malah dipertemukan secara tidak terduga malam ini. Bicara pun tanpa saling menoleh satu sama lain. Kikuk.

"Asal lo tau aja, Raja itu player. Meski gue terlambat buat bilang kayak gini, tapi lo tetap harus hati-hati sama semua cowok di BHS yang ngaku-ngaku keren tapi nyatanya gak keren sama sekali."

Tertegun, Bulan praktis menoleh pada Bintang yang terlihat santai menyetir. Seolah-olah ia melupakan bahwa Bulan menaruh rasa tidak suka padanya. Bulan menelan ludah, bingung mau menjawab apa.

"I-iya."

Menyadari nada suara gadis disebelahnya yang terdengar kikuk, Bintang melihat sekilas.

Dan untuk sepersekian detik pandangan mereka bertemu. Sebelum akhirnya buru-buru mereka lepaskan.

Entah apa yang ada dipikiran keduanya, tapi mereka terlihat lebih awkward.

Suasana itu bertahan hingga mereka telah sampai di rumah Bulan. Rumah megah bercat putih dengan halaman yang dipenuhi pohon mahoni. Pagar yang besar di buka oleh dua penjaga pria paruh baya tatkala mobilnya hendak masuk. Perjalanan yang terasa lama dan sangat canggung pun berhasil mereka lewati.

"Bener ini 'kan rumahnya?"

"Hu'um."

"Oke, btw lo boleh bawa coat-nya."

"Hmm, gue duluan... hufftth!! thanks." Dengan berat hati ucapan terima kasih itu keluar juga dari mulut seorang Bulan.

Bintang mengangguk, membiarkan Bulan keluar dari mobilnya dan berjalan gontai. Ia melihat punggung itu menjauh perlahan menuju pintu utama. Entah dorongan dari mana, Bintang memanggil Bulan.

"Bulan?!"

Gadis itu membalikkan badan, terlihat alisnya bertaut menatap tanya pada Bintang.

"Ehem, selamat malam."

Tertegun, Bintang merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Apa, selamat malam?!! yang benar aja?!!

Ia bahkan ingin menghilang dari sana saat sadar Bulan hanya menatapnya tanpa ekspresi. Namun tak disangka, gadis berdarah campuran itu tersenyum tipis seraya mengangguk kemudian berbalik kembali. Tanpa Bintang sadari, Bulan pun sama terkejutnya bahkan dengan reaksinya sendiri. Tak dipungkiri ada setitik rasa berbeda dalam dadanya saat ucapan Bintang itu terdengar tulus.

BilanWhere stories live. Discover now