17 ||TEROR

10.2K 2.4K 59
                                    

Hawa panas nan tegang menyelimuti SMA Cakrawala. Siswa yang telat kini berdiri di tengah-tengah lapangan mendengarkan pencerahan dari Lukas yang terdengar menyakitkan.

"Kalian sekolah masih pakai duit orang tua. Mau jadi apa kalau kalian terus-terusan telat seperti ini? Gelandangan?"

Ucapan Lukas yang pedas itu membuat para siswa yang telat meneguk ludahnya susah-susah. Tak ada yang berani menjawab pertanyaan Ketua Osis baru itu.

"Mumpung saya lagi baik hati. Kalian hanya akan mendapat hukuman yang bisa membuat kalian masuk ke surga."

Seluruh siswa yang telat kini memasang telinga baik-baik. Berharap Lukas memberikan hukuman yang ringan-ringan saja.

"Turuti perintah semua guru hari ini. Anggap saja kalian menjadi asisten dadakan." Seru Lukas.

Baik hati apanya!

Mereka yang telat kini mendesah kecewa. Jika boleh memilih, mereka lebih baik dihukum hormat bendera selama dua jam pelajaran daripada harus menuruti semua perintah guru yang jumlahnya banyak di SMA Cakrawala.

"DENGAR TIDAK?" Seru Lukas lantang.

"Dengar." Jawab mereka lembek.

"LEMBEK BANGET? BANCI?"

Manasati!

"DENGER." Jawab mereka panas.

Lukas terlihat puas lalu kembali memasuki gedung sekolah. Seragamnya yang selalu rapi dan licin terlihat semakin membuatnya mempesona. Rambut yang biasanya berantakan, kini tersisir begitu rapi hingga membuat beberapa cewek-cewek alay gemas ingin mencakar wajah Lukas yang kelewat tampan.

Hana yang berada di depan kelas kini terkikik geli. Baru beberapa hari menjabat sebagai Ketua Osis, Lukas sudah mendapatkan sepuluh mangsa. Hana mengedarkan pandangannya melihat para siswa yang terkena sial di pagi hari yang terlihat sedang kelimpungan. Ada yang disuruh membawa setumpuk buku dengan ketinggian nyaris sampai kepala, ada juga yang disuruh membelikan makanan di kantin, ada juga yang disuruh memijat guru. Dan masih banyak lainnya perintah-perintah aneh.

Hana menggelengkan kepalanya, "Dasar Jodohku."

                                 ㊙

Lukas memasuki rumahnya dengan wajah lelah. Hari ini banyak kegiatan OSIS yang harus diurusi setelah pulang sekolah hingga membuatnya terlambat pulang. Pandangannya tertuju ke ruang tamu yang menampakkan dua orang perempuan yang sedang berbincang-bincang. Itu mamanya dan-

Clara

Lukas mengacuhkan keberadaan mereka berdua. Ia berjalan ke arah tangga yang menghubungkan dengan lantai kamarnya.

"Lukas." Panggilan dari mamanya membuat Lukas mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga. Tatapannya beralih ke arah mamanya.

"Iya, ma?" Jawab Lukas.

"Sini dulu, nak. Ada Clara nih pengen ketemu kamu." Ujar Ranti lalu tersenyum ke arah Lukas. Lukas memandang Clara yang juga tersenyum ke arahnya. Mata tajamnya menyorot tak minat.

"Lukas capek, ma. Mau tidur dulu. Maaf, ya." Ujar Lukas kemudian. Ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda tanpa mau membalas senyuman Clara.

Tangan Clara mengepal, tatapannya masih tertuju kearah Lukas. Dadanya bergemuruh marah saat laki-laki yang disukainya tidak mau meresponnya.

Awas aja lo Lukas. Liat yang bakal gue lakuin buat dapetin lo nanti.

                               ****

Hana menggerakkan kakinya bosan. Sofa tak bersalah itu ia tendangi dengan kesal. Merasa bosan berlama-lama di rumah. Tatapannya tertuju ke arah televisi yang menampilkan sinetron yang membuatnya bosan. Tangannya meraup banyak camilan lalu ia jejalkan ke mulutnya hingga penuh. Rumahnya terasa sepi sunyi tanpa kehadiran Bi Sarmi. Wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya itu tengah pergi berbelanja ke supermarket. Dirinya menyesal telah menolak ajakan Bi Sarmi untuk ikut dengannya.

Tiba-tiba pikirannya mulai terbang ke arah yang tidak-tidak. Bayangan ada hantu yang tiba-tiba muncul didepannya atau bayangan kecoa terbang yang melintas di atas kepalanya dan bayangan tentang zombie-zombie yang datang untuk memakannya seperti yang pernah ia tonton di laptopnya.

Ting-tong

Suara bel rumah berbunyi. Hana meneguk saliva-nya susah-susah. Takut jika pikirannya tadi terjadi kenyataan. Hana berdoa di dalam hati agar yang memencet bel rumahnya itu adalah Bi Sarmi.

Dengan ragu, Hana mulai berjalan kearah pintu. Dengan merapal doa di dalam hati, akhirnya Hana membuka pintu. Keningnya mengernyit saat tidak ada seorangpun yang memencet bel. Hana melirik ke sekitar takut-takut. Bulu kuduknya merinding kala dirinya tidak mendapati orang yang memencet bel rumahnya. Baru saja ia ingin menutup pintu, tatapannya jatuh pada sebuah kotak yang berada tepat di depan pintu. Tangannya bergerak mengambil kotak itu walaupun ragu. Buru-buru Hana menutup kembali pintu rumahnya dan berjalan ke arah sofa.

Pikirannya kini melayang ke Lukas. Jangan-jangan cowok itu yang sengaja mengirimnya sebuah kado tetapi malu untuk memberikannya. Hana menggeleng, mengenyahkan segala halu yang selalu bersarang di otaknya.

Tangannya perlahan membuka kotak itu. Memekik kaget, Hana melempar kotak itu secara tiba-tiba. Matanya berkaca-kaca dengan tangan yang bergetar ketakutan saat mendapati bahwa isi kotak itu adalah seekor kodok yang sudah dicincang membuat darahnya mengalir di dalam kotak tersebut.

Matanya tertuju ke arah kertas yang berada di dalam kotak itu. Dengan mata terpejam, Hana mengambilnya. Kertas itu sudah kotor berlumuran darah yang Hana yakini adalah darah dari kodok itu.

Kejutan!
Semoga hari-harimu menyenangkan, Hana.

"MAMIIIIII!!!!!!!!!" Pekik Hana melengking. Ia meringkuk ketakutan sambil menangis sejadi-jadinya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat.

Tiba-tiba, tepukan pelan di bahunya membuat Hana terlonjak kaget. Matanya melirik was-was ke arah orang yang menepuknya.

"Hana. Kenapa, sayang?"

Hana terperanjat kaget saat mendapati Maminya yang sedang menatapnya khawatir. Tanpa pikir-pikir, Hana segera memeluk wanita yang sangat ia rindukan.

"Mami, Ha-hana, di ter-ter-or Mi." Hana berkata dengan terbata. Bibirnya sampai ikut bergetar. Maria mengedarkan pandangannya, lalu menangkap sebuah kotak yang berisi kodok cincang yang sudah tercecer sebagian ke lantai karena Hana melemparnya.

Maria menggeram, tidak terima anaknya mendapat sesuatu yang membuatnya takut. "Kamu yang tenang, ya. Nanti biar mami yang urus. Kamu nggak boleh nangis. Masa mami pulang Hana malah nangis." Ujarnya mencoba menenangkan anaknya.

"Hana takut, mi." Cicit Hana lalu mengurai pelukan mereka berdua.

Maria tersenyum menenangkan. Tangannya beralih menangkup wajah Hana yang memerah karena menangis. "Hana nggak boleh takut. Masa anak mami jadi cemen begini?" Ujar Maria lalu menoel hidung mancung Hana.

Hana sedikit terkekeh. Rasa takutnya sedikit terobati oleh ibunya.

Tanpa Hana ketahui, bahaya mulai mengintainya sejak saat itu.

※※※※※

Tombol bintangnya jangan sampai ketinggalan.

Salam,

Ia💟

HALU(Completed)Where stories live. Discover now