33. Ranca upas dan kata pisah.

5.2K 697 55
                                    

*hati-hati bosan. Part kali ini sangat panjang.
Selamat membaca.

"Na gue nebeng pulang ya?"

Narendra yang sedang asik dengan ponsel beralih menatap Anjani yang berdiri disamping nya sambil mengedip-ngedip kan mata.

"Mata lo kenapa, kelilipan?"

Anjani cemberut padahal itu tadi adalah strategi nya agar di beri tumpangan.

"Anterin gue pulang ya? Nanti gue traktir seblak jeletot depan komplek"

"Siap. Ayo jalan"

Senyuman Anjani terbit, emang dasar anak kostan harus disogok makanan dulu. Mereka berdua berjalan menuju parkiran, Narendra memberikan Anjani helm cadangan milik nya. Setalah itu mareka naik keatas Vespa kuning kemudian melaju meninggalkan parkiran.

"Emang bang Jefri kemana?"

Mumpung lampu merah Narendra bertanya. Anjani memajukan sedikit tempat duduknya karena tidak mendengar jelas suara Narendra.

"Apa Na?"

"Emang bang Jefri kemana? Biasa nya lo pulang sama dia" ulang Narendra bertanya.

"Kak Jefri lagi ngurus sesuatu di prodi"

"Ngurus apaan?"

"Nggak tau gue"

Lampu merah berubah warna menjadi hijau. Vespa kembali melaju, sore ini seperti biasa jalanan Jakarta akan selalu macet di jam-jam pulang kerja.

Sedari tadi Narendra heran kenapa Anjani tidak ceria atau cerewet seperti biasa nya. Anjani banyak diam dan jika ditanya akan menjawab seadanya. Bahkan diatas motor kali ini tidak ada percakapan diantara mereka setalah di lampu merah tadi.

Narendra melirik Anjani dari kaca spion Vespa, wajah Anjani terlihat seperti sedang bingung dan berpikir, tidak tau apa yang sedang Anjani pikirkan.

Sesuai janjinya tadi Anjani mengajak Narendra untuk makan seblak jeletot depan komplek rumah nya. Setalah memesan dua porsi seblak mereka mengambil tempat duduk di dekat dinding.

Tidak menunggu waktu lama pesanan mereka datang. Wangi seblak dan warna nya sungguh sangat menggugah selera.

"Lo lagi mikirin apa sih Jani?"

Anjani dengan bibir yang sudah merah kerena kepedasan menoleh ke arah Narendra yang terlihat biasa saja. Anjani baru ingat jika Narendra juga keturunan Sunda jadi tidak heran ia terlihat biasa saja dengan makanan itu.

"Nggak mikirin apa-apa"

"Ngga usah bohong, wajah lo kelihatan lagi mikirin sesuatu" tunjuk Narendra ke wajah Anjani.

Anjani terkekeh kecil. "Apaan sih"

"Cerita aja sama gue, kaya sama siapa aja"

"Ya emang ngga ada yang mau di ceritain Nana"

"Bohong lu"

"Kok lo ngeselin sih?"

"Kan kan lo jadi sewot, pasti ada yang terjadi ni"

Anjani memilih diam tidak mengindahkan ucapan Narendra. Narendra akhirnya diam, karena ia yakin jika Anjani pasti akan bercerita dengan sendiri nya dengan sesuatu yang membebani pikiran nya sekarang.

Mangkok Narendra habis terlebih dahulu. Narendra tertawa melihat bibir Anjani yang memerah dan bulir keringat yang memenuhi jidat nya. Dengan inisiatif Narendra mangambil tisu dan mengelap jidat Anjani.

"Makasih Nana seyeng" ucap Anjani tersenyum.

"Pas gini aja baru lo lembut sama gue"

"Hehehe.."

Kuliah [REVISI]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu