Paragraf 4 ; Him

2.7K 380 2
                                    

"Bagaimana ini? Apa bang Ga akan marah besar padaku? Bagaimana jika bang Ga mengusirku dari rumah? Matilah aku!"

"Sudahlah, bang. Lebih baik serahkan pada wanita itu saja. Aku lihat dia wanita yang cerdas, siapa tahu dia akan membantu abang menjelaskan semuanya."

"Dia tidak tahu apa-apa, Wira! Bagaimana caranya dia akan menjelaskan ini semua? Lebih baik aku jelaskan sekarang."

Wira langsung menahan tangan Evan sambil menggelengkan kepalanya tanda melarang ketika kakaknya itu hendak menyusul ke taman di samping rumah keduanya, tempat di mana saat ini Saga sedang menginterogasi Runa. Wira dengan paksa segera menarik tangan Evan dan juga mengajak Sean untuk pulang, membiarkan Saga yang memang sengaja ingin berbicara berdua dengan Runa.

Sedangkan di taman, mereka berdua hanya duduk terdiam di sebuah bangku panjang tempat di mana Saga biasa menghabiskan waktu seorang diri. Saga hanya menatap kosong ke depan, sedangkan Runa sesekali melirik ke arah Saga sambil memainkan ujung bajunya karena tidak tahu bagaimana cara untuk membuka percakapan.

Selain itu, Runa lagi-lagi tidak bisa mempercayai rentetan kejadian yang baru saja dialaminya tadi. Padahal ia baru tiba di Busan, tetapi sudah ada empat pria berwajah tampan yang muncul di hadapannya. Runa masih bisa menolerir kehadiran Sean yang memang sedikit spesial, lalu kehadiran Evan dan Wira juga masih bisa membuat pikirannya waras.

Tetapi ketika ia melihat Saga, ia benar-benar merasa lemah. Salahkan dirinya yang memang gampang terbuai dengan lelaki tampan, padahal beberapa waktu lalu ia juga sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menaruh atensi pada lelaki tampan lagi. Namun sayangnya ia langsung goyah begitu Saga muncul di hadapannya, dan ketika itulah ia menyadari jika Saga memiliki kekurangan.

'Bagaimana ini? Suasananya sangat canggung. Aku harus bagaimana? Meskipun dia juga berkebangsaan dan berbahasa yang sama denganku, tetapi aku tetap tidak bisa berpikir jernih karena melihat ketampanannya. Sungguh, dia benar-benar tampan.'

"Anda tidak ingin menjelaskan sesuatu pada saya? Apa anda tidak masalah jika saya berpikir jika anda adalah wanita simpanan Evan yang tinggal di rumah milik saya itu?"

"Hah? Evan? Evan siapa? Lalu rumah yang saya tempati itu adalah rumah milik anda?"

"Tidak perlu berpura-pura tidak tahu, dasar jalang! Ah, sepertinya aku tidak perlu memakai bahasa terlalu formal padamu, rasanya tidak pantas."

Runa mengepalkan kedua tangannya ketika lelaki tersebut berani menyebutnya sebagai jalang. Ia terdiam beberapa saat untuk menetralkan emosinya yang hendak meledak, lalu tanpa aba-aba, satu tamparan mulus mendarat di pipi kiri Saga. Ya, Runa menampar Saga dengan cukup keras, dan hal tersebut membuat Saga membelalakkan matanya karena terkejut.

"Maaf kalau saya lancang. Anda salah paham, tuan. Saya bahkan tidak mengenal Evan. Mohon maaf kalau saya tidak tahu jika rumah itu adalah milik anda. Saya datang kemari karena mengikuti beasiswa program musim panas selama dua minggu di Busan, dan kebetulan Radit yang memberitahu saya jika rumah itu bisa saya tempati selama dua minggu ke depan. Kalau anda keberatan, setelah ini saya akan menghubungi Radit dan akan pindah ke tempat lain. Sekali lagi, saya mohon maaf kalau saya lancang. Saya permisi dulu."

Runa segera beranjak dari bangku taman dan berlalu menuju ke rumah barunya. Sebenarnya ia sedikit merasa bersalah karena telah menampar Saga, tetapi ia juga tidak bisa tinggal diam ketika lelaki tersebut berani menyebutnya sebagai jalang. Padahal kenal saja tidak.

PARAGRAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang