68

187 16 18
                                    

Gak mungkin ada kebahagiaan saat kita merusak kebahagiaan yang lain.

****

"Saya dimana," ujarnya lirih dengan menatap sekeliling.

Ia rasa, tak asing akan tempat ini. Dan sampai ia melihat sebuah foto, yang membuatnya tahu dimana sekarang.

Athala tersenyum, Ravel masih tetap menyimpan fotonya di kamarnya, dia meneteskan air mata, entah kenapa ia sangat merasa bersalah kepada Ravel atas apa yang terjadi. Selama ini Ravel baik, bahkan selalu ada untuk dirinya dan kenapa ia tak bisa mencintai pria baik ini.

Mengingat kemarin malam, membuat gadis ini kembali terisak, ini sudahlah pilihan yang tepat.

"Athala, lo udah sadar?" Sontak Athala menoleh, mendapati Ravel.

"Apa yang terjadi?" ujar Athala.

"Kemarin lo pingsan, sebenarnya gue mau bawa lo ke rumah sakit, tapi gue lagi gak bawa uang, maaf ya gue jadi bawa lo ke rumah gue."

Athala menatap Ravel, ia tahu Ravel kini lebih hati-hati dengan perbuatan dan ucapan jika dengan dirinya.

Athala tersenyum tipis, membuatnya ikut tersenyum, karena Athala tidak marah dan lainnya.

"Makasih," ujar tulus Athala.

"Dan untuk baju lo, maaf Mama gue yang gantiin, karena lo sempet juga demam, maaf ya." Gadis ini kembali mengangguk dengan tersenyum.

Terlihat Maya masuk kamar dengan nampan di tangannya.

"Terima kasih, Tante," ujarnya tulus.

"Kamu kayak sama siapa aja," ujar Maya, Mami Ravel.

"Sekarang kamu makan dulu," lanjut Maya.

"Tidak usah, Athala mau pulang saja, pasti Mama sudah khawatir," tolak Athala.

"Ya udah, gue anterin—"

"Gak usah," tolak Athala kembali.

"Lo masih lemes, gak mungkin tega gue biarin lo pulang sendiri."

"Ya sudah, kalau maksa," sahut Athala kemudian menuruni ranjang.

"Oke, lo tunggu disini bentar," ujar Ravel.

Athala menghela nafas pelan, gadis ini menerawang segala sudut kamar Ravel, yang dulu waktu kecil pernah ia datangi, hanya untuk mengerjakan tugas bersama.

Ia mengernyit, gadis ini mengambil sebuah foto tak berbingkai, berada di tepi kaki kasur, mungkin tak sengaja terjatuh.

Athala menajamkan penglihatannya saat terlihat itu foto perempuan, ia kembali menutup mulutnya ketika tahu itu foto siapa, sedetik kemudian Athala menyembunyikan foto itu di belakang tubuhnya, karena Ravel datang.

"Gue udah manasin mobil, jadi—"

"Kenapa naik mobil?" tanya Athala.

"Mau naik motor?"

"Gue mau jalan kaki," ujar Athala saat sudah di depan rumah Ravel.

"Lah, lo gila ya, jauh Athala! keburu pingsan lagi nanti," ujar Ravel sambil berdecak.

"Gue mau jalan," ujar Athala, tanpa bisa menjawab Ravel mengiyakan permintaan Athala, ia tak peduli jika meregang nyawanya dijalan karena hal ini.

"Kak Ravel, maaf ya selama ini kalau Athala salah," ujar tulus Athala tanpa menatap Ravel.

"Kok ngomong gitu?" tanya Ravel, ia menghentikan langkah.

"Ini pagi apa sore?" tanya Athala.

"Siang—"

Tentang Athala [PROSES REVISI] Where stories live. Discover now