36

228 18 3
                                    

Jangan samakan aku dengan hujan, sekalipun aku jatuh, butuh waktu lama sampai  aku kembali kepada langit

***

"New York."

Athala yang sedang berada diambang pintu kamarnya menoleh kepada seseorang yang tempatnya tak jauh darinya.

Eve yang sedang memakai sepatu di depan kamarnya dan Athala yang telah mendengarkan sepenggal ucapan di voice note, yang Athala sendiri tahu itu suara milik siapa.

Dengan menghela nafas kasar, gadis ini melanjutkan langkah kakinya masuk kamarnya, menutup pintu kamarnya perlahan. Tubuhnya luruh dibalik pintu.

"Rasa itu sudah mati!"

"Rasa itu sudah mati!"

"Rasa itu sudah mati!"

Ucapan yang telah terlontar dari mulutnya tergiang dalam fikirannya.

Athala menjambak rambutnya frustasi. Buru-buru ia berdiri dan mencari tas sekolahnya. Mengambil sebuah surat yang diberikan Alvonda, dan ia juga telah memegang boneka berwarna abu-abu.

Gadis ini membohongi Alvonda bahwa ia telah membuang suratnya. Ia hanya tak mau Alvonda terus bersamanya.

Hati : "Bukankah kamu ingin dia tetap tinggal?"

Dengan lincah ia mengeluarkan kertas yang berada di dalam amplop tersebut.

Benar katamu, takkan pernah usai.
Aku percaya akan hal itu, apa yang sedang kamu rasakan sekarang ketika aku akan kembali meninggalkanmu? Aku memang brengsek yang meninggalkanmu untuk kedua kalinya.

"Memang berengsek," ucap Athala tak meneruskan membaca tulisan yang masih tersisa.

Gadis ini sudah sangat muak dengan semuanya. New York, tertancap dalam pikirannya kali ini, ia berjalan menuju meja belajarnya dan memutar lagu di musix box.

Mengalun lagu favoritnya, Amin Paling Serius milik Nadin Amizah feat Sal Priadi.

Athala mengambil sebuah kertas berwarna putih yang bertumpuk dipojok meja beserta bolpoin hitam.

Dulu kau bertanya akan definisi rumah, katamu aku rumahmu, kemanapun engkau pergi, sejauh apapun itu, kau akan kembali kerumah.

Aku selalu tersenyum ketika memandangmu, tetapi di dalam hatiku berkata. Inilah seseorang yang dulu selalu keperjuangkan dengan segenap jiwaku, dan kini sang waktu telah jauh meninggalkan kita. Kini kau bukan lagi milikku.

Ajari aku merelakan tanpa membenci, beri tahu aku bahwa ini nyata, beri tahu aku bahwa semua memang sudah usai, tampar fikiranku atas bayangan keindahan kisah, kisah yang telah usai. Ajari aku untuk tidak pernah menyalahkan sebuah takdir

-sebuah bulan sempurna

Athala menopangkan kepalanya di kedua tangannya yang menekuk, ujung matanya mengeluarkan air yang langsung membasahi kertas berisi tulisan tersebut.

Athala mendongak, melipatnya dan memasukkan kertas tersebut di dalam surat.

From : Sebuah Bulan Sempurna.

Tulisan bagian depan depan surat.

Kenapa sungguh berat berpegang pada prinsipnya, yaitu menganggap masalalu itu sebuah arsip! Arsip masih disimpan kan? Iya memang tapi Athala tak akan membuka nya apalagi kembali.

Berdamai dengan masalalu bukan berarti kita harus kembali.

Tangannya terulur mengambil beberapa kelopak mawar putih didalam gelas yang berjatuhan dan sudah berwarna kecoklatan.

Tentang Athala [PROSES REVISI] Where stories live. Discover now