Special Chap [EDITED]

1.6K 141 19
                                    

 "Nee-san, kapan ayah dan ibu akan pulang?" gadis kecil kisaran usia 10 tahun dengan rambut pendek sebahu menanyai Sang kakak tak sabaran. Sudah berulang kali ia menanyai hal yang sama, karena ini pertama kalinya mereka ditinggal dirumah hanya berdua saja. terlebih cuaca diluar sana tengah hujan lebat diiringi angin kencang.

"Mungkin saja mereka terjebak hujan, akan berbahaya jika bepergian saat cuaca seperti ini Miko," Sang kakak menjelaskan dengan lembut berusaha memberi pengerti.

"Mira Nee, tapi Miko takut. Perasaan Miko dari tadi tidak enak," dengan wajah cemas, Miko menjelaskan kegelisahannya. Kakaknya yang masih di usia sama tak bisa berbuat banyak, mereka adalah putri kembar keluarga Hiroda. Berada di rumah yang tergolong luas dan mewah tanpa orang dewasa membuat mereka merasa tak aman.

Letak rumah mereka yang jauh dari keramaian, dengan pekarangan yang luas, bahkan mereka harus melewati kawasan hutan untuk sampai ke rumah. Kedua orang tuanya mendadak ada keperluan yang mengharuskan mereka keluar, dan tak lama setelah itu hujan lebat turun begitu derasnya.

Srak ... srak ...

"Mira Nee, apa kau mendengar sesuatu?" Miko meringsutkan tubuhnya semakin dekat dengan Mirai saat mendengar bunyi kasak kusuk dari semak-semak diluar sana.

"Sepertinya angin kencang meniup semak-semak diluar sana," jelas Mirai tenang, "Tidak perlu khawatir, seluruh pintu dan jendela rumah sudah terkunci," imbuh Mirai kembali menengkan karena merasa wajah adikknya tak berubah menjadi lebih baik.

Belum selesai kedunya menenangkan diri, dobrakan pintu depan rumahnya yang menjeblak keras membuat mereka terlonjak kaget. "Jackpot, bukankah ini hari keberuntungan kita," pekikan penuh semangat dari suara berat khas laki-laki dewasa terdengar dari ruang keluarga, diiringi gelak tawa yang keras membuat kedua kakak beradik itu kian mengeratkan pegangannya.

Suara itu bukanlah suara ayahnya, atau bahkan kerabat mereka. Itu benar-benar suara yang asing. Perlahan, kaki kecil mereka melangkah mundur berusaha tak mengeluarkan suara. "Bos, sepertinya kita tidak sopan jika tidak ijin dengan pemiliknya," seruan keras dari belakang tubuh mereka membuat mereka menahan nafasnya seketika. Dengan pergerakan kaku, keduanya menoleh ke arah belakang.

"Bisakah kami menjarah seluruh isi rumahmu, nona kecil?" tanyanya seiring dengan seringai yang semakin lebar.

"Miko, lari sekencang mungkin." seru Mira mendorong adiknya menjauh, dengan tubuh kecilnya ia berusaha menghalau kawanan perampok di depannya.

"Tidak mau! Aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian!" Miko menolak tegas, meski pemikirannya belum dewasa tapi ia bisa mengetahui dengan pasti bahwa nasib kakaknya tidak akan baik jika nekat menghadapi mereka seorang diri.

"Ini kerja tim Miko, aku yang bertugas mengalihkan perhatian sementara kau bertugas memanggil bantuan." Jelas Mira lembut, senyum teduhnya tak pernah luntur, tapi Miko bisa merasakan bahwa kedua tangan kakaknya yang tengah mencengkram erat pundaknya itu bergetar hebat. "Ayah dan ibu pasti akan segera tiba, begitu juga dengan bala bantuan," imbuh Mira hampir berbisik, dengan lembut ia menyatukan dahinya dengan Sang Adik.

"Mira Nee, jangan membodohiku. Ayo lari bersama," ujar Miko yang sudah tak bisa menahan lagi air matanya.

"Kita akan melihat festival kembang api bersama setelah ini, bukankah akusudah berjanji?"balas Mira mendorong adiknya menjauh, dengan cekatan ia meraih gagang sapu yang berada di dekatnya menghalau beberapa perampok yang berusaha mengejar adiknya.

"Kau harus bertahan," ujar Miko menggigit bibirnya keras agar tidak terisak, dengan berderai air mata ia lari sekencang mungkin, tak peduli jika alas kakinya telah terlepas entah dimana.

ID7 Fanfic - The Way of Song [MAJOR EDITING] ✅Where stories live. Discover now