5

7.8K 1K 113
                                    

"Kisah kita dibuat, ditulis dan dilakukan oleh kita, bukan mereka.
Ingat. Tokoh utama tidak pernah kalah dengan figuran."

- Nurul -

"Mbak, mau ke mana?"

Tila, adikku yang lagi duduk di kursi, pojok rumah paling depan, lagi mencari sinyal WiFi tetangga sendiri, menatapku yang sedang mengambil sepatu di rak.

Aku tidak menjawab, hanya memberikan senyuman lebar. Dia menyipitkan mata, seolah sudah mengerti dengan kode yang aku beri. Dia memang perempuan sejati. Pandai mengartikan kode hati.

"Hm, ketemu doi?" Sengaja Tila memelankan suara meski di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Maklum, radar telinga tetangga lebih kencang dari sinyal WiFinya.

Aku mengangguk, mengakui.

Hari ini aku akan bertemu dengan Ace, pacarku yang kebetulan pulang minggu ini. Hanya dua hari karena harus balik lagi. Tila sudah mengetahui kalau pacarku masih muda, setahun di atas dia. Beruntung, dia bukan adik yang durhaka sehingga bisa diajak kompromi dan menyimpan rahasia.

"Trus ngapain pakai ransel?"

"Biar disangka ngajar," jawabku sekenanya.

Dia berdecak. "Kamuflase."

Aku cuma terkekeh pelan.

"Sudah ya." Aku keluar rumah, meninggalkan Tila yang tetap setia dengan gawainya.

Biasanya, kalau mengajar, aku membawa sepeda sendiri. Jarang jalan kaki. Capek meski rumah murid tidak terlalu jauh. Namun, khusus hari ini, aku ingin membonceng pada pacar sendiri. Lumayan, mencharger hati sekaligus hemat bensin.

Setelah menunggu agak lama, Ace datang. Dengan sepeda motor matic miliknya, dia menjemputku. Wajahnya masih ganteng seperti biasanya, sorot matanya juga masih penuh dengan cinta. Sungguh, sesuatu yang membuat lega.

Kami pergi ke taman, jaraknya cukup jauh dari rumah, dua kiloan. Sengaja mencari taman yang jauh untuk menghindari berpapasan dengan kenalan, tetangga atau teman. Hubungan ini bisa dibilang, sengaja disembunyikan. Bukan dengan niat penuh kelicikan, menghindari penghakiman tidak berperasaan.

"Kamu masih cantik aja, Nur." Ace, pacarku yang jarang gombal itu tiba-tiba melancarkan pujian.

Iya, aku memang lebih tua 7 tahun darinya. Namun, cinta membuatku kehilangan 'ketuaan' itu. Dia memanggil dengan nama saja. Aku juga sama, meski terkadang memanggil 'sayang' kalau sedang ingin manja.

"Kok, bawa ransel?"

"Iya, sengaja."

"Kamuflase?" Ace menyipitkan mata, curiga.

Aku hanya tersenyum tipis. 

"Ada laptop juga, sih. Mau nonton?"

"Ada film apa?"

"Angry bird."

"Boleh."

Aku mengeluarkan laptop lalu menyalakannya. Ace suka film animasi dan membenci film horor. Dia bukan penakut, hanya tidak bisa dibuat kaget.

Satu setengah jam berlalu, film selesai. Ace menguap lalu menyeka air mata yang tidak sengaja keluar dari matanya yang indah.

"Kantong matanya makin item aja. Kurang tidur?"

Ace mengangguk. "Iya, nih. Tugasku akhir-akhir ini banyak banget. Sampai tidur jam dua pagi, kadang nggak tidur sama sekali."

"Kasihan, pacarku."

BACOT TETANGGA [ TERBIT ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz