Part 1

46.4K 2.1K 84
                                    

Happy Reading❤

⏳⏳⏳

Sore hari seorang pemuda dengan wajah datarnya mengendarai motor ninja hitam dengan kecepatan di atas rata-rata.

Motor hitam itu pun berhenti disebuah taman pinggir danau yang sepi. Pemuda itu melepas helm fullface nya dan menuruni motornya menuju ke kursi panjang yang ada dipinggir danau.

"Devon janji, Devon akan selalu sayang sama mama, papa, kak Davin, dan Devan."

Tangan pemuda itu seketika mengepal hingga urat-urat yang ada di tangannya terlihat menonjol, mata hitam legamnya berkilat tajam tersirat akan emosi yang meluap.

"Devan  juga janji akan selalu sayang sama kalian."

Kepalan tangannya semakin mengerat sampai buku-buku kukunya memutih dengan mata yang semakin berkilat amarah.

"Mama sama papa juga janji akan selalu sayang sama kalian."

Arghh!!!

Teriaknya dengan sorot mata tajam dan emosi yang meluap-luap, saat potongan-potongan ingatan tadi kembali berputar di dalam otaknya. Sesaat kemudian, pemuda itu tersenyum sinis mengingat kenangan itu. 

"Kalian bahkan lupa sama janji kalian sendiri." gumamnya lirih seakan terbawa angin sore.

DEVON REZAKA AZFIANDRA, anak bungsu dari Brata dan Veni adik bungsu Davin serta adik kembar dari Devan.

Devon merupakan seorang pemuda dengan rambut hitamnya yang berjambul, bola mata hitam legam dengan sorot mata tajam, hidung mancung, rahang tegas, alis tebal, bibir tipis merahnya yang alami dan wajahnya yang cool dan dingin menambah kharisma wajahnya dan jangan lupakan statusnya yang menyandang sebagai seorang badboy.

Setelah emosinya mereda, Devon bangkit dari duduknya menuju ke motornya. Devon segera menaiki motornya dan melajukan motor itu dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota yang padat karena bertepatan dengan jam pulang kerja. 

⏳⏳⏳

Sesampainya Devon dirumah, dia segera memarkirkan motornya digarasi dan melangkahkan kakinya kedalam rumah dengan wajah datar. Saat Devon baru saja membuka pintu utama, telinganya menangkap suara orang tertawa dari arah ruang keluarga. Devon mengenali suara-suara itu, itu adalah suara mama, papa, kakak pertama dan saudara kembarnya. Devon yakin, saat ini mereka sedang berkumpul di ruang keluarga, dan yang pasti tidak ada dirinya di antara mereka. Devon pun segera melanjutkan langkahnya kembali melewati ruang keluarga menuju ke kamarnya agar matanya tidak terlalu jauh melihat suasana keluarga nya yang bahagia tanpa dirinya, karena itu akan membuat hatinya berdenyut sakit.

"Dasar anak gak punya sopan santun, baru pulang bukannya nyapa malah nyelonong aja." Ucap BRATA AZFIANDRA, menyindir Devon. suami dari Veni dan Ayah dari Davin, Devan, dan Devon, yang menyadari kedatangan Devon berjalan melewati ruang keluarga tanpa menyapa mereka yang ada di ruang keluarga. Devon yang mendengar ucapan papanya dengan intonasi marahnya tak menghiraukannya karena sudah biasa mendengar sindiran-sindiran yang selalu orang-orang ucapkan untuk dirinya, Devon segera melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya untuk membersihkan badannya dan beristirahat.

"Biarin ajalah pah, anak brandalan kaya gitu gak usah diurusin". Timpal mamanya, VENI REVITA istri dari Brata dan ibu dari Davin, Devan, dan Devon. Dalam nada bicaranya terdengar sinis. Devon yang belum terlalu jauh dari ruang keluarga tentu mendengarnya, dan entah kenapa walaupun Devon sudah sering mendengar ucapan-ucapan tak mengenakan itu, hatinya tetap saja berdenyut sakit.

