Chapter 3 : Bloom

6.3K 1K 707
                                    

[Song : Troye Sivan - Bloom]

***

Perjalanan ini terasa sangat panjang. Obrolan yang sempat terlontar kini tergantikan oleh keheningan yang hangat. Jiae membeli banyak barang ketika telah memasuki wilayah Jeongseon dan langsung mampir ke sebuah toserba, membiarkan Jimin mengikutinya dari belakang sambil sesekali mendengarkan titah pria itu. Dia memasukkan dua daging kalengan, mi instan dan dua kotak besar susu rendah lemak ke dalam troli. Memilih beberapa sayuran segar, kentang⸺menyentuh dagu dengan jari telunjuk seraya berpikir lalu berbalik dan mendapati Jimin yang sedang sibuk melihat buah-buahan.

"Sir⸺" panggil Jiae, sukses membuat Jimin menoleh saat rungunya mendengar suara lembut itu. Dalam sekian detik satu alisnya telah menukik tinggi sebab teringat bahwa barusan Jiae kembali bersikap formal padanya.

Apa Jimin harus mengingatkan Jiae lebih dari tiga kali supaya wanita itu dapat mencatat permintaan khusus seorang Park Jimin di luar kepala? Jiae melipat bibirnya rapat-rapat selama beberapa sekon. "Jim, mau camilan yang mana?" tanya Jiae berusaha memberanikan diri untuk bersikap sedikit kurang ajar. Tapi daripada menganggap hal itu sebagai perlakuan tidak sopan, alih-alih Jimin malah menyungging salah satu sudut bibirnya seolah merasa puas.

"Terdengar lebih bagus. Jim. Panggilan sayang?"

"Ha?!" Jiae melotot kaget setelah mendengar pertanyaan pria itu. Panggilan sayang⸺apanya, oh fuck, percaya diri sekali, sih. Jiae menunjukkan cengiran aneh tapi sebuah gagasan mulai melintas di pikiran. Bagaimana jika dua daging kalengan di dalam troli ia lemparkan saja ke kepala Jimin supaya bosnya itu bisa tersadar telah mengatakan hal konyol macam apa beberapa detik lalu.

Dasar bos sinting. Narsis. Sok keren⸺tapi sialnya memang keren. "Jim, berengsek," kata wanita itu lirih saat tahu Jimin sibuk melihat-lihat buah lagi. Belah bibirnya menyingkap kecil tatkala maniknya mengamati gerak-gerik Jimin.

"Bagaimana? Melon ini lebih besar yang mana?"

"Apanya?"

"Melon, Jiae. Fokus!" Jimin berdecak selagi kedua tangannya mengangkat masing-masing satu buah melon dengan ukuran sedikit berbeda. "Lebih besar yang mana?"

Jimin ini konyol atau tolol, sih? Jiae tidak habis pikir kenapa pria ini bisa terlihat begitu keren ketika berada di kantor dan bisa terlihat sangat norak ketika memilih buah di toserba. "Kanan."

"Karena semua hal harus dimulai dari sebelah kanan?" tanya Jimin, menampilkan senyuman ganjil yang membuat Jiae ingin mendekat, mengambil alih melon di tangan Jimin lalu melemparkannya ke wajah pria itu.

"Terserah, Jim," ujar Jiae malas sampai akhirnya meninggalkan Jimin bersama dua buah melon di tangannya lalu mendengar teriakan dari sang empu sehingga beberapa pelanggan di sana melirik tak senang ke arah mereka. Jiae menoleh sesaat ketika merasakan beban troli yang ditariknya menjadi bertambah, melotot kaget begitu tahu dua buah melon tadi telah diletakkan ke dalam sana. "Jim?"

"Melonnya sedang diskon. Jadi sekalian saja."

Jiae melepaskan pegangannya pada troli, total mengubah posisi sehingga berhadapan dengan Jimin dan menyilangkan lengan di depan dada. "Kita tidak butuh dua buah melon. Ini namanya pemborosan."

"Bukan pemborosan! Ini lebih hemat. Karena sedang diskon dan lain waktu tidak akan mendapat diskon yang sama, bukan?"

Sekejap Jiae menganga lalu jari telunjuknya membuat gerakan menggulung di dekat pelipis, seolah meremehkan Jimin supaya pria itu mau berpikir sedikit lebih cerdas. "Membeli barang diskon akan lebih baik jika ada banyak orang. Masalahnya adalah⸺kita hanya berdua saja dan tidak akan mampu menghabiskan dua buah melon dalam satu hari."

Trapped by LoveWhere stories live. Discover now