21. SESUATU YANG LANGKA

11 2 2
                                    

"Apapun demi eneng Berry, pasti akan Babang Sean lakukan."

-Sean Ganteng-

* * * *

Bara mempercepat langkahnya, dadanya terlihat naik turun karena emosi, rahang nya mengeras, tangan nya mengepal. Jika saja didepan nya ada samsak sudah pasti ia akan melampiaskan kemarahan nya lada benda itu.

Sorot matanya menangkap orang yang sejak tadi ia cari. Emosi nya semakin meningkat kala orang itu tertawa tanpa beban.

"Haha, gue ngakak banget lihat si Berry nangis kaya tadi," kata Lalisa sembari memegang perutnya, sungguh tadi sangt menyenangkan.

Rose ikut mengangguk dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajahnya. "Gue juga, apalagi pas lo nginjek tangan dia! Sumpah, rasanya gue pengen hajar dia abis-abisan."

"Gue udah gedeg banget liat dia. Coba aja tadi Bara dkk gak dateng buat nyelamatin dia." Ada perasaan kecewa dari Sintia.

Jika mengingat kejadian tadi, Lalisa rasanya tak pernah berhenti tertawa, snagat lucu. Setiap adegan nya masih teringat dalam benaknya.

Lalisa menepuk kedua bahu teman nya. "Kalian santai aja, kita main secara halus."

Mendengar perkataan Lalisa, Rose tak terima. "Gak bisa gitu dong! Berry udah ganti posisi lo sebagai ketua cheers! Lo harus ambil tindakan, sebelum si Berry makin ngelunjak!"

"Gapapa, anggap aja itu baru permu--" Mata Lalisa langsung membulat, kala melihat Bara datng dan langsung mencekal tangan nya sangat kuat.

Lalisa berusaha melepaskan cekalan itu, namun tenaga nya tak cukup besar. Rose dan Sintia hanya diam tak berkutik, menatap Lalisa kasihan. Namun tak ada yang bisa mereka lakukan, menatap Bara saja mereka tak berani, apalagi melawan nya. Karena semua murid sudah mengetahui Bara yang terkenal main kasar terhadap lawan. Bara tak pernah memandang bulu, baik pria maupun wanita akan ia hajar sekaligus jika mereka menganggu orang kesayangan nya.

Bara semakin mencekal tangan Lalisa, sorot matanya menyalurkan kebencian.

"Bar-ra, le-lepasin tangan gu-e!" kata Lalisa sembari meringis.

"Maksud lo apa hah?! Kenapa lo ngelakuin itu!" ketus Bara sembari mengangkat dagu Lalisa.

Lalisa memutar bola matanya, dugaan nya benar, Bara datang menghampirinya untuk membela Berry. Lalisa jadi bingung, pelet apa yang digunakan gadis itu sampai orang di sekitar nya sangat peduli terhadap Berry.

"JAWAB! LO PUNYA MULUT KAN!" bentak Bara.

"Ini semua salah dia!" jawab Lalisa dengan suara yang meninggi. "Kenapa lo jadi belain cewek muarahan kaya dia sih! Jelas-jelas dia yang salah."

"Cuma karena dia menggantikan posisi lo sebagai ketua cheers, lo ngelakuin hal keji kaya tadi?"

Ya, itu kalimat terpanjang yang pernah Bara ucapkan. Emosinya benar-benar meningkat saat ini. Dalam hati ia terus mengucapkan istighfar, bagaimana pun saat ini ia sedang berhadapan dengan wanita. Jangan sampai setan merasuki dirinya.

"Iya, kenapa lo? Gak suka?!"

"Lo gak sadar diri? Atau lo gak punya kaca di rumah?" tanya Bara dengan ketus. "Lo gak sadar? Dengan cara lo yang nge-bully orang-orang lemah, lo jauh lebih murahan!"

Bara tersenyum, bukan, lebih tepatnya ia menyeringai. "Gue tahu, setiap malem lo pasti ke club dan pulang dengan keadaan mabuk."

"Oh bukan hanya itu! Gue juga liat lo lagi sama om-om di club itu. Apa itu bukan murahan, nyonya Lalisa Mahesa?" Bara sengaja menekankan kata terakhirnya.

Bara & Berry [Sequel Gifara]Where stories live. Discover now