"Mah pah, jangan kaya gitu, Devon pasti sakit hati denger mama sama papa bicara kaya gitu". Ucap DEVAN REZAKA AZFIANDRA, menasehati orang tuanya. Devan adalah anak dari Brata dan Veni serta adik dari Davin dan kakak kembar Devon.

"kamu gak usah belain dia terus deh Van". Ucap DAVIN PRATAMA AZFIANDRA, anak pertama dari Brata dan Veni, serta kakak dari Devan dan Devon yang umurnya hanya terpaut 2 tahun, Davin kesal karena Devan selalu membela Devon.

"Terserah kalian, yang terpenting Devan udah ngingetin kalian, suatu saat nanti jangan sampai kalian nyesel karena udah perlakuin Devon kaya gitu, Devan pamit ke kamar dulu". Nasihat Devan ke orang tua dan kakaknya, dan segera beranjak pergi kelantai dua menuju kamarnya.

Sedangkan disisi lain, Devon sedang mengacak rambutnya frustasi karena ucapan orang tuanya yang telah melukai hatinya kembali. Bukan sekali dua kali Devon mengalami hal ini, Devon sudah berkali-kali mengalaminya, namun rasanya tetap saja sakit. Apalagi yang memperlakukan dirinya seperti itu adalah keluarganya sendiri.

ARGHH!!!

Devon berteriak sekencang mungkin untuk meluapkan emosinya. Dengan tubuh sedikit lemas, Devon melangkahkan kaki jenjangnya berjalan gontai ke arah nakas samping tempat tidurnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Devon membuka laci nakas dan mengambil suatu benda tajam yang ada di sana. Benda itu adalah pisau lipat kecil yang Devon simpan di laci itu dengan rapih. Setelah mengambil pisau itu, Devon melangkah kearah kamar mandi yang ada dikamarnya. Devon menyalakan shower dan duduk dibawahnya agar air dari shower mengguyur tubuhnya, membasahi bajunya yang masih melekat di tubuh atletisnya itu. Dengan pelan namun pasti, Devon melipat lengan baju panjangya lalu mengarahkan ujung pisau yang runcing itu ke lengannya untuk membuat goresan-goresan luka memanjang yang lama kelamaan mengeluarkan darah dari lengannya itu yang tak lagi mulus.

Darah yang keluar dari lengannya larut terbawa air yang keluar dari shower yang tadi di nyalakannya.

Devon tau jika yang dilakukannya itu bukanlah hal yang baik, tapi entah kenapa Devon sangat menyukainya. Devon suka melakukannya, karena dengan melihat darah yang mengalir dari tubuhnya itu seakan mengangkat semua beban yang selama ini dia tanggung, dan hal yang bisa mengurangi bebannya adalah dengan melukai dirinya sendiri seperti yang di lakukannya sekarang. Mungkin jika ada orang lain yang mengetahuinya, mereka akan menganggap jika Devon sudah tidak waras karena melukai dirinya sendiri. Tapi itulah cara Devon mengobati luka yang ada dihatinya, yaitu membuat luka fisik untuk mengobati luka batinnya. Terdengar aneh memang, tapi hal itu terdengar tak aneh bagi Devon sendiri. Bisa di sebut jika Devon seperti orang yang menderita penyakit self injury.

Devon menatap lengannya yang telah rusak di iringi dengan darah yang keluar dari sana. seketika bibir tipisnya menyunggingkan senyum tipis, bahkan sangat tipis hampir tidak terlihat. Mata yang biasanya terlihat tajam, kini tatapannya berubah menjadi sendu dan kosong.

Setelah puas melukai dirinya sendiri, Devon segera membersihkan tubuhnya lalu beristirahat untuk menenangkan fisik dan pikirannya yang penuh dengan cacian dari keluarganya.

Bahkan Devon tak berniat sedikitpun untuk mengobati lukanya tadi, Devon biarkan lukanya itu mengering dan sembuh dengan sendirinya.

⏳⏳⏳

Selamat datang di dunia baru seorang Devon Rezaka Azfiandra.
Semoga cerita yang sudah di perbaiki ini semakin banyak yang berminat untuk membacanya.

Vote
Comment
Follow 

Salam hangat,
Eka🤗

Pemalang, 6 Oktober 2k20

Pemalang, 6 Oktober 2k20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Devon [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang