17

318 31 2
                                    

Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa mengubah masa depan dengan pilihan-pilihan yang benar hari ini

***

Superheroku

Ia terkekeh ketika membaca dalam hati tulisan dari luar amplop yang diberi oleh Bi Inah tersebut. Doni membuka amlop yang masih tersegel tersebut.

Ada banyak sebuah kertas terlipat didalamnya, ia menuju belakang rumahnya. Di depan kolam renang miliknya ada sebuah kursi dan meja. Ia duduk disana.

Terhitung ada 12 kertas yang terlipat rapi di dalam amplop tersebut. Setiap lipatan selalu ada nomornya dari 1 sampai 12.

Sebuah tulisan ceker ayam terlihat di lipatan kertas yang pertama ia buka.

Namaku Athala, aku sekarang sudah bisa menulis. Athala sayang sama papa sama mama.

Doni melipatnya kemudian membuka yang kedua, masih tulisan ceker ayam yang didapatinya.

Hari ini aku ulang tahun. Aku ingin tiup lilin dengan papa sama mama. Athala ingin potong kue. Tapi papa gak pernah pulang. Mama selalu sibuk. Bi inah gak mengerti ulang tahun.

Lipatan nomor 3 ini tak seburuk yang ia dapat sebelumnya, tulisannya lebih rapi.

Kenapa papa gak pernah pulang. Kenapa mama selalu sibuk. Athala ingin dipeluk papa. Kemarin temanku cerita kata dia kalau gak bisa tidur ada papa yang selalu menceritakan sebuah dongeng, tapi kenapa Bi Inah yang selalu baca in dongeng buat Athala. Papa selalu pergi ketika Athala pegang tangannya. Kak Ravel selalu pegangin tangan Athala juga kalau papa ninggalin Athala.

Doni menghela nafas pelan, untuk apa ia peduli dengan Athala. Tapi tangannya memegang sebuah lipatan kertas bertuliskan 4.

Papa sayang gak sama Athala? Kenapa papa gak mau gendong Athala. Kenapa papa selalu pergi saat Athala ngejar papa. Kenapa gak mau berhenti, Athala pengen dipeluk papa. Athala sayang sama papa.

Entah kenapa Doni merasakan matanya berkaca-kaca. Ia meneruskan membaca nomor 5.

Setiap malam Athala selalu bilang sama papa selamat malam tapi papa gak pernah jawab. Kata Bi Inah dan kak Ravel papa lagi capek. Masa setiap hari capek sih. Athala kan ingin dijemput kayak teman-teman sama papanya bukan sama pak surya. Athala ingin dipeluk papa. Pokoknya Athala sayang sama papa!.

Doni menghela nafas kasar. Ia membuka kertas nomor 6. Tulisan ini lebih bagus dari sebelum-sebelumnya jauh dari kata jelek.

Papa benci sama Athala? Athala gak suka papa jahat sama mama. Athala benci papa kalau jahat sama mama. Athala masih tunggu kok kapan Papa mau peluk Athala. Kapan papa mau berhenti ketika Athala menangis ingin papa gak pergi. Athala masih ucapin selamat malam sebelum tidur. Kata Bi Inah papa adalah superhero Athala.

Tak terasa air mata Doni menetes, ia menghapusnya. Beralih ke lipatan kertas nomor 7.

Papa gak pernah mau berhenti ketika Athala nangis gak ingin papa pergi. Athala hanya ingin dipeluk. Hanya ingin papa menjawab setiap pertanyaan Athala.

Tulisan ini bisa disimpulkan dari gaya bahasanya Athala sudah menginjak dewasa.

Ia membuka nomor 8 tulisan ini sedikit baku.

Apapun keadaannya Athala sangat menyayangi papa. Kata Bi Inah bila papa tak menyayangi Athala, Athala harus tetap menyayangi papa. Papa lebih dari apapun. Meski papa sibuk tapi Athala yakin suatu hari jika papa tidak sibuk. Athala yakin bahwa papa akan memeluk Athala dan membacakan dongeng untukku.

Air mata Doni kembali menetes. Surat ke 9 telah terbuka.

Hari ini Athala ulang tahun ke 13 tahun. Athala ingin tiup lilin dengan papa cuma ini harapan Athala. Athala ingin makan se meja makan dengan papa dan mama. Kenapa papa selalu acuhin Athala. Setiap malam Athala nangis kalau papa acuhin Athala terus-terusan. Athala salah apa sama papa?

Doni menghela nafas pelan, ia membuka surat ke 10. Tulisan ini sudah dibilang sangat dewasa.

Kapan papa sayang sama Athala. Athala ingin seperti teman yang lain yang mempunyai papa yang selalu merhatiin Athala. Yang selalu buat Athala bahagia. Athala gak butuh apapun kok, Athala hanya ingin merasakan rasa kasih sayang yang diberikan oleh papa. Salah ya pa aku minta seperti ini.

Air mata Doni kembali menetes. Masih ada dua surat.

Pa ... Athala hari ini ulang tahun ke 15 tahun. Athala sudah besar pa. Apa salah yang Athala perbuat?

Tulisan ke 11 itu sangatlah pendek. Ia membuka tulisan yang terakhir.

Inilah saya, Athala. Saya tak berharap anda membaca tulisan ini karena tulisan ini telah saya buang jauh. Jika anda bertanya apakah saya masih menyayangi seorang papa? Jawabannya iya! Saya masih menyayanginya seperti saya menyayangi Tuhan tapi mohon maaf saya tidak mengemis lagi. Saya adalah seorang gadis miris yang selama bertahun-tahun lamanya telah mengemis perhatian dan kasih sayang dari seorang yang kusebut superhero. Papa yang selalu memberi tatapan meneduhkan. Mana papa yang tak pernah memberi tatapan tajam? Apa seperti itu sebuah kasih sayang? Apa salah yang telah saya perbuat, itulah yang tertanam didalam benak saya. Bahkan anda sama sekali tidak peduli dengan saya. Seorang papa yang selalu saya harapkan untuk memeluk saya. Yang selalu mendukung saya. Yang selalu tersenyum kepada saya. Jangankan untuk tersenyum sekadar menatap saya seakan enggan. Saya hanya berpesan tidak apa sakiti saya sekuat anda mampu tapi please! Jangan untuk mama saya, saya tak tega! Hanya dia yang saya miliki hanya dia alasan saya untuk masih hidup. Mama telah membesarkan saya menjadi mama sekaligus papa untuk saya. Terima kasih sudah mengajarkan saya apa arti dari sebuah perjuangan. Iya perjuangan untuk sekadar mendapatkan kasih sayang yang mimpi untuk terbalaskan.

Mata Doni memanas membaca tulisan tersebut. Tulisan yang sangat  baku yang diketahui belum terlalu lama ditulis karena putrinya baru-baru ini berbicara menggunakan kata 'saya' seperti berbicara dengan orang asing.

***

Athala mencari kesekeliling rumahnya mencari Doni. "Papa mana?" tanya Athala kepada Shera.

"Sudah berangkat." jawab Shera.

Athala menghela nafas pelan.

Ia menatap semua orang yang berada di koridor tanpa pandangan menunduk. Athala membiarkan semua orang yang berbisik-bisik tentangnya, Athala sama sekali tak peduli, baginya omongan setiap orang adalah sebuah omong kosong! Jangan pernah dengarkan itu karena itu hanya sebuah omong kosong.

Athala berpapasan dengan Nara yang berlawanan arah dengannya. Dengan sengaja Nara menabrak bahunya, Athala hanya terdiam.

Nara menoleh mendapati punggung Athala yang menjauh. Ia menggerutu kesal kenapa Athala tak marah. Nara mengingat sesuatu bahwa Athala bukanlah Eve atau dirinya yang suka keributan.

"Hai Athala..." Athala menatap Jasmine teman satu kelasnya yang duduk di tempat duduknya.

"Gue boleh jadi teman lo gak?"

Athala menatap Jasmine." Buat apa?" tanya Athala.

"Lo biar bisa cerita sama gue soal permasalahan lo sama teman-teman lo itu! Gue siap sedia kok."

"Itu bukan arti pertemanan bagi gue." jawab Athala memalingkan wajah.

"Dan gue gak butuh teman." lanjut Athala yang terdengar ditelinga Eve.

"Apa lo bilang! Gak butuh teman? Emang siapa yang mau temenan sama lo!" seru Eve seketika berdiri.

"Buat apa punya teman kalau bisanya cuma menghakimi tanpa tahu pastinya." ketus Athala langsung keluar kelas.





Tbc°

Mari tekan tombol bintangnya 💛
Baca terus ya...
Gimana part ini! Krisarnya ya 💛

Tentang Athala [PROSES REVISI] Where stories live. Discover now