16. Menghentikan waktu

1.6K 263 8
                                    

Andai waktu bisa dihentikan. Apakah masih ada harapan untuk kita bersama selamanya tanpa harus takut kehilangan.

*****

🔊 Aktifkan musik di mulmed

Banyak pasang mata kini tertuju ke arahku, tidak seperti biasanya aku menjadi pusat perhatian para murid yang tengah berada di koridor sekolah.

Aku tahu, mereka menatap diriku bukan tanpa alasan.

Biasanya aku berjalan selaku menundukan kepala dengan tas ransel merah muda yang sering aku gendong, raut wajah yang pucat.

Namun penampilkanku hari ini berbeda 180 derajat.

Langkah kakiku begitu gontai, rambut bergelombang, sedikit make up yang dipoles tetapi masih terlihat natural dan senyuman yang cerah terpancar di bibirku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kakiku begitu gontai, rambut bergelombang, sedikit make up yang dipoles tetapi masih terlihat natural dan senyuman yang cerah terpancar di bibirku. Bahkan tanpa ragu aku menyapa beberapa orang yang kulewati.

Rasanya aku seperti terlahir kembali.

"Selamat pagi semuanya." sapaku ramah kepada seluruh teman sekelasku.

Mereka semua terlihat kaget melihat diriku. Bahkan ada yang mengira awalnya aku bukan Natesa melainkan siswi baru.

"Lo Natesa?" salah satu pria menyeletuk, tampak tidak percaya.

"Astaga! Cantik sekali!"

"Wow! Mirip calon istri gue astaga!"

"Gue masih belum percaya kalau dia Natesa!"

Aku hanya merespon dengan kekehan kecil sebelum duduk pada bangku. Mereka masih menatapku dengan rasa tidak percaya.

Bahkan aku bisa melihat Vani yang menatap diriku dengan tajam dan sinis.

Mulai hari ini aku sudah bertekad untuk tidak boleh menunjukan sisi lemahku kepada orang lain. Sudah cukup aku ditindas dan merasa terbuang. Kali ini itu tidak akan terjadi.

Berubah demi kebaikan, tidak salah bukan?

Baru saja aku mengambil buku dari tas dan meletakkannya di atas meja, Vani dan ketiga dayangnya datang menghampiri diriku.

"Heh! Lo pikir sekarang lo cantik apa?" sentak Vani. "Jangan songong!"

Aku mengembangkan senyuman. "Iya, semua perempuan yang lahir ke dunia itu cantik. Kecuali, perempuan yang sering menyakiti orang lain."

"Jadi lo bilang gue gak cantik?!"

"Aku engggak ada mengatakan bahwa kamu itu enggak cantik, yang aku bilang kecuali perempuan yang sering menyakiti orang lain.  Memangnya kamu merasa seperti itu?"

"Udah berani lo ya!" Emosi Vani tiba-tiba meluap. Vani begitu cepat marah.

Bahkan tangan kanannya hendak mendarat di pipiku. Tetapi untung saja tanganku berhasil mencengkram pergelangan tangan Vani.

Terima Kasih, Benua ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang