3. Lobang pipi.

12.8K 1.7K 95
                                    

"Gila ngak nyangka bisa satu fakultas sama presiden mahasiswa ganteng, emang jodoh ngak bakal kemana yah, tapi tampang ganteng gitu mah emang cocok nya jadi dokter sih"

"Vania Lo udah ngomong kaya gitu lima kali"

"Oh iya ya? Kalo dokter nya modelan begitu rela mah gua sakit tiap hari"

"Alah bacot lu, bullshit"

Vania memanyunkan bibir.

"Pulang ama gua aja yok, gua bawa mobil kok"

"Enggak makasih lo duluan aja, lagian bapak juga udah di jalan"

"Ih ngak papa"

"Rumah kita juga nggak searah, naik mobil juga jam segini macet parah mending gua nunggu motor balap bapak gue jemput"

"Serius nih? Ya udah gua temenin lo sampai di jemput"

"Nggak usah, mending lo pulang sekarang dari pada terjebak macet"

Dan akhirnya dengan paksaan Vania pulang terlebih dahulu. Anjani bukan nya tudak bisa membawa kendaraan, sangat bisa malahan, tapi karena bapak tercinta tidak mau anak bungsu perempuan nya ini kenapa-kenapa di jalan apalagi jika harus naik kendaraan umum, oleh sebab itu bapak rela antar jemput Anjani bahkan sampai ia berkuliah sekarang, toh Annjani juga tidak masalah justru ia bersyukur karena ia dapat berbagi dan bertukar cerita apa saja dengan bapak—di atas motor butut kegemaran Anjani— yang momen itu susah didapat kan oleh anak-anak jaman sekarang.

Sekitar dua puluh menitan menunggu Anjani mendapat telepon dari bapak.

"Halo pak? Assalamualaikum"

"Walaikumsalam, Nak ban motor bapak bocor ketancap paku, sekarang bapak lagi dibengkel"

"Bapak ngak apa-apa tapi kan?"

"Iya bapak ngak apa-apa, tapi ini kaya nya lama bapak bingung mau jemput kamu gimana, mana kamu juga nunggu nya udah lama"

"Ngak apa-apa, Jani pulang naik bis kota aja ya"

"Jangan!"

"Ih ngak apa-apa Anjani udah gede bisa jaga diri, percaya"

Terdengar suara tarikan napas dari bapak.

"Ya udah sekali ini aja, hati-hati dijalan kalau ada apa-apa langsung telpon bapak ya nak, maaf udah bikin kamu nunggu lama"

"Ih mah bapak di bilangin ngak papa, ya udah aku tutup telepon nya ya assalamualaikum"

"Walaikumsalam"

Anjani berjalan menuju gerbang utama menuju halte, jarak yang lumayan jauh dari tempat nya saat ini tapi mau bagaimana lagi hitung-hitung sebagai olahraga sore.

Anjani berjalan sambil bersinandung pelan dan nendang-nendang batu krikil kecil jalanan. Namun saat baru separuh jalan sebuah motor trail berhenti tepat di sebelah Anjani.

Penjahat ya? Begal? Ya Allah tolong hamba baru juga masuk kuliah—pekik Anjani dalam hati.

Pikiran Anjani sudah di penuhi hal-hal negatif namun pikiran itu enyah saat orang itu membuka helm yang menutupi seluruh wajah nya.

"KAKAK LOBANG PIPI"

Reflek Anjani menutup mulut dengan kedua tangan nya sadar jika ia kelepasan memanggil Jefri dengan panggilan itu, sedangkan Jefri tertawa ganteng menanggapi nya.

"Mau pulang?"

"Iya kak"

"Jalan kaki?"

"Nggak, ini mau ke halte depan naik angkutan kota"

"Bareng aja pulang nya"

"Hah?"

"Iya kakak antar kamu pulang karumah"

Ini ngak mimpi kan? Ngak prank kan? Kok seorang Jefri Laut Wirantara Presiden mahasiswa mau ngantar Anjani yang bukan siapa-siapa selain sebagai mahasiswa baru.

"Maaf ya kak kak, makasih banyak untuk tawarannya tapi aku jalan kaki aja, ngak mau ngerepotin kakak"

"Ngerepotin? Ya enggak lah, kan kakak sendiri yang menawarin kamu"

"Tapi..anu.. hmm"

Anu apaan sih goblok.

"Saya ngak bakal macam-macam percaya, hari sudah mau magrib kamu juga perempuan takut nya ada apa-apa dijalan"

Bukan ngak percaya, aduh bingung gua mau jawab ini cogan apaan.

Dan hasil terakhir nya adalah Anjani berada disini—diatas motor trail milik pria berlobang pipi ini, dengan posisi menyamping karena ia masih memakai rok hitam stan ini. Dan tenang Anjani memakai helm kok hasil pinjaman kak Jefri dari salah satu temen nya yang tadi kebetulan lewat dengan helm nganggur di gantungan motor nya.

Anjani canggung sekali dengan keadaan seperti ini, tapi mau bagaimana lagi jika pun ia menunggu bis di halte tidak akan datang karena jam operasional nya telah habis, beruntung sekali ia ditawari tebengan oleh jelmaan dewa tampan ini.

"Fakultas kedokteran juga ya dek"

Jefri memulai percakapan setelah kebisuan yang menemani lebih dari sepuluh menit, kebetulan juga sedang lampu merah.

"Iya kak, kok kakak bisa tahu?"

"Prodi Ilmu kesehatan anak kan?"

"Iya, kok bisa tahu juga"

"Kan tadi di atas podium kamu yang ngomong"

"Lah kakak juga ada disana?"

Jefri mengangguk sebagai jawaban, lampu berubah menjadi hijau.

"Suara kamu bagus"

Anjani ngak kuat ingin terbang saja rasa nya.

"Ah enggak biasa aja"

Jefri hanya tersenyum, tapi Anjani tidak melihat nya. Motor trail Jefri melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota Jakarta yang seper duper macet namun kemacetan jalan kali itu membuat Jefri mengucapkan rasa terima kasih.

Sekitar dua puluh menitan sebelum azan Jefri dan Anjani sampai didepan pagar rumah Anjani, rumah dengan bangunan yang sangat sederhana namun memiliki kehangatan didalam nya lebih dari kata sederhana, di halaman teras di penuhi oleh tanaman hias di sekeliling nya.

Anjani turun membuka helm, memberikan nya ke tangan Jefri.

"Makasih ya kak dan maaf udah ngerepotin kakak" Ujar Anjani dengan perasaan tidak enak.

"Ngak papa santai aja"

"Nggak mau mampir dulu kak?" Tawar Anjani masa sudah diantarkan pulang tidak ada basa basi untuk sekedar menawari untuk singgah sebentar.

"Lain kali aja, udah mau azan juga"

Lain kali? Berarti bakal kesini lagi dong?

"Kakak pamit pulang dulu ya"

"Iya, hati-hati ya kak"

"Oh iya" Ucap Jefri sebelum memasang kembali helm nya membuat Anjani menaikkan alis nya.

"Lain kali saat ada game harus fokus biar nggak kena hukum, btw panggilan kakak lobang pipi itu manis juga, jangan kasih tau orang lain ya cukup kita aja yang tau"

Kemudian Jefri memasang kembali helm nya pamit pulang, meninggal kan Anjani yang mematung dengan semburan merah di pipi nya.

Kita? OMG jangan baper dulu.

_______




Ily

Kuliah [REVISI]Where stories live. Discover now