Paragraf 1 ; Prolog

7.4K 506 56
                                    

Haruki Murakamiㅡ dalam buku fenomenalnya yang berjudul Kafka on the Shore pernah berkata, bahwa setiap kita akan kehilangan sesuatu yang berharga. Kehilangan kesempatan, kehilangan kemungkinan, perasaan yang tidak akan pernah kembali lagi. Itulah hidup. Seperti halnya yang aku alami saat ini. Aku telah kehilangan sesuatu yang berharga dari dalam dirikuㅡ dan itulah hal terpahit yang harus ku lalui.

"Abang! Ada hujan! Hujannya datang, bang! Sean boleh minum air hujan? Sean mau coba minum air hujan! Minum, Sean mau minum!"

Suara gemericik air hujan yang turun dari luar jendela kamar, membuat seorang lelaki yang tengah fokus menulis itu lantas menghentikan aktivitas menulisnya. Terlebih kini suara adiknya juga ikut menginterupsi derasnya hujan yang turun, membuat lelaki tersebut memutuskan untuk meletakkan alat-alatnya sejenak sembari menghela napas perlahan.

"Sean, sudah abang bilang berkali-kali jangan meminum air hujan. Abang tidak mau kamu sakit nantinya. Minum air putih biasa saja, ya?"

Sang adik yang bernama Sean itu hanya bisa mendengus kesal sambil menyatukan kedua tangan di dadanya, tak lupa sebelah kakinya ia hentak-hentakkan ke lantai karena permintaannya untuk meminum air hujan itu selalu ditolak oleh sang kakak. Hujan-hujanan saja dilarang, apalagi meminum air hujan, kakaknya jelas tidak mau jika adik tersayangnya itu sakit nantinya.

"Sean..." Panggil sang kakak dengan nada lembut.

"Abang jahat! Sean mau abang aduin papa ke mama aja! Sean mau tinggal di langit aja sama papa mama!"

"Sean! Di rumah saja. Sean, jangan pergi keluar! Di luar masih hujan!"

Sean sama sekali tidak menggubris teriakan sang kakak, lalu ia berlalu pergi begitu saja. Kakaknya hanya bisa terdiam di tempat sambil mengepalkan kedua tangannya di atas meja, jujur saja ia merasa sedikit lelah menghadapi adiknya yang sedikit memiliki keterbatasan secara intelektual sejak kecil itu.

Antares Sean Dirgantara. Saat ini ia sudah berumur 24 tahun, tetapi perilakunya masih seperti anak yang berusia 10 tahun. Sedangkan kakaknya, Antares Saga Dirgantara, berumur tiga tahun lebih tua dari Sean. Kedua kakak beradik itu saat ini tinggal di rumah peninggalan kedua orang tua mereka yang terletak jauh dari hiruk pikuk perkotaan di negeri ginseng Korea, ditemani oleh kedua saudara sepupunya yang saat ini tengah menempuh bangku perkuliahan di negara dan kota yang sama.

Evan Assegaf dan Wira Assegaf. Dua lelaki yang selama dua tahun ini sudah menemani dan tinggal bersama dengan Saga dan Sean atas kemauan mereka sendiri. Tujuan mereka adalah untuk menjaga kedua kakak beradik tersebut. Evan dan Wira tentu tidak tega meninggalkan Saga yang harus merawat Sean seorang diri, apalagi setelah keduanya ditinggal pergi oleh orang tua mereka yang meninggal dalam kecelakaan tragis dua tahun yang lalu.

Saga dan Sean memutuskan untuk sementara menetap di kota kelahiran ayah mereka, yaitu Busan, karena Saga harus mulai meneruskan bisnis ayahnya yang sempat terhenti. Ayahnya memang keturunan Korea asli, sedangkan ibunya keturunan Indonesia. Saga memang lahir dan tinggal di Busan semasa kecil, tetapi mereka semua pindah ke Indonesia setelah Sean lahir.

Alasannya kepindahannya karena sang ayah ingin melebarkan bisnisnya di negara kelahiran istri tercintanya, sekaligus juga karena istrinya itu masih merasa tidak bisa hidup dan menyesuaikan diri dengan kultur yang berbeda. Sehingga mereka tinggal di Indonesia hingga kecelakaan itu terjadi. Kini, Saga memutuskan untuk mengajak Sean kembali ke kampung halaman ayahnya, sembari membangkitkan perusahaan sang ayah yang sempat terhenti, dengan bantuan Evan dan Wira tentunya.

PARAGRAFWhere stories live. Discover now