Beautiful

268 14 33
                                    

Jinan menatap nanar pada layar ponselnya yang menunjukkan room chat miliknya dengan Devi. Ya, Jinan akhirnya sadar setelah beberapa hari di ICU. Dan kini dirinya sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.

Jinan menghela nafasnya. Ia yakin Devi tau bahwa dirinya sakit, tapi mungkin untuk alasannya tidak. Tapi apa setidak peduli itukah Devi pada dirinya? Bahkan hanya untuk mengucapkan cepat sembuh di group chat yang tengah ramai itupun tidak.

"Devi, kamu pasti khawatir kan sama Jinan? Kamu masih sayang kan Dev sama Jinan?" gumam Jinan masih memandangi layar ponselnya.

Jinan kemudian mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara pintu ruang rawatnya terbuka. Dan Yash! Dia adalah bidadari tak bersayap yang beberapa waktu ini menemani hari-hari kesepian Jinan tanpa Devi Ranita. Yessica Tamara.

Jinan tersenyum menyambut kedatangan gadis tersebut. Chika kemudian meletakkan barang bawaannya di nakas. Lalu duduk di kursi sampai ranjang Jinan.

Gadis itu hanya diam, tak mengucapkan sepatah katapun. Perlahan air matanya mulai turun ketika menatap Jinan.

"Hei kok nangis? Chika kenapa?" tanya Jinan. Ia mencoba bangkit.

"Diem aja, jangan banyak tingkah kakak!" ucap Chika sambil menghapus air matanya.

Jinan menurut. Ia kembali berbaring lalu meraih tangan kiri Chika untuk digenggam.
"Kenapa nangis, hm?"

"Aku khawatir sama kakak." ucap Chika menunduk.

"Ciee khawatir, kalo Jinan mah kangen Chika."

"Bohong!"

"Beneran. Nanti kalo Jinan udah boleh pulang kita jalan-jalan ya?"

Chika mengangguk.
"Naik motor ya?"

"Ha? Kenapa naik motor?" tanya Jinan bingung.

"Gapapa. Chika seneng naik motor sama kakak."

"Kenapa? Ooh aku tau! Biar bisa peluk aku kan?"

"Ngaco ih!" Chika memukul pelan lengan Jinan.

Jinan tertawa, kemudian mengacak rambut Chika gemas.
"Yaudah, nanti jalan-jalan naik motor."

"Muter-muter sampe Chika ngantuk ya kak?"

"Haha iya, abis itu bensin aku abis."

"Abis itu kita ke SPBU, tapi nutup."

"Padahal SPBU ngga punya pintu."

"Hahaha.." tawa keduanya pecah memenuhi ruang Anggrek no.8 tersebut.

Jinan menatap Chika lekat. Mata cokelat milik Chika mampu menenangkan Jinan dari segala kegalauannya saat ini.

"Makasih udah peduli sama aku Chika." ucap Jinan.

"Sama-sama. Jangan sakit lagi ya kak, janji? Jangan mandi hujan lagi. Yori yang bocil aja ngga suka main hujan-hujanan." balas Chika.

"Iya Chika, janji." Jinan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking milik Chika.

"Ekheem! Punteeennn.." seseorang menginterupsi keduanya.

Jinan menoleh ke pintu. Ada seseorang yang sangat ia kenali berdiri di sana.

"Biyel!" seru Jinan.

"Kakak!" gadis berpipi cimol itu langsung masuk dan memeluk Jinan dari samping.

"Jangan sakit ih! Biyel kangen. Udah beda tim, sekarang kakak malah sakit. Kan jadi ngga bisa ketemu."

"Hehe iyaiya, aku juga kangen." Jinan mengusap lembut rambut gadis berpipi gembul tersebut.

FairytalesWhere stories live. Discover now