Chapter 11 : Hope

4.3K 670 165
                                    

Apa yang pertama kali Jiae pikirkan saat melihat Jimin berdiri di halaman mansion adalah ingin segera menghambur dan menangis di pelukan pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa yang pertama kali Jiae pikirkan saat melihat Jimin berdiri di halaman mansion adalah ingin segera menghambur dan menangis di pelukan pria itu. Namun alih-alih merealisasikan hal tersebut, Jiae justru hanya membeku di atas pijakan sambil memandangi pria yang ia cinta. Jimin menangkap raut kuyu yang Jiae torehkan, tapi sepintas lalu wanita itu tersenyum kecil⸺merasa lega tatkala melihat yang ia harap telah menjemput.

Keduanya berpandangan cukup lama sambil menatap kedalaman mata satu sama lain, sampai akhirnya Jimin memutuskan untuk meniti anak tangga yang memisahkan mereka. Ketika Jimin telah berhasil menyejajarkan posisinya dengan Jiae, pria itu lekas menyorot dalam serta merta menyelami perasaan wanita itu melalui pancaran sedih di matanya. Jimin memberanikan diri mengulurkan tangan menuju wajah wanita di hadapannya, menangkup belah pipi Jiae dengan tangannya yang dingin namun sukses membuat wajah Jiae menghangat karena sentuhannya.

Jiae menurunkan pandangannya pelan-pelan demi menghindari tatapan Jimin. Sesungguhnya dia tidak ingin menampilkan raut wajahnya yang kacau, namun tatapan pria itu semakin melemahkan pertahanannya.

"Semuanya akan baik-baik saja." Jimin memahami perasaan Jiae sekalipun wanita itu belum menceritakan sedikitpun permasalahan yang sedang ia alami. Sebagai seorang pria, ia hanya bisa menanti keputusan apakah Jiae bersedia untuk menceritakan masalahnya atau tidak. Jimin tersenyum kecil ketika mendapati Jiae memejam nyaman sambil memeluk punggung tangannya yang kini menangkup pipi wanita itu.

"Ya." Jiae berujar lembut nyaris seperti mengudarakan bisikan. Jimin memandang lekat selama hampir semenit sebelum akhirnya memutuskan untuk merengkuh tubuh ramping di hadapannya sambil menghela napas dalam. Jiae sempat merasa terkejut ketika mendapat perlakuan tersebut, kelopak matanya tersingkap secepat kilat akan tetapi perlahan-lahan hatinya mulai menghangat.

"Mau mencari udara segar denganku, Ji?" tawar pria itu ketika merasakan kepala Jiae bergerak di bahunya untuk mencari kenyamanan. Jiae tersenyum kecil sambil memejam. Bagi Jiae, Jimin adalah udara yang paling segar saat ini. Jimin adalah penyejuk hatinya. Jiae berniat mengutarakan gagasan tersebut, tapi dalam beberapa detik kemudian pikirannya berubah. Dia harus berhenti bersikap terlalu frontal karena hal itu bisa saja mengganggu kenyamanan Jimin. Dia harus menekan perasaannya agar bisa bersikap bijaksana.

....

"Kau tak tidur?"

Jihwan tersentak kaget ketika suara familier itu tertangkap rungu. Raut wajah lelah terpancar di wajahnya dan begitu kesadarannya telah kembali, wanita itu beringsut dari posisi duduknya. Setengah jam lamanya, televisi menyala dalam keadaan diabaikan, otomatis membuat prianya bergegas mengambil tempat duduk di sisi kanan yang masih sangat luas. Dalam waktu sekian detik kemudian, Jungkook merasakan kepala kekasihnya itu bersandar di lengannya, membuatnya memahami bahwa wanita itu sedang mengharapkan perhatian darinya.

Jungkook mengangkat lengannya, menempatkan kepala Jihwan ke dada bidangnya lalu memberikan satu bir kalengan yang ia bawa pada Jihwan. Alih-alih menerima tawaran dari pria itu, Jihwan justru malah menggeleng malas kemudian memejam sambil membenamkan wajahnya di dada sang kekasih. Jihwan tak perlu bicara terus terang mengenai perasaannya saat ini, sebab Jungkook tahu segalanya. Jungkook tahu apa saja yang sedang dipikirkan sang kekasih.

Trapped by LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang