37

217 16 9
                                    

Jika ada yang bertanya tentang bahagia, aku hanya perlu melihatnya.

***

"Eve mana?" tanya Athala ketika membuka matanya setelah sadarkan diri.

Athala menatap Shera dan Doni yang berada di sebelah kanannya.

"Eve mana Ma?" ulang Athala.

Shera terlihat acuh tak acuh atas Eve. Shera sungguh murka atas perbuatan Eve, anak semata wayangnya hendak dihabisi dengan keji.

"Sudah, sekarang kamu istirahat. Kondisi kamu belum stabil," ucap Shera yang kemudian mencium kening Athala.

"Gue udah jeblosin ke penjara, tenang aja," sahut Ravel.

Athala menoleh menatap Ravel yang berada di sebelah kirinya.

"Apa hak lo," ketus Athala.

"Gue sebagai saksi atas pembunuhan Eve, dan dia berhak dapat itu—."

"Apa hak lo," ulang Athala menegakkan tubuhnya.

Ravel terdiam.

"Cabut tuntutan itu," lanjut Athala.

"Athala, lo mau dibunuh sama dia, dia itu—."

"Gue bilang cabut ya cabut!" seru Athala.

"Sekalipun lo itu saksinya, lo gak punya hak!" lanjut Athala.

"Athala," ucap Shera mengusap bahunya.

Doni hanya terdiam, ini salahnya, kesalahan besar yang ia lakukan di masalalu yang membuat semua tak karuan. Kedua putrinya bertengkar sampai hebat yang berujung nyawa.

Athala mencabut paksa infusnya.

"Athala, kondisi kamu masih belum stabil!" ujar Shera geram dengan sikap keras kepala Athala.

"Kamu mau kemana!"

"Kantor polisi," singkat Athala.

Ravel menarik tangan Athala pelan, "Dengerin, dia berhak dapat itu, semua gak adil buat lo Thal!" ujar Ravel.

Athala menghempas tangan Ravel. Tangannya ia lipat di dada.

"Tau apa soal hidup gue, yang ngerasain gue, lo bukan siapa-siapa yang berhak ikut campur pribadi gue!" ucap Athala yang langsung berlalu dengan menabrak bahu Ravel.

Doni dan Shera menyusul Athala yang juga diikuti Ravel, mereka melihat Athala menaiki taxi, mereka menyusulnya dengan mobil mengikuti taxi tersebut.

Ravel memukul stir kencang, Athala benar-benar sudah berbeda, Athala sangat membencinnya, ia merutuki mulutnya karena pernah mengatai yang mungkin membuat Athala sakit hati karena ucapannya.

Dengan pakaian khas orang dirawat tanpa memakai alas kaki, Athala memasuki kantor polisi.

"Pak, saya adalah seorang korban atas kasus pembunuhan saudara Eve, saya minta dia bebas!" ucap Athala.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Where stories live. Discover now