Paragraf 23 ; Stabbed

1.9K 275 7
                                    

"Besok adalah hari ulang tahun bang Saga. Kalau Runa belum sadar juga, bang Saga pasti akan semakin merasa bersalah. Ingin rasanya aku membunuh wanita licik itu yang telah berani melukai aset berharga bang Saga."

"Oh, apa kegiatan Runa sudah selesai, bang? Apa bang Radit bilang sesuatu?"

"Radit hanya bilang jika Runa telah menyelesaikan kegiatannya dengan baik. Dia menyuruhku untuk menghubunginya kembali ketika Runa sudah sadar nantinya. Sepertinya Radit ingin menanyakan kapan Runa akan kembali karena visa-nya hampir berakhir."

Kedua kakak beradik itu menghela napas panjang secara bersamaan. Lalu pandangan keduanya beralih pada Saga yang hanya terdiam sembari menggenggam tangan Runa dengan erat. Matanya terlihat bengkak karena terlalu lama menangis, dan ia pun terus menyalahkan dirinya sendiri setelah mengatahui jika Runa ditusuk. Tentu pemandangan memilukan tersebut membuat Evan dan Wira semakin tidak tega terhadap Saga.

"Bang, bisakah kita mendapatkan pendonor untuk bang Saga secepatnya? Aku tidak tahan melihat bang Saga selalu terpuruk seperti ini. Mungkin hidupnya akan berbeda jika kecelakaan itu tidak terjadi."

"Aku masih berusaha, papa dan mama juga ikut berusaha. Kita tunggu saja hasilnya. Aku yakin bang Saga pasti akan mendapatkan donor mata secepatnya."

"Kira-kira apa yang akan terjadi jika Runa kembali ke Indonesia nanti? Haruskah kita bujuk bang Saga untuk kembali ke Indonesia saja?"

"Entahlah, masalah itu kuserahkan pada bang Saga saja. Lebih baik sekarang kita fokus saja pada kesembuhan Runa. Kita juga harus menjadi penguat untuk bang Saga ketika Runa kembali ke Indonesia nanti."

Wira lagi-lagi mengembuskan napasnya dengan kasar, seakan dapat merasakan beratnya kehidupan yang dijalani Saga. Mungkin ia tidak akan kuat jika mengalami hal yang serupa seperti Saga, dan lebih baik mungkin ia akan mengakhiri hidupnya sendiri daripada harus hidup menderita. Terlebih Wira paham betul jika Saga menyembunyikan rasa sedihnya ketika ia tahu jika kedua orang tuanya sengaja dibunuh oleh orang yang ia kenal, meskipun dari luar Saga memang hanya diam saja.

Apalagi kini, seseorang yang bisa membuatnya bangkit tiba-tiba saja ditemukan tidak sadarkan diri dengan luka tusuk dan tubuh yang bersimbah darah. Wira bahkan sudah tidak akan sanggup lagi jika harus berada di posisi Saga. Hal itulah yang membuat Wira begitu menghormati dan menyayangi Saga hingga detik ini, apalagi disaat Saga kehilangan penglihatannya pun ia tetap berusaha untuk tegar dan terus menjaga Sean yang spesial. Saga adalah role model-nya, dan sampai kapanpun tetap akan seperti itu.

"Bang, abang lebih baik tidur saja dulu. Biar aku dan bang Evan yang bergantian untuk menjaga Runa. Abang harus istirahat, siapa tahu Runa besok pagi sudah bangun."

Saga hanya mengangguk lemah, lalu ia hanya pasrah ketika dituntun oleh Wira menuju ke sofa. Wira tahu pasti jika Saga tidak ingin pulang, sehingga terpaksa mereka membiarkan Saga tidur di sofa yang terletak di ruang rawat Runa. Kini Evan duduk di sebelah ranjang Runa, menatap sendu teman barunya yang masih dalam keadaan koma itu. Untung saja ia segera melaporkan kejadian yang menimpa Runa tadi kepada pihak berwajib, dan betapa terkejutnya ia ketika pelaku yang menusuk Runa ternyata adalah Rara.

"Wira, bisa minta tolongㅡ"

"Bang Gaㅡ"

Keduanya secara bersamaan menatap ke arah pintu yang terbuka, dan mereka terdiam ketika sosok yang sangat mereka kenal sedang berdiri di hadapan mereka dengan wajah penyesalan. Entah apakah benar-benar merasa menyesal atau hanya pura-pura. Tetapi yang pasti, kedua kakak beradik itu sudah muak melihat wajah iblis yang menatap mereka dengan tatapan memelas. Rara, wanita itu datang dengan dua orang polisi yang menjaganya. Tangannya memang diborgol, tetapi tetap saja Evan dan Wira menjadi sangat waspada setelah kejadian yang menimpa Runa.

PARAGRAFWhere stories live. Discover now