4

8.7K 1K 101
                                    

"Jangan terlalu penasaran atau sembarangan mengomentari hidup orang lain. Sebab, bila omonganmu berdampak buruk, hal yang sama juga akan menimpamu atau salah satu keturunanmu.
Allah Maha Adil."

- Nurul -

"Tahu nggak, sih? Si Lia, anaknya Ida, hamil lagi." Fura, tetangga sebelah kiri rumahku tiba-tiba memberikan kabar mengejutkan.

"Lagi? Bukannya, anaknya sudah tiga? Yang pertama kembar, kedua perempuan, dan masih nambah lagi?" Tante Ro, yang rumahnya tepat di depan rumah, istri dari pamanku memberikan tanggapan.

"Subur amat, sudah mirip ternak anak aja, hampir setiap tahun lahiran. " Tante Iri ikut mengomentari.

"Ya, nggak apa-apalah.  Banyak yang pengen anak, tetapi sulit hamil. Nah, ini dipermudah, alhamdulillah, dong." Ainun, tetanggaku, masih muda tetapi sudah berkeluarga dan mempunyai dua orang anak mencoba memberikan tanggapan yang positif.

"Iya, syukur tetapi nggak ngaca gitu?Suaminya dia itu jadi apa? Cuma kuli bangunan. Anak banyak-banyak mau dikasih makan apa? Emang cukup uangnya? Buat sehari-hari aja susah," cibir Tante Iri. "Terlebih semua kebutuhan naik semua. Serba Mahal. Kenapa nggak ikut KB aja, sih? Demen amat hamil mulu."

"Rezekinya begitu kali, Bu." Imah, Ibu Ainun, ikut menanggapi.

"Rezeki itu juga disesuaikan dengan kemampuan, dong. Kalau hidupnya melarat, nanti nyalahin Tuhan, gitu? Salah sendirilah, suruh siapa bikin anak mulu. Makanya, mereka hidup miskin." Tante Iri tidak mau kalah. Sejenak, aku sedikit terpengaruh. Beruntung, mulutku tidak sampai bersuara, hanya sedikit terbuka.

"Banyak anak, banyak rezeki, Bu." Tante Imah kembali memberikan tanggapan yang nyaris aku keluarkan dari mulutku barusan.

"Itu kalau mampu, kalau nggak mampu? Tambah miskin, bahkan fakir! Ujung-ujungnya apa? Hidup serba kekurangan, perlu bantuan. Kan bikin repot. Makanya, Nur, nanti kalau kamu nikah, jangan sama lelaki melarat!"

Aku hanya melebarkan pupil mata, sedari tadi cuma berdiri, tapi tidak luput dari sasaran yang diincar agar mati.

"Ya, tapi, gimana mau dapat pacar? Nurul aja sehari-hari di rumah mulu. Keluar gitu, lho. Jalan-jalan, kenal cowok biar bisa pacaran. Syukur-syukur bisa lanjut ke pelaminan." Tante Ro memberikan kritik dan saran sekaligus.

Aku hanya tersenyum, enggan menanggapi. Selain memang tipe anak rumahan, malas keluyuran, aku juga sudah punya pacar. Cuma, usianya memang jauh lebih muda dan posisinya di luar kota. Ace bilang, lusa dia pulang dan bisa bertemu aku. Kalau sudah begitu, kami bisa berkencan meski tidak seperti pasangan lain.

"Oh iya, tahu nggak? Kemarin, aku melihat 'itu' di sana, dekat rumah Bu Soh, yang rumahnya gelap mulu itu lho." Tante Fura membuka topik baru. Dia memang luar biasa soal menyambung dan menimbulkan topik di dalam pembicaraan. Tidak kaku alias supel.

"Itu?"

Dahi semua kurang berkerut, termasuk aku, bingung.

"Itu, yang hitam, berbulu, panjang..."

Ish.

Aku mencubit gemas pipiku, otakku mulai menyimpang ke mana-mana.

"Genderuwo?" tebak Tante Ro meluruskan lagi pikiranku yang sempat oleng.

BACOT TETANGGA [ TERBIT ]Where stories live. Discover now