CHAPTER 45

117K 6.6K 419
                                    

WAJIB SPAM KOMEN DI SETIAP PARAGRAFNYA.

Bel berbunyi beberapa menit lalu. Dan kini, Audrey serta ketiga sahabatnya berjalan ke aula untuk mengikuti sosialisasi. Mereka menebak agenda kelas XII setelah ini. Usai ujian, tidak ada kegiatan belajar mengajar untuk kelas XII, dan agendanya pun juga tidak menentu.

"Gue berdoa semoga hari ini banyak kakak-kakak mahasiswa ganteng yang sosialisasi, bukan Pak Wira si guru botak nan killer. Semoga hari ini dia nggak masuk, Ya Allah!" ucap Felicia dramatis.

Pak Wira merupakan guru bimbingan dan konseling yang terkenal killer dan jarang memberikan toleransi pada siswa yang telah melanggar aturan.

Bukan siswa nakal saja yang menghindari beliau, hampir seluruh siswa SMA Nusantara tidak ingin berurusan dengan guru tersebut.

"Gue doain lo jadi istri mudanya Pak Wira." Ucapan asal Bella sontak mendapat pelototan tajam dari Felicia.

Audrey terkekeh. "Kasian gue kalo Pak Wira punya istri kedua kayak Felicia."

"KALIAN NGOMONGIN SAYA?!" Suara bariton yang berasal dari belakang, membuat Audrey dan teman-temannya refleks menoleh.

"Eh, Bapak ...." Audrey tersenyum masam seraya menggaruk telinganya yang tidak gatal.

"Ayo, Pak, masuk, udah bel loh dari tadi," ucap Felicia dengan wajah tanpa dosa.

Pak Wira memandang Audrey dan teman-temannya dengan tatapan tajam. "LARI LIMA KALI KELILING LAPANGAN BASKET SEKARANG JUGA!"

"Eh i-iya, Pak!" seru Felicia yang langsung ngacir ke lapangan basket diikuti Audrey, Vera, dan Bella di belakangnya.

***

Setelah dua puluh menit berlari di bawah terik matahari, akhirnya Audrey serta sahabat-sahabatnya mampu menyelesaikan hukuman mereka.

"Ini semua salah lo, segala tebak-tebakan Pak Wira masuk atau nggak," gerutu Vera menyalahkan Felicia.

Mata Felicia membulat. "Kok gue sih, lo juga kan ikutan!" protesnya.

"Udah, udah, ada yang mau nitip beli minum, nggak? Gue mau ke kantin beli minum, nih," tawar Audrey.

"Nih, beli air mineral dingin empat." Felicia memberikan uang seratus ribuan pada Audrey.

Audrey menerima uang tersebut, kemudian berlalu menuju kantin.
Suasana kantin sepi, tak berpengunjung. Siswa-siswi kelas X dan XI mengikuti pembelajaran, sedangkan kelas XII mengikuti agenda sosialisasi di aula sekolah.

"Bu, air mineralnya empat." Audrey yang telah mengambil empat kemasan air mineral pun menyerahkan uang seratus ribuan pada Bu Murti, penjaga kantin.

"Neng Audrey nggak ikut sosialisasi?" tanya Bu Murti.

Audrey nyengir malu. "Tadi dihukum, Bu."

Bu Murti kemudian memberikan uang kembalian pada Audrey.
Setelah mengucapkan terima kasih, Audrey kembali menghampiri teman-temannya di lapangan basket dan memberikan minuman yang dia beli pada mereka. Tidak lupa, dia juga memberikan uang kembalian milik Felicia.

"Ayo deh ke aula, takut Pak Wira ngamuk gue!" ajak Bella setelah minuman mereka telah habis.

"Gue lebih takut kalo dia nendang gue pake kepalanya yang licin." Felicia bergidik ngeri.

"Udah ayo, jangan pada banyak bacot!" seru Vera, melangkahkan kakinya duluan.

Mereka lantas berjalan menuju aula dan mengikuti agenda sosialisasi yang diisi oleh Pak Wira.

***

Sekitar pukul dua belas, siswa-siswi kelas XII akhirnya dibubarkan. Mereka berhamburan keluar dari gedung aula untuk segera pulang, termasuk Audrey dan ketiga temannya.

"Lo pulang sama siapa, Drey?" tanya Vera.

"Paling naik ojol lagi," jawab Audrey santai.

"Lo pulang sama kita aja, sekarang lagi panas banget, takutnya kulit lo jadi hitam terus berubah jadi jelek," ceplos Felicia asal.

Bella memukul kepala Felicia dengan bukunya. "Ngomongnya kagak difilter!"

"Ya maaf," ringis Felicia seraya mengusap kepalanya.

"Lo semua tunggu di parkiran aja, gue mau ke toilet sebentar," ungkap Audrey.

Vera, Bella, dan Felicia mengangguk, mereka berpisah di persimpangan antara jalan menuju toilet dan parkiran.

Di tengah perjalanannya ke toilet, Audrey merasa seseorang mengikutinya dari belakang, tapi saat menengok ke belakang, dia tidak menemukan siapa-siapa. Gadis itu mencoba berpikir positif, mungkin itu hanya perasaannya saja. Tanpa pikir panjang, dia melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Saat Audrey baru membuka pintu toilet, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang menggunakan sapu tangan. Dia mulai memberontak, tapi usahanya sia-sia. Audrey rasa sapu tangan itu dibius, karena perlahan kesadarannya mulai menghilang.

***

Sudah setengah jam Felicia, Vera, dan Bella menunggu, akan tetapi Audrey tak kunjung kembali dari toilet. Perasaan mereka mulai tidak enak. Mereka memutuskan untuk menyusulnya ke toilet.

Mereka tak menemukan siapa-siapa di toilet. Namun, Bella menemukan jepitan yang dia yakini milik Audrey terjatuh di depan sebuah bilik toilet.

Bella segera menghampiri dua sahabatnya, lalu menunjukkan jepitan tersebut. "Nggak ada siapa-siapa, tapi gue nemu jepitan rambut Audrey deket pintu."

Vera menatap jepitan itu dengan cemas. "Perasaan gue bener-bener nggak enak, dari tadi Audrey nggak bisa bisa dihubungi."

"Gue rasa ada yang nggak beres." Bella menghela napas lelah.

"Coba lo tanya orang tuanya," usul Felicia. Vera lantas mengangguk dan mulai menghubungi bunda Audrey.
Begitu tersambung, Vera me-load speaker telepon tersebut.

"Halo, Vera, ada apa telepon Bunda?"

"Bun, Audrey-nya ada di rumah?"

"Nggak ada, tuh. Kan semenjak menikah dia tinggal di apartemen suaminya."

Tanpa sadar Vera mendengkus lirih. "Oh i-iya, Bun, kalo gitu Vera tutup teleponnya, ya."

"Iya, Nak ...."

Vera memutuskan telepon, lalu menatap teman-temannya dengan raut wajah bingung. Berbagai pertanyaan muncul di benak mereka. Mengapa Audrey pergi tanpa memberi tