26

267 23 7
                                    

Tengoklah kebelakang siapa yang bersamamu saat rapuh, berterima kasihlah dan jadilah dirimu sendiri

***

Athala menatap manik mata seseorang, sorot matanya tajam tapi baginya itu dalam dan meneduhkan.

Hanya sedetik matanya bertemu kemudian sudah saling membelakangi satu sama lain.

Athala menoleh kebelakang dengan hati-hati. Debus! Ternyata Alvonda juga telah menoleh kebelakang untuk melihat dirinya, refleks Athala langsung menghadap depan dan berjalan cepat.

Ia merutuki matanya, untuk apa masih peduli. Sungguh Athala butuh kejelasan, ia masih kepo soal tulisan yang belum tuntas kemarin.

Untuk apa meminta penjelasan untuk sesuatu yang sudah basi? Come on Athala!

Dirinya menetap disetiap lamunannya.

Eve menyenggol Athala yang sedang melamun di dalam perpustakaan.

"Katanya mau ke perpustakaan, jadi jika diperpustakaan kita itu melamun ya?"

Athala tersenyum tipis. Ia menatap kalung yang dipakai Eve. Ia siap jika suatu hari nanti Eve bakalan tahu apa yang sebenarnya.

Athala kembali termenung. Siapa yang diperjuangkan oleh Alvonda. Saat di jembatan Alvonda bilang tidak ada perempuan lain, atau selingkuh, apa ini yang namanya munafik?

"Setelah kemarin gue dikasih kalung kenapa kak Alvonda sama sekali gak ngabarin gue?"

Athala menatap Eve. "Mungkin dia lagi sibuk. Kan ini kelas 12 waktunya sibuk. Kunci utama lo harus dukung apapun kegiatan dia, beri dia semangat, kalian harus sama-sama dukung pilihan satu sama lain."

Entah kenapa Athala berbicara seperti ini. "Dapat kata-kata dari mana lo." ucap Eve sambil terkekeh.

Athala menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pokoknya lo percaya aja sama dia, tetap berada dibelakangnya dan yang terpenting jangan berburuk sangka sama dia." ucap Athala kembali.

"Gue udah kenal dia." ucapnya dalam hati memandang wajah Eve.

***

Saat sudah dirumah, Eve tiba-tiba memasuki kamarnya dan menangis.

"Kenapa?" tanya Athala.

"Kak Alvonda bener-bener kasar sama gue! Gue cuma samperin dia. Kalau dia lagi emosi sama orang lain jangan dilampiasin ke gue dong." ucap Eve sambil menangis.

Athala menghela nafas pelan, "Lo tunggu disini." ucap Athala.

Athala melaju, kemudian ia menepikan mobilnya. Untuk apa ia mendatangi Alvonda. Ia menginjak gasnya kembali.

Athala mengetuk pintu rumah yang diyakini rumah Alvonda.

Ia menoleh saat terlihat sebuah mobil memasuki rumah Alvonda, tangannya menggantung di udara.

Ia terdiam saat melihat Alvonda yang keluar dari dalam mobil itu. Terlihat Alvonda membuka pintu sebelahnya.

Tangannya turun seketika saat munculah seorang perempuan berwajah bule, memiliki wajah lonjong dan rambut yang berwarna cream.

Athala masih menatapnya sampai mereka sampai dihadapannya.

"Ada apa, Athala?" Tanya Alvonda dihadapan Athala.

Athala tersadar dari lamunannya, ia menatap Alvonda.

"Kenalin ini teman aku yang ada di New York. Namanya Jeane."

Athala menggelengkan lemah kepalanya.

"Dia bisa bahasa Indonesia kok." lanjut Alvonda.

Athala menatap Alvonda tak mengerti, ia menghela nafas pelan. "Saya mau bicara berdua." ucapnya menatap perempuan yang dikata bernama Jeane.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang