34||KESEDIHAN

9K 1.9K 46
                                    

"Na? Kamu yakin?"

Hana mengangguk mantap kepada Ibu Kepala Sekolah di depannya. Hana sudah memikirkan semuanya matang-matang mengenai kepindahannya dari SMA Cakrawala.

"Nanti kamu mau pindah kemana?" Tanya Bu Indah. Kepala Sekolah itu terkejut karena tiba-tiba Hana datang menemuinya dan berkata ingin pindah sekolah.

"Hana mau pindah keluar negeri." Ujar Hana. Sebenarnya, Maminya tidak tahu mengenai masalah yang ditimpanya. Hana hanya tidak ingin menambah beban di pundak orang tuanya. Masalah Maria sudah cukup banyak mengenai perusahaan. Lagian Maria tidak akan punya cukup waktu untuk menanyakan alasan mengenai kepindahan Hana. Justru kepindahan Hana membuatnya mudah untuk melakukan pekerjaannya di Jerman.

"Kalau kamu berubah pikiran, SMA Cakrawala akan selalu terbuka untuk kamu, Hana. Selama ini Ibu kenal kamu dengan sangat baik, prestasi kamu untuk kemajuan sekolah ini tidak akan pernah saya lupakan. Kamu anak baik, pantas untuk mendapatkan yang terbaik. Semoga sukses." Ujar Bu Indah. Bahkan tanpa sadar dirinya ikut menitikkan air matanya. Wajar saja, anak murid kesayangannya yang sudah berkali-kali mengharumkan nama SMA Cakrawala akan berpindah.

"Makasih Bu. Saya nggak akan pernah ngelupain jasa ibu sebagai orang tua saya di sekolah. Permisi Bu."

Setelah menjabat tangan Bu Indah Hana keluar dari ruang kepala sekolah dengan surat kepindahan di tangannya. Ada perasaan tidak rela di hatinya. Besok dia tidak akan menginjakkan kakinya lagi disini.

Hana menatap ke sekeliling, mungkin ia akan rindu dengan sekolah ini. Pandangannya tertuju ke arah  kantin. Biasanya, dia ada di sana untuk menemani Lukas makan walaupun sering diusir. Pandangan mata Hana beralih ke arah pos satpam. Disana, dia sering menunggu Lukas datang. Mencegatnya agar mau mengantarakan pulang, dan tempatnya mencatat semua murid yang telat. Lalu pandangannya beralih pada kelas Lukas. Setiap pagi, pasti gadis itu akan menghampiri kelas Lukas. Memberinya bekal karena Hana selalu berpikiran kalau Lukas pasti belum sarapan.

Dan sekarang, semua itu akan hilang.

Hana akan kehilangan tempat terindahnya di dunia. Hana akan meninggalkan istana. Istana yang selalu membuatnya dapat tertawa walau di rumah sering menangis.

Hana menarik napasnya dalam. Tangannya bergerak menyentuh dahinya. Hana merasa kalau hari ini badannya terasa tidak enak.

Panas.

Itulah yang Hana rasakan saat menyentuh dahinya. Pantas saja badannya terasa lemas. Tapi Hana tidak peduli. Kalaupun dia mati sekalipun, Hana rela. Lagian untuk  apa dirinya hidup setelah kehilangan semuanya?

Hana tidak lagi mempunyai alasan untuk bertahan.

                             *****

"Kalau lo pindah siapa lagi yang mau jadi kembaran gue?!"

Rahel menangis histeris setelah mendapat kabar kalau Hana akan segera pindah sekolah. Bahkan sekarang gadis berambut sebahu itu tengah berguling seperti anak kecil di lantai.

"Alay lo." Cibir Abel. Gadis itu terlihat biasa saja tidak memancarkan aura sedih sedikitpun.

"Emangnya lo nggak kangen?" Tanya Rahel setelah duduk dengan benar.

"Dikit." Jawab Abel singkat.

Rahel berdecak, Abel itu orangnya gengsian. Tidak mau mengakui apa yang dikatakan dalam hati. Entah karena apa gadis itu bisa memiliki gengsi yang begitu tinggi.

"Naa....." Rengek Rahel seperti anak kecil.

Hana terkekeh miris. "Ini udah keputusan gue, Hel. Semua murid di sini nggak suka sama kehadiran gue. Gue ini sampah yang nggak berguna. Bisanya cuma nyusahin."

"HANA! LO ITU NGGAK NYUSAHIN TAU! JUSTRU KALAU NGGAK ADA LO SEMUA ORANG BAKAL SUSAH!" Rahel berujar kesal. Bisa-bisa sahabatnya berkata seperti itu?

"Na, gue mohon banget. Pikirin lagi, ya? Nanti gue gimana kalau nggak ada lo. Cuma lo, Na yang bisa ngertiin gue. Cuma lo yang bisa bikin gue ketawa ngakak. Cuma lo yang bisa ngehibur gue waktu sedih. Cuma lo, Na." Wajah Rahel berderai air mata. Bagaimana dirinya tidak sedih kalau sahabat sekaligus kembaran-kembarannya akan pergi meninggalkannya?

"Sorry Hel. Keputusan gue udah bulet." Ujar Hana. Ia merangkul Rahel erat lalu menumpahkan tangisnya disana.

"Maafin gue kalau punya salah. Kalau ada waktu luang gue bakal sering kesini, Hel. Janji."

"Nggak mau!!!" Rahel masih menangis sesenggukan. Seperti itulah mereka, jika dekat bertengkar tetapi kalau jauh ujung-ujungnya saling merindukan.

"Ehem! Gue nggak diajak?" Sindir Abel. Ia menatap kedua gadis di depannya dengan tatapan jengkel. Tapi setelah itu Abel menyusul merangkul keduanya.

"Gue bakal kangen sama lo, Na."

                            *****

Lelaki itu berjalan lurus ke depan. Pandangan matanya kosong menggambarkan suasana hatinya. Hidupnya kembali terasa hampa. Bahkan sekarang terasa lebih hampa. Tak ada lagi pelangi yang mewarnai hidupnya. Tak ada lagi ocehan bagaikan kicauan burung yang melengkapi hari-harinya. Tak ada lagi gadis yang selalu mengganggu dirinya. Semuanya lenyap. Dan itu gara-gara dirinya.

Kalau saja Lukas tidak diancam, dia tidak akan mau seperti ini. Menurutnya inilah keputusan yang terbaik. Lukas tidak ingin keluarga Hana diusik oleh mamanya. Lukas tahu kalau mamanya itu nekad melakukan apapun jika sudah membuatnya marah.

Lukas hanya tidak ingin semua itu terjadi kenyataan.

Walaupun setiap hari dirinya harus menelan kepahitan. Membuat seorang perempuan menangis, bukanlah keinginannya. Tetapi keadaan yang mendesaknya untuk melakukan. Lukas harus merelakan semuanya. Merelakan gadisnya pergi meninggalkannya. Meninggalkan kehampaan yang pahit dirasakan.

Pandangan matanya tak sengaja menatap siluet Hana yang berjalan berlawanan arah dengannya. Wajah gadis itu terlihat pucat dengan kantung mata hitam yang membesar. Binar matanya telah sirna tidak seperti dulu. Tubuhnya lebih kurus dari biasanya.

Lukas mencoba menahan diri agar tidak merengkuh tubuh mungil itu yang selalu terlihat menggemaskan baginya.

Tepat saat mereka berpapasan, keduanya berhenti. Pandangan mata mereka beradu dalam keheningan. Lidah mereka terasa kelu untuk mengatakan sesuatu.

Mata itu.

Selalu melemahkan Lukas. Melemahkan pertahanan kokoh yang sudah dirinya bangun selama ini. Sorot mata itu memancarkan kesedihan yang amat dalam. Mengisyaratkan luka yang begitu menyakitkan.

"Jangan nangis. Gue nggak suka."

Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut Lukas.

*****

HEYOO GESSS!!

ISTRINYA KIM JONGIN HADIR KEMBALI, WKWKWK!!

GIMANA NIH SAMA CERITANYA?

SATU KATA BUAT LUKAS?

SATU KATA BUAT HANA?

JANGAN LUPA FOLLOW INSTAGRAM @iiiitaaaa_12

SALAM,

IA❤

HALU(Completed)Where stories live. Discover now