16

1.7K 168 17
                                    

Seusai pulang sekolah, Bulan yang masih merasa cemas terhadap Bintang yang tak kunjung memberi kabar berniat akan melihat langsung ke rumah gadis itu.

Cuaca hari ini cukup cerah dengan awan-awan putih yang menawan, tak ada tanda-tanda akan turun hujan. Membuat Bulan semakin semangat menuju rumah Bintang yang ia ketahui beberapa jam lalu dari pihak sekolah.

Ia tiba di perumahan mewah yang lebih mirip susunan penthouse itu tak lebih dari 30 menit. Berbekal informasi yang ia dapat, rumah yang paling megah dan mewah adalah kediaman Laska. Bulan menemukan bangunan yang dimaksud dan dengan segera membelokkan mobilnya.

Setelah diperbolehkan masuk oleh security, Bulan memarkirkan mini coopernya di salah satu parkiran yang tersedia. Ia kemudian melangkah menuju pintu utama yang tinggi dan mahal itu. Masih dengan memakai seragam yang kini dibalut kardigan, ia berdiri lalu menekan bel rumah.

Tak perlu waktu lama, kemudian asisten rumah tangga Laska datang membukakan pintu untuknya.

"Cari siapa, Mba?"

"Saya temannya Bintang, Bintangnya ada, Bi?"

"Oh non Bintang? Kebetulan lagi keluar tuh, Mba. Nggak tau pergi kemana, tapi udah dari dua jam yang lalu."

"Kira-kira pulangnya jam berapa, ya, Bi?"

"Wah nggak tau non, kemungkinan bisa lama sih."

Bulan tersenyum kecewa lalu mengucapkan terima kasih pada si Bibik dan berlalu dari sana. Untuk apa lagi berlama-lama di tempat itu, hanya akan membuatnya semakin bingung dan kesal dengan Bintang. Kemana sih tuh bocah? Kalau ada masalah tuh ngomong, jangan ngilang!

~~~

Hari sudah berganti namun Bintang masih belum memberi kabar. Bulan benar-benar bingung bahkan sempat berpikir mungkinkah dirinya yang telah melakukan kesalahan?

Dalam kebingungan itu dia berangkat sekolah lebih cepat dari biasanya. Begitu tiba di BHS buru-buru dia mencari keberadaan Bintang di tempat-tempat yang biasa gadis itu kunjungi.

Kakinya memasuki ruang musik, ketika bel akan berbunyi sekitar 15 menit lagi. Berharap dia menemukan Bintang di sini. Dan suara dentingan piano yang lembut seolah menjawab harapannya.

Bulan lega. Akhirnya ia mendapati Bintang duduk sendirian di ruang musik ini.

"Kamu kemana aja dari kemarin?"

Gerakan jemari Bintang terhenti di ambang tuts piano begitu mendengar suara menggema itu. Ia terdiam beberapa saat, menikmati aroma apel dari Bulan yang semakin tercium seiring peregerakan gadis itu yang terus mendekat. Dalam hati ia mati-matian untuk menahan diri dari sesuatu yang bergejolak seperti api.

"Aku ngga kemana-kemana," jawabnya tanpa menoleh. Terkesan datar dan tanpa bersalah.

"Oh, iya?" Bulan melipat tangan di depan dada, siap menyerang. "Jadi kenapa kemarin kamu bolos dan nggak ada di rumah?"

Bintang terdiam. Untuk beberapa saat hanya hembusan nafas yang menjadi satu-satunya suara diantara mereka.

"Jawab Bintang, kalau kamu ada masalah--"

"Iya!"

"Hm?"

Bintang berdiri seolah tak tahan lagi. Kali ini matanya langsung bertatapan dengan mata Bulan yang tampak semakin bingung.

"Dengar! Sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini. Aku nggak bisa--"

"Tunggu-tunggu! Maksud kamu apa?"

"Aku nggak bisa melanjutkan semua ini. Seharusnya dari awal kita nggak memulai--"

"Bintang!"

"--karena hubungan ini salah!"

Bulan menggeleng tak mengerti. Apa-apaan!

"Kamu kenapa sih? Kamu bicara tentang salah dan benar hari ini? Sebenarnya aku kamu anggap apa? Kamu cuma mau mempermainkan aku?"

Sakit mendengar Bulan berbicara begitu, tapi Bintang tak punya pilihan lain selain ini. Dari kemarin dia sudah menyiapkan kekuatan untuk melihat tatapan kecewa gadis itu. Tapi tetap saja rasanya sulit. Saat tangan ingin merengkuh tapi bibir tak bisa dihentikan.

"Setelah apa yang kita lewati? Kamu mau mengakhiri seperti ini?" lanjut Bulan.

"Kamu nggak mengerti. Aku punya mimpi dan mimpi aku itu nggak bisa beriringan dengan hubungan ini--"

"Aku juga punya mimpi, jadi mari kita wujudkan bersama tanpa harus mengorbankan hubungan ini."

"--kamu harus tau, mimpi adalah segalanya untukku. Jadi, maaf, sebaiknya selesaikan saja semua ini."

"Nggak-nggak bisa." Bulan menggeleng dengan tegas. Setelah menghilang satu harian, Bintang dengan teganya meminta putus. Terlalu.

"Terserah kamu, tapi aku menganggap kita sudah selesai."

Bintang berlalu dari tempat itu, meninggalkan Bulan yang mulai berkaca-kaca. Sesungguhnya dia tak sanggup melihat air mata Bulan, ia memilih kabur secepat mungkin. Dengan rasa bersalah yang memenuhi dadanya, dia semakin menjauh dari ruang musik itu.

Percayalah hatinya juga terluka, sama terlukanya dengan apa yang Bulan rasakan. Tapi jika dia tetap egois dan mempertahankan hubungan ini, entah hal gila apa yang mungkin bisa saja dilakukan sang ayah.

Ia tidak mau Bulan ikut terlibat, sungguh melihat Bulan terluka akibat keegoisaan sang Ayah adalah hal terakhir yang ingin Bintang lihat.

~~~

Bel sudah berbunyi dari sejak 20 menit yang lalu. Tapi Bulan sedikitpun tak selera mengikuti pelajaran. Ia hanya mematung di atas rooftop ditemani angin yang bertiup lumayan kencang pagi ini. Seperti angin itu, perasaannya juga sama dinginnya sekarang.

Bulan masih tak menyangka apa yang sudah dilakukan Bintang padanya. Apa pun itu alasannya dia sangat benci dicampakkan. Inilah mengapa dia dulu malas mengakui jatuh cinta, sebab dia juga tak ingin terluka.

Tapi kini semua sudah terjadi, ekspektasinya yang sempat melambung dengan mudahnya dihancurkan begitu saja oleh Bintang. Iya, Bintang, si Kalem yang disayangnya itu malah menghancurkan perasaannya.

Entah apa yang akan terjadi berikutnya, tapi yang pasti Bintang sudah tak pantas lagi untuknya. Bulan tak mau lagi.

Memang sudah seharusnya ia tetap membenci Bintang tanpa perlu mengikuti kata hati, sekarang lihatlah, dia merana, meratapi nasib cintanya seperti orang bodoh.

Ting.

Ponsel di sakunya yang berbunyi membuyarkan lamunan Bulan, ia kemudian melihat dan mendapati pesan Zia yang masuk.

Zia: lo nggak masuk? Sekarang lo lagi di mna?

Bulan: bolos.

Zia: lah, ngqpa?

Dibiarkannya saja pesan Zia tanpa berniat mau membalas. Kini Bulan yang dingin telah kembali. Bulan yang angkuh telah kembali, dan memang sudah seharus tetap seperti ini.









Tbc.

Silent Readers masih saya pantau😌

Eh btw yg belum follow, mutualan kuy😉😁

BilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang