07. Janji

2.3K 316 30
                                    

Move on itu bukan tentang bagaimana cara dirimu melupakan masa lalu tapi bagaimana hatimu mampu merelakannya. —Benua.

🔊 Aktifkan musik di mulmed

Ucapan Benua kemarin berhasil membuatku sampai saat ini tidak bisa berhenti untuk mengingat ucapannya.

"Karena, saya mencintaimu."

Ah. Sialan. Aku tidak dapat beristirahat di ruangan ini dengan tenang. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa Benua mencintaiku.

Lebih tepatnya, mencintaiku secepat ini.

Aku mencoba bersikap tenang saat seorang wanita dengan rambut disanggul ke atas keluar dari toilet yang ada di ruangan ini.

Dia adalah Bibi Laras, adik dari Bundaku yang terpaut lima tahun lebih muda.

Bibi Laras hari ini kebetulan cuti kerja, sehingga beliau dapat menemaniku di dalam rumah sakit ini.

Iya, aku kini menjalani rawat inap sekitar seminggu lebih agar kondisiku menjadi lebih baik meski tidak pulih total.

Bibi Laras lalu duduk pada kursi yang tersedia di samping brankarku.

"Cepat sembuh ya sayang," Bibi Laras tersenyum seraya mengelus rambutku.

Dia sungguh mirip dengan Ibuku. Baik dan begitu hangat.

"Makasi Bi." Kataku. "Maaf sudah merepotkan Bibi yang harus menemani aku di sini."

"Ish, kamu sama sekali tidak merepotkan. Justru Bibi senang bisa menemani kamu di sini," ujarnya sembari mengelus kepalaku.

"Lalu Rama siapa yang jaga di rumah Bi?"

Rama yang aku maksud itu adalah anak Bibi Laras yang usianya masih sekitar 5 tahun dan baru saja masuk TK.

"Kamu tenang saja, Om Andre di rumah kok, kebetulan dia juga mendapatkan cuti hari ini jadi Rama sudah ada yang jaga di rumah."

"Kenapa enggak diajak aja Ramanya bi?"

"Tadi dia kan masih sekolah. Lagi pula kalau dia ikut, bisa kacau balau rumah saki ini dan kamu pasti akan terganggu. Rama orangnya gak bisa diam, mending dia di rumah aja."

Aku tertawa begitupun Bi Laras

Lantas Bi Laras bercerita banyak kepadaku, aku mendengarkan dengan senang hati cerita-cerita tentang Bundaku waktu masih kecil.

Penuh jenaka, dan kenangan. Bunda ternyata memang dari dulu begitu baik dan peduli dengan orang sekitarnya. Bangga rasanya.

Suara ketukan pintu dari luar, berhasil membuat kegiatan berbincangku dengan Bi Laras terhenti.

Ada seseorang yang datang.

Aku lalu melihat jam dinding, masih pukul 11 pagi. Itu sudah pasti bukan Bunda.

Apa dia Benua? Tidak. Jam segini murid di sekolah masih belum pulang. Tapi mungkin saja lelaki itu bolos. Jika benar. Aku belum siap untuk bertemu dengan Benua.

"Masuk," izin Bi Laras lembut.

Lalu seorang laki-laki dengan seragam sekolah masuk ke dalam ruangan ini.

Aku membulatkan kedua mataku. Alisku terangkat, bibirku terbuka lebar.

Dia bukan Benua.

Melainkan Rasya. Untuk apa dia datang? Menjenguk diriku? Itu terdengar mustahil.

Terima Kasih, Benua ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant