20. TERASINGKAN

11 2 1
                                    

"Bukan nya cemburu, gue cuma gak suka ada orang yang romantis-romantisan di depan gue."

-Bara Adijaya-

* * * *

Vote dulu ya guys!

Berry melangkahkan kakinya dengan berat. Ini hari pertama Berry kembali ke sekolah semenjak izin 3 hari karena sakit. Awalnya, Berry ingin masuk sekolah sejak kemarin, namun Cantika tak mengizinkan nya untuk masuk ke sekolah.

Semenjak dirinya libur, pasti banyak hal baru yang sudah ia lewatkan. Terbukti dari beberapa pasang mata yang menatap nya tak suka. Berry menundukkan kepalanya takut, namum kakinya terus melangkah.

"Eh, liat tuh si cabe masuk lagi."

"Gue kira dia bakalan keluar dari sekolah karena ketauan tidur ama om-om di club."

"Urat malu nya udah putus kali."

"Ck, maklum lah, orang miskin mah gitu."

Berry menghela napasnya berat, ia menguatkan dirinya sendiri untuk bangkit. Semangat Berry, lo pasti bisa.

Sesabar mungkin Berry tak menghiraukan perkataan jahat teman-teman nya. Dari gerbang sampai koridor menuju kelasnya, mereka masih membicarakan nya dengan hal yang tidak-tidak. Mungkin, mulai sekarang Berry harus terbiasa dengan ini.

Dengan langkah cepat, Berry memasuki ruang kelas nya yng sudah ramai. Matanya terbelak saat di samping Moza sudah ada tas lain, yang Berry tahu, itu milik Putri teman sekelas mereka.

"Permisi, Berry mau duduk," ujar Berry sopan pada Putri yang sedang mengobrol dengan teman-teman nya yang lain.

Namun keempatnya seolah tuli hingga tak mendengarkan perkataan Berry barusan. Berry menarik napasnya panjang, lalu menghembuskan nya perlahan.

"Permisi Putri, Berry pengen duduk."

"Gue rasa lo udah gak berhak lagi duduk di samping Moza," jawab Putri dengan nada ketus.

Berry mengerutkan dahinya bingung. "Maksud Putri apa? Moza kan sahabatnya Berry, lagipula kan Berry duluan yang duduk sama Moza."

"Gue rasa perkataan gue waktu itu udah sangat jelas," kata Moza sembari memutar bola matanya jengah. "Lo bukan temen kita lagi!" ujar Moza dengan penuh penekanan setiap katanya.

Berry menunduk sendu dengan mata yang berkaca-kaca, ia meremas kedua jarinya. Rain yang melihat itu menjadi sedih dan tak tega.

"Moza kok ngomong nya gitu sih sama Berry," tegur Rain.

"Kenapa lo jadi bela dia?" tanya Moza sewot.

"Bukan nya gitu Za, tapi kan-"

"Udah deh Rain, kita ikutin aja apa kata Moza, lagipula Moza bener gak seharusnya kita bergaul sama dia. Lo mau kebawa pengaruh buruk?"

Rain menggeleng pelan, benar juga apa kata Gladis. Tapi ini salah, tak seharusnya ia menjauhi Berry seperti ini, bagaimana pun Berry adalah teman mereka. Tapi, Rain tak punya kekuatan disini. Rain menatap sendu ke arah Berry, seolah meminta maaf karena tak dapat membantu banyak.

Berry terdenyum melihat Rain, walaupun hatinya sangat sakit. Berry menggeleng pelan, seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja

"Ya udah kalau itu mau nya Moza, Berry gapapa kok," ujar Berry sembari tersenyum.

"Bagus deh kalo lo sadar diri," jawab Moza dengan nada dingin. "Oh iya gue lupa, mulai sekarang gue duduk sama Putri, lo duduk sendiri aja."

Berry memgangguk patuh, ia melangkahkan kakinya menuju barisan paling belakang, dekat dengan tempat sampah dan alat kebersihan. Berry tersenyum sendu menatap ke tiga teman nya yang sedang berbincang diselingi dengan canda dan tawa. Berry tersenyum miris. Jadi, begini rasanya diasingkan?

Bara & Berry [Sequel Gifara]Where stories live. Discover now