03. Hal sederhana

3.4K 423 77
                                    

Kamu adalah seseorang
yang mengajarkanku untuk membuka lembaran baru. —Natesa.

🔊Aktifkan musik di mulmed

"Dan permintaan pertama dari saya adalah...."

"Kamu pikir siapa yang mau mengabulkan permintaan kamu itu?" protesku tidak terima akan syarat darinya.

Benua tersenyum. "Kamu."

Aku berdecak. "Aku gak mau. Aku bukan jin yang akan bisa menuruti semua permintaan kamu. Kembalikan buku diary aku sekarang juga!"

"Kamu bilang iya dulu, baru saya akan mengembalikan buku kamu ini."

"Ndak!" aku tetap bersikeras untuk menolak syarat yang tidak masuk akal dari lelaki laknat yang bisa membaca pikiran ini.

"Hitungan ketiga kamu masih menolaknya, saya tidak akan pernah mengembalikan ini."

"Satu."

"Eh-eh tap——."

"Dua."

"Tig——."

"Iya!" Suaraku melengking nyaring. "Aku akan menuruti tiga permintaan kamu itu!"

Benua nampak tersenyum lalu mengelus rambutku dengan lembut. "Jangan marah."

Dia lalu menyodorkan bukuku yang bersampul merah muda itu. Aku pun menerimanya dengan dengusan kesal yang membuat dia tertawa kecil.

"Jangan tertawa, itu tidak lucu!" sentakku tiba-tiba.

"Ternyata, kamu orangnya bisa marah juga ya, saya kira kamu orangnya pendiam dan pemalu, ternyata saya salah menyimpulkan."

"Semua orang akan marah, jika ada orang tidak sopan seperti kamu, mengambil milik orang lain tanpa izin dan tidak mengembalikannya." Tegurku.

"Tapi saya senang melihat kamu marah dan berbicara banyak daripada ... Melihat kamu yang selalu bungkam dan menunduk."

Ucapan dari Benua berhasil membuat aku bungkam.

"Permintaan pertama, dari saya adalah kamu harus menemani saya untuk memberi warna pada hidup kamu."

Aku mengernyit. "Ah? Maksud kamu apa?" aku bingung.

Dia tersenyum. "Warna hidup kamu terlalu hitam dan putih. Saya ingin memberi berbagai warna agar kamu tahu bahwa semua orang berhak bahagia."

"Termasuk kamu," lanjutnya.

Jantungku tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat. Astaga!

Benua terkekeh. "Tidak perlu deg-degan seperti itu," kata dia yang lagi-lagi membaca pikiranku.

Aku yang gugup kemudian berkata, "aku duluan ya."

Aku lantas memutar balik tubuhku, hendak melangkah untuk pergi menjauh dari lelaki tersebut.

"Natesa, saya janji."

Tiga kata itu berhasil kembali menghentikan langkah kaki, aku tidak berbalik. Aku tetap berdiri membelakangi Benua dengan tubuh yang membeku.

"Saya janji akan menghapus kesedihan kamu dengan suatu kebahagian yang pantas untuk kamu dapatkan."

"Saya akan menggantikan air matamu dengan senyuman. Saya akan membuat momen yang indah untuk hidup kamu."

"Saya janji dan akan saya buktikan."

Detak jantungku sungguh tidak normal. Ada apa ini?

Terima Kasih, Benua ✓Where stories live. Discover now