Part 22

12.5K 886 36
                                    

Kringggg...kringgg...kringgg...

Bel pulang sekolah telah berkumandang, Devon membuang rokok yang tadi di hisapnya dengan sembarangan lalu menginjaknya hingga membuat bara api yang menyala di ujung rokok yang tinggal setengah itu kini padam.

Sejak pagi saat pertemuannya dengan Evan, Devon hanya berdiam diri di rooftop. Yang di lakukan Devon di rooftop hanyalah duduk merenung, memejamkan matanya seraya menikmati angin yang membuat rambutnya berterbangan, dan merokok hingga habis satu bungkus.

Di samping tempat Devon duduk, ada makanan dan air putih yang saat istirahat tadi di bawakan oleh Arka dan Rano dengan alasan agar Devon mengisi perutnya dan meminum obatnya tepat waktu. Namun Devon sama sekali tak peduli, dan tidak menyentuh makanan itu sama sekali, Devon hanya meminum air putihnya sedikit untuk membantunya saat menelan obatnya.

Devon bangkit dari duduknya berniat turun ke lantai bawah menuju parkiran untuk menghampiri kedua temannya yang di yakininya kini telah menunggunya untuk pulang.

Pulang sekolah hari ini Devon tidak mengantar Nadia pulang karena tadi Nadia sempat mengiriminya pesan jika pulang sekolah hari ini Nadia di jemput oleh Radit, Kakaknya. Karena kata Nadia, sepulang dia sekolah Nadia dan keluarganya akan pergi ke rumah neneknya yang ada di Solo di karenakan neneknya sedang sakit. Dan entah sampai kapan Nadia dan keluarganya berada di Solo, Devon pun tak tahu.

Tepat seperti apa yang tadi di tebak, saat Devon sampai di parkiran, sudah ada Arka dan Rano yang sedang duduk di atas motornya masing-masing dan menunggunya.

"Langsung pulang apa kemana dulu nih?" tanya Rano saat Devon sudah duduk di atas motornya.
"Tadi Vero ngechat katanya dia lagi ada di club biasa, susul kesana aja yuk." ajak Arka membuat Devon dan Rano menganggukkan kepalanya menyetujui.

Kemudian, mereka bertiga pun memakai helm full facenya masing-masing lalu menyalakan mesin motornya dan melajukan motor itu menuju club yang biasa mereka datangi.

Namun, saat mereka bertiga akan melewati gerbang sekolah yang kini sudah tidak terlalu ramai, Devon memberhentikan motornya membuat Arka dan Rano ikut memberhentikan motornya dan mengernyit bingung melihat Devon.

"Dev, kenapa berhenti?" tanya Arka bingung. Namun Devon tidak menjawab pertanyaan Arka, melainkan mata Devon menatap dengan tajam ke arah seberang jalan depan gerbang sekolah.

Arka dan Rano yang melihat Devon hanya diam saja dan menatap ke arah seberang jalan, membuat Arka dan Rano mengikuti arah tatapan Devon.

Saat Arka dan Rano melihat apa yang di lihat Devon, Arka dan Rano seketika geram. Di sana, tepatnya di seberang jalan, ada Devan dan seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Veni, Mama dari Devan dan Devon.

Saat Devon sedang menatap Devan dan Mamanya, tak sengaja pandangan matanya bertemu dengan tatapan mata Veni yang akan memasuki mobilnya.

Namun, bukan tatapan lembut layaknya tatapan seorang Mama ke anaknya, melainkan tatapan sinis dan mengejek yang Devon dapat.

"Udahlah Dev jangan di pikirin, Gue yakin Lo bisa hidup tanpa mereka." ucap Rano melihat mobil yang di naiki Veni dan Devan melaju meninggalkan tempat tadi.

"Bener kata Rano jangan di pikirin, mending sekarang kita lanjut ke club." ucap Arka menyetujui ucapan Rano.

Mereka bertiga pun kembali melajukan motor mereka masing-masing membelah jalanan menuju club.

***

3.00 PM

Suara musik terdengar sangat memekakkan telinga. Walaupun hari masih menjelang sore, club sudah ramai oleh para manusia-manusia yang memiliki masalah dan lebih memilih memecahkan masalah itu di tempat yang tersesat ini.

Devon [END] Where stories live. Discover now