Chapter 7 : Anxious

5.1K 788 128
                                    

[Song : Taeyeon - Fine]

Masih ada yang melek nggak nih? 🌚
Jangan lupa vote dan komen ya 😄 dan kasih aku satu alasan kenapa masih bertahan baca cerita ini di saat cerita tentang Jimin mungkin ada yang lebih menarik di lokasi lain 🤭 and happy reading babe's! 💜

***

Menjadi lebih pendiam adalah senjata paling ampuh yang dapat menguatkan Jiae. Ia terlampau sering menyimpan rasa sedihnya sendiri semenjak beranjak dewasa. Bahkan Jihwan tidak pernah mampu mengetuk sisi keras hati Jiae sejak hubungan keduanya semakin memburuk. Beragam pengalaman pahit yang telah menghampiri hidupnya menyebabkan sikap Jiae semakin tertutup pada setiap orang terdekat yang ia anggap asing.

Sesampainya di mansion, Jiae sempat berpapasan dengan Jungkook dan Jihwan di teras mansion. Ia melewati undakan menuju pintu utama dengan sirat murung dan tak acuh pada kedua presensi di depannya. Jangan kan menatap, melirik saja enggan. Yang Jiae butuhkan saat ini hanyalah sebuah ruangan nyaman untuk menampung keluh kesah serta tangisan kecewanya. Tapi sayangnya Jungkook tidak membiarkan ia pergi begitu saja dan langsung berbicara dengan nada sepenuhnya menyindir.

"Hei, bisa-bisanya kau kembali tanpa mengucapkan apa pun pada kakakmu," tegur Jungkook, berusaha memperingatkan sikap kurang ajar Jiae terhadap Jihwan. "Kau tidak tahu seberapa besar rasa khawatir Jihwan padamu."

Jiae merotasikan bola matanya sesaat dan menjawab lebih ketus. "Diamlah, Jungkook. Kau tidak memiliki hak untuk mengaturku. Kau bahkan bukan siapa-siapa." Jiae berbalik untuk memberikan senyuman mengejek ke arah pria itu kemudian menyilang lengan di depan dada sambil menorehkan sikap arogan. "Yah, paling tidak kau masih punya tempat istimewa di hati wanita dungu di sampingmu. Sebagai pacar yang bisa menghangatkan ranjang dan memeluk setiap kali wanitamu merasa ketakutan." Mendengar kalimat kasar tersebut terlontar dari ketajaman lidah Jiae, api kemarahan di kepala Jungkook mendadak tersulut dan dalam sekejap kedua tangannya telah mengepal kuat.

"Beraninya kau⸺," Jungkook menahan diri agar tak mengumpati Jiae, kemudian memejam sejenak begitu merasakan sentuhan lembut tangan Jihwan menghampiri lengannya. Sentuhan jemari Jihwan membuat amarah di kepalanya mencair secara perlahan, mengundang tatapan sengit dari Jiae. Jungkook muak memandang wajah masam Jiae, namun ia tidak bisa membiarkan wanita itu bersikap seenaknya terhadap Jihwan. "Jaga bicaramu, Jiae. Jika kau saja tidak bisa menghormati kakakmu, lalu bagaimana kau akan menghormati orang lain?"

"Wow! Kau bicara seolah kau seorang filsuf sejati, Tuan. Aku merasa ingin muntah. Kalian pasangan yang serasi," kata wanita itu sambil bertepuk tangan untuk menunjukkan kesan mengejek sambil menyungging satu sudut bibirnya, mencela lewat senyuman. Kali ini, Jihwan dapat merasakan kata-kata itu membakar dan menyakiti hatinya. Jungkook bersikap antusias seperti hendak menghancurkan Jiae, akan tetapi sekali lagi Jihwan menahan pria itu agar sesegera mungkin meredam kemarahan sebab ia meyakini bahwa kekerasan tidak akan memperbaiki situasi kacau di antara mereka. "Kau memilih pasangan yang tepat untukmu, Kakak," ujar Jiae sambil menekankan kata 'kakak' dan terdengar sangat terpaksa. Nada sindiran tak luput dari setiap rangkai katanya, tapi Jihwan masih terlihat sabar di tengah-tengah suasana tak menyenangkan itu.

"Masuklah, kau pasti sangat lelah. Jangan lupa minum vitamin." Jihwan berujar hangat sambil menampilkan senyuman kecil yang dibalas lambaian tangan tak bersahabat dari Jiae. Berikutnya, suara ketukan high heels menggema meninggalkan teras mansion dan Jungkook hanya bisa mendengus tak sabaran setelahnya merasakan ketegangan Jihwan berkurang ketika jari-jemari lentik itu tak lagi berada di lengan kerasnya.

"Kau terlalu memanjakannya Hwanie. Dia bersikap sangat tidak pantas."

Jihwan hanya menanggapi dengan kedua bahu terangkat. "Aku suka melihat ia tumbuh dan menjadi pribadi yang keras."

Trapped by LoveWhere stories live. Discover now