Part 21

11.9K 850 38
                                    

6.30 AM

Tak terasa malam sudah berganti menjadi pagi. Matahari yang sempat beristirahat kini kembali melaksanakan tugasnya untuk menyinari bumi. Begitupun manusia yang kembali memulai aktivitasnya.

Pagi ini Devon sudah memakai seragam sekolahnya yang dibalut hoodie hitamnya. Devon mendekat ke nakas samping tempat tidur untuk mengambil handphone, kunci motor dan tabung obat miliknya.

Devon lalu mengirim pesan kepada Nadia jika dia akan menjemputnya dan berangkat ke sekolah bersama.

Nadia💜
Nad, tunggu Gue di depan rumah, Gue jemput.

Setelahnya, Devon mengambil tas sekolah yang ada disofa kamar lalu membawanya ke dapur.

Saat di dapur, ternyata ada Arka yang sedang minum.
"Berangkat sekarang Dev?" tanya Arka menatap Devon setelah selesai minum.
"Bentar." jawab Devon lalu mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalam gelas yang tadi di ambilnya. Kemudian, Devon membuka tabung obatnya lalu meminumnya dua butir dibantu oleh air putih. Sedangkan Arka hanya diam memperhatikan Devon hingga selesai meminum obatnya.

"Berangkat sekarang." ucap Devon lalu berjalan meninggalkan dapur di ikuti oleh Arka di belakangnya. Lalu Devon dan Arka pun keluar dari apartemen menuju basemant apartemen untuk mengambil motor mereka masing-masing.

"Ar, Lo ke sekolah duluan, Gue mau jemput Nadia." ucap Devon pada Arka saat mereka sudah menaiki motornya masing-masing dan bersiap melajukannya ke sekolah.

Arka mengangguk lalu melajukan motornya membelah jalanan ibu kota yang ramai menuju sekolah. Begitupun dengan Devon yang melajukan motornya menuju rumah Nadia.

***

Di sisi lain, kini Nadia sedang berdiri di depan gerbang rumahnya untuk menunggu Devon yang tadi sempat mengirim pesan agar menunggunya untuk berangkat ke sekolah bersama.

Tak lama kemudian, terdengarlah suara motor ninja dari arah kanan Nadia, dan ternyata itu adalah Devon.

Devon memberhentikan motornya tepat di depan Nadia.
"Naik." perintah Devon pada Nadia yang langsung dilaksanakan oleh Nadia.

Devon pun kembali melajukan motornya membelah jalanan padat kota Jakarta menuju sekolah dengan Nadia yang diboncengnya.

Lima belas menit perjalanan menuju sekolah, akhirnya mereka berdua sampai di parkiran sekolah. Setelah Devon memarkirkan motornya, Devon menggandeng tangan Nadia menuju kelas Nadia.

Namun, saat Devon dan Nadia berjalan di koridor yang tidak terlalu ramai, ada seorang pemuda yang sedang fokus memainkan handphone nya dan berjalan berlawanan arah dengan Devon dan Nadia. Pemuda itu tak sengaja menabrak bahu Nadia hingga membuat Nadia hampir terjatuh, untung saja Devon menahan tubuh Nadia sehingga Nadia tak jatuh dan merasakan dinginnya lantai.

"Kalo jalan liat-liat." ucap Devon dengan nada datarnya.
"Sorry, Gue gak sengaja." ucap pemuda itu setelah mematikan handphone nya dan mengantonginya.

Pemuda itu sepertinya tak menyadari adanya Nadia, karena pemuda itu masih menatap Devon.
"Minta maaf ke dia." ucap Devon masih datar dan mengalihkan pandangannya ke arah Nadia yang berdiri di sampingnya.

"Gue minta ma..., loh Nadia." ucapan permintaan maaf itu langsung berganti menjadi memanggil nama Nadia dengan kaget saat matanya melihat orang yang tadi di tabraknya adalah Nadia.

Nadia yang mendengar orang itu menyebut namanya dengan kaget langsung mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk. Saat Nadia mendongakkan kepalanya, Nadia pun tak kalah terkejutnya melihat pemuda itu.

Sedangkan Devon yang melihat raut terkejut dari Nadia dan pemuda itu hanya diam menyimak.
"Lo Nadia kan?" tanya pemuda itu pada Nadia.
"Iya, kamu Evan?" tanya Nadia balik.
"Iya Gue Evan, Gue seneng akhirnya Gue bisa ketemu Lo lagi." ucap pemuda bernama Evan itu senang dan tanpa sadar Evan memeluk Nadia dengan bibirnya yang menyunggingkan senyum lebarnya.

"Aku juga seneng kita bisa ketemu lagi." ucap Nadia dengan senyum lebarnya membalas ucapan Evan.

"Ekhem." deheman Devon membuat Nadia dan Evan langsung melepaskan pelukan mereka. Lalu tatapan Nadia dan Evan langsung tertuju ke arah Devon yang sedari tadi hanya menonton.

"Eh. Sorry Nad." ucap Evan tak enak hati karena telah memeluk Nadia.
"Btw dia siapa Lo Nad?" tanya Evan pada Nadia dan menunjuk Devon dengan dagunya.

"Kak, kenalin dia Evan temen Aku waktu SMP dulu." ucap Nadia memperkenalkan Evan pada Devon.

"Kenalin, Gue Evano Ardana." ucap Evan mengulurkan tangannya ke arah Devon.
"Devon." jawab Devon singkat tanpa membalas jabatan tangan Evan. Evan yang pun langsung menarik tangannya kembali saat Devon tak membalas jabatan tangannya.

"Nad, dia siapa Lo?" tanya Evan pada Nadia.
"Nadia pacar Gue." bukan Nadia yang menjawab, melainkan Devon.

Setelah mengatakan itu Devon kembali menggandeng tangan Nadia lagi lalu menariknya menuju kelas Nadia.

"Dingin amat, Gue jadi penasaran kenapa dia dingin gitu." monolog Evan menatap punggung Devon dan Nadia yang perlahan menjauh.

"Gue akan berusaha cari tau kenapa dia dingin gitu." batin Evan lalu kembali melangkahkan kakinya menuju ke ruang kepala sekolah untuk menanyakan dimana letak kelasnya, karena Evan adalah murid baru.

Devon dan Nadia kini sudah sampai di depan pintu kelas Nadia yaitu kelas X IPS 2.
"Gue pamit dulu." pamit Devon pada Nadia yang di balas anggukan kepala oleh Nadia.

Lalu Devon pun melangkahkan kakinya meninggalkan kelas Nadia menuju kantin untuk menemui kedua temannya.

***

Di kantin, Arka dan Rano kini sedang menikmati makanannya dengan tenang. Tak lama kemudian, Devon datang menghampiri Arka dan Rano lalu mendudukkan dirinya di kursi samping Arka.

"Mau pesen apa Dev, biar Gue pesenin." ucap Rano setelah menyelesaikan makannya, Devon hanya menggelengan kepalanya tanda menolak.

Devon lalu bangkit dari duduknya membuat Arka dan Rano saling pandang dan bertanya-tanya lewat tatapan mata mereka.

"Rooftop." ucap Devon memberi tahu Arka dan Rano jika dia akan pergi ke rooftop. Arka dan Rano pun hanya mengangguk mengiyakan.

Saat di rooftop, Devon duduk termenung di kursi usang yang ada di rooftop dengan kepala yang dia sanggah oleh kedua tangannya yang bertumpu pada pahanya.

Sejak saat pertemuannya dengan Evan tadi, Devon mulai berpikir apakah Evan juga mencintai Nadia. Karena mereka adalah teman lama dan sepertinya hubungan pertemanan mereka bisa di bilang cukup dekat jika di lihat dari pertemuan mereka tadi.

Memikirkan itu membuat Devon emosi.
"ARGHH!!!" teriak Devon mengacak rambutnya kasar hingga membuat rambutnya menjadi sangat berantakan.

Jika apa yang ada di fikiran Devon benar adanya kalau Evan juga mencintai Nadia, maka Devon sangat merasa jika hidupnya sangatlah tidak adil. Devon merasa hidupnya sangat tidak adil karena dia sama sekali tidak pernah merasakan apa yang namanya bahagia, sedangkan orang-orang yang ada di sekitarnya sangat terlihat jika hidupnya cukup bahagia dan tidak menanggung beban berat sepertinya. Kalaupun Devon merasa bahagia, itu tidak akan bertahan lama, karena entah mengapa selalu saja ada seseorang yang mengganggu kebahagiaannya. Kadang Devon berfikir, Devon sama seperti orang pada umumnya, tapi kenapa nasib hidupnya sangat berbeda jauh dengan orang-orang pada umumnya.

Devon tidak meminta harta atau apapun yang kata orang-orang bisa membuat senang dan puas. Devon sama sekali tak membutuhkan itu semua, yang Devon minta hanya satu yaitu biarkan Devon bahagia sebelum dia tiada.

Permintaan yang mudah bukan, tapi kenapa itu sangat sulit untuk di wujudkan.

⏳⏳⏳

Devon [END] Where stories live. Discover now