Paragraf 17 ; The Witch

1.8K 265 6
                                    

Beberapa tahun yang lalu, sebelum kejadian mengenaskan itu terjadi.

Hari itu, seorang wanita berambut pendek sebahu tengah terlihat sedang mengikuti Saga secara diam-diam. Wanita tersebut terus mengikuti ke mana perginya Saga yang ketika itu sedang berjalan-jalan dengan kedua sepupunya. Seperti seorang penguntit, ia berkali-kali mengambil foto Saga melalui ponselnya, entah apa maksud dan tujuannya melakukan hal seperti itu.

Wanita bernama Adora Zelineㅡatau yang biasa dipanggil Rara itu lantas tersenyum picik sambil melihat-lihat hasil potretannya setelah ia berhasil mendapatkan foto Saga, lelaki idamannya. Belum diketahui apa motifnya yang sebenarnya, namun yang pasti, wanita bernama Rara itu terlalu terobsesi dengan Saga, anak dari rival bisnis ayahnya.

"Sayangku, Saga. Kamu jangan pergi ke mana-mana, ya? Aku akan kembali tahun depan untuk menemuimu, karena tidak ada seorang wanita pun yang boleh mendekatimu selain aku."

Wanita picik itu terus menyunggingkan senyumnya sembari mengusap-usap foto Saga di dalam layar ponselnya. Hal ini ia lakukan karena besok ia harus segera meninggalkan Indonesia menuju Korea Selatan karena ada pekerjaan ayahnya yang harus ia urus di sana. Bukan karena keinginannya sendiri, melainkan karena perintah ayahnya. Tentu, ayahnya ingin membuat anaknya menjauhi Saga.

"Kalau bukan karena papa yang menyuruhku untuk pergi ke Seoul, kamu pasti sudah menjadi milikku sekarang. Haruskah papa bertindak sejauh itu agar ia bisa mengambil alih perusahaan orang tuamu, hmm? Dengan cara mencelakaimu dan juga orang tuamu?"

Rara terus saja bergumam sendirian sambil tersenyum seperti seorang psikopat ketika ia berbicara dengan foto Saga pada ponselnya. Baru sebentar ia menikmati momen indah dengan menatap foto sang pujaan, ponselnya tiba-tiba saja berdering, menampilkan nama ayahnya pada layar ponselnya. Dengan berat hati, ia segera mengangkat panggilan telepon dari ayahnya yang menyebalkan itu.

"Halo, pah? Iya, iya, sebentar lagi Rara pulang. Ini masih di jalan."

Tanpa mendengarkan jawaban dari sang ayah, Rara segera memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak, kesal karena kepergiannya ke Seoul besok akan membuatnya jauh dari Saga. Namun apa boleh buat, jika ia tidak menuruti perkataan ayahnya, Saga akan dibunuh. Jadi ia pun terpaksa mengiyakan perintah ayahnya itu. Kini ia pun memilih untuk pulang dengan raut wajah kesal.

"Rara! Besok kamu harus segera berangkat ke Seoul! Kenapa kamu masih bermain-main, hah?"

"Papa pikir Rara tidak tahu rencana busuk papa? Papa ingin menghancurkan keluarga Saga, iya, kan? Tapi apa papa lupa kalau Rara selama ini menyukai Saga? Intinya papa tidak boleh membunuhnya! Atau Rara juga akan bunuh diri!"

Ayah Rara hanya bisa menghela napas dengan kasar. Hal yang salah ketika ia memarahi Rara ketika anak semata wayangnya itu baru saja pulang, meskipun ia tahu apa saja yang dilakukan Rara tadi. Tentu, ia mengirimkan bawahannya untuk mengawasi gerak-gerik Rara, karena tujuan utamanya menyuruh Rara pergi adalah agar anaknya itu tidak mengetahui rencana pembunuhan yang akan ia lakukan pada keluarga Saga.

"Baiklah, papa hanya akan membuatnya cacat. Kalau kamu masih mau bersama dengannya meskipun dia sudah cacat, papa tidak akan mau menganggapmu sebagai anak lagi! Dasar anak tidak berguna!"

'Mau cacat, mau lumpuh, mau bagaimanapun juga, Saga tetap harus menjadi milikku!'

Pada akhirnya, Rara pun pergi ke Seoul dan menetap di sana selama satu tahun lamanya karena perintah sang ayah. Ayahnya memang sengaja mengirim anaknya itu ke Seoul agar Rara dapat melupakan Saga, dan juga agar anaknya itu tidak mengacaukan rencananya untuk menghabisi keluarga Saga nantinya. Intinya, ayahnya itu ingin melenyapkan saingan terberatnya.

PARAGRAFWhere stories live. Discover now