Chapter 4 : Cigarettes

6.1K 924 90
                                    

[Song : Ariana Grande - Goodnight n Go]

***

Ini bukan makan malam pertama mereka. Sebelumnya Jimin pernah melakukan makan malam hanya berdua dengan Jiae, cukup sering malahan. Tapi entah mengapa, kali ini terasa berbeda. Mereka berdua; di tempat yang asing bagi Jimin. Namun meski terasa asing, Jimin tahu bahwa tempat ini lebih dari aman untuk dirinya yang sedang berusaha mencari tempat persembunyian.

Pria itu sempat beberapa kali melirik Jiae melalui celah kecil kelopak matanya yang sipit. Memandangi Jiae terasa sangat aneh baginya. Ada sesuatu yang rasanya menggelitik di hati. Cara Jiae menyantap makan malam dengan gerakan tangan yang anggun, pun sesekali menyelipkan surai panjangnya ke balik telinga karena dirasa mengganggu membuat Jimin betah mengamati.

"Saladnya mau lagi, Sir⸺eh, Jim?" Jiae bertanya gugup dan hanya melihat Jimin sekilas sembari tangannya sibuk menggunakan sepasang sumpit untuk mengapit irisan tipis daging sapi yang sudah dipanggang setengah matang.

Jimin menelan makanan di mulutnya terlebih dulu sebelum menjawab lewat gelengan. "Dagingnya," pinta pria itu seraya mengendikkan dagu sebagai isyarat. Jiae mengangguk mengerti lantas mengambil satu iris daging menggunakan sumpitnya, namun belum sempat meletakkan daging itu ke atas mangkuk sang lawan, Jimin justru sudah lebih dulu menyerang dengan mulutnya sehingga membuat Jiae terkesiap dari atas kursi.

Mereka bertemu pandang cukup lama (tentunya dengan suasana yang teramat bisu dan tegang) sampai akhirnya si pria memilih untuk melanjutkan makan demi memutus pandangan. "Apa kau sebegitu laparnya?" tanya Jiae, menyeringai tipis lalu beralih memandangi sumpit di tangannya.

Oh Tuhan! Jejak bibir Jimin tertinggal di ujung sumpit itu. Bibirnya yang tebal dan lembut, secara tidak langsung menyelimuti jejak bibir Jiae. Seperti berciuman tanpa sengaja! Jiae merasakan jantungnya berdebar sampai aliran darah mengalir menuju belah pipi dan menebarkan warna merah merona di sana.

"Aku memang kelaparan," kata Jimin. "Kau memasak terlalu lama," cibir pria itu kemudian, sengaja ingin membuat lawan bicaranya tersinggung.

Alih-alih berhasil, Jiae justru malah tersenyum lalu kembali menyantap makan malam dengan begitu tenang. Rasanya sudah lama sekali Jiae tidak merasa sehangat sekarang. Sejak Namjoon memutuskan hubungan mereka, Jiae tidak memeroleh kehangatan dari siapa pun. Bahkan Shin Wonho, mantan kekasihnya baru-baru ini tak mampu memercik kehangatan sedikit pun di hatinya.

Tapi Jimin berbeda. Jimin bisa membuatnya tersenyum diam-diam, menutup bibirnya yang melengkung manis di balik map cokelat lalu berlari pelan dengan sepatu bertumit 5 sentimeter untuk bersembunyi dan tersenyum sepuasnya di dalam salah satu ruangan di kantor.

"Omong-omong, terima kasih."

"Untuk?" tanya Jiae bingung hingga sepasang alisnya ikut terangkat penasaran. Pertanyaan itu membuat Jimin diam sejenak lalu menjilat bibir dalam waktu singkat.

"Terima kasih karena sudah baik padaku. Well, aku menumpang di sini, tapi begitu tidak tahu diri. Tidak membantu apa-apa dan selalu saja protes," kata pria itu mengakui, kontan membuat Jiae tertawa pelan. Sepasang bahunya mengendik seakan memberi jawaban 'tak masalah' kemudian tersenyum tipis. Mendapati respons santai tersebut, Jimin akhirnya bisa mengukir senyum kemudian meletakkan sumpitnya dahulu ke atas mangkuk, lekas menopang dagu dengan satu tangan.

"Aku hanya balas budi," ungkap Jiae lembut beriring menampilkan senyum tipis sedang Jimin segera menanggapi lewat anggukan cepat, mulai memandangi wajah Jiae lebih lekat lagi sehingga membuat lawan bicaranya merasa sedikit risi⸺nyaris gugup dan ingin cepat-cepat melenyapkan diri dari ruang makan yang tiba-tiba terasa sangat menyesakkan. "A-apa?"

Trapped by LoveWhere stories live. Discover now