26. Maaf dan selamat tinggal

1.6K 220 15
                                    

Sejatinya, yang tulus tidak akan pernah mempermasalahkan masa lalumu.

*****

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan perasaan gelisah, aku kini duduk pada kursi di depan ruangan kepala sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan perasaan gelisah, aku kini duduk pada kursi di depan ruangan kepala sekolah. Sejak Vani dipanggil oleh seorang guru untuk segera berhadapan dengan kepala sekolah, perasaan cemas langsung melanda diriku.

"Udah kamu tenang aja," itu suara milik Benua. Dia menemaniku sekarang di sini. Mencoba menenangkanku walaupun sulit.

Bahkan segala permasalahan hidupku seolah lenyap dalam pikiranku, tergantikan dengan masalah Vani yang aku tidak tahu bagaimana nasibnya nanti. Apakah baik-baik saja?

"Kenapa kamu bisa secemas ini Sa? Padahal Vani adalah orang yang sering menyakitimu. Dia orang yang merundung kamu. Tapi kamu begitu khawatir dengan nasibnya?"

"Dari dulu, bunda selalu melarang aku yang namanya mendendam dan membenci. Meski, ada orang jahat sekali pun. Jika mereka telah berani mengakui kesalahannya, kita harus bisa belajar memaafkannya. Meski sangat sulit untuk melupakan apa yang telah diperbuat.

"Tapi membalas setiap perbuatannya bukanlah hal yang benar. Karena karma enggak pernah salah alamat. Jadi tidak salah bukan jika aku khawatir? Sebab aku tahu Vani begitu rapuh."

Benua menghela napas. "Mungkin ini adalah karma untuk Vani?" ujarnya.

"Kalau Vani dikeluarkan dari sekolah, dia pasti akan begitu terluka," ujarnya dengan parau. "Aku enggak tahu harus membantu dia dengan cara yang bagaimana. Aku bingung."

Benua tersenyum. "Itu yang membuat saya semakin kagum dengan kamu Sa. Kamu itu enggak egois. Padahal yang seharusnya kamu khawatirkan adalah diri kamu sendiri, namun kamu masih saja memikirkan masalah orang lain. Kamu begitu baik, Sa."

Aku diam. Mendengar ucapan Benua mampu membuat hatiku menghangat, tetapi tidak bisa menghapus segala kecemasan yang sekarang masih menyelimuti diriku.

Hingga suara pintu terbuka terdengar. Aku dan Benua spontan mengalihkan pandangan lantas tertuju ke arah perempuan berambut panjang sebahu yang baru saja keluar dari ruangan.

Terima Kasih, Benua ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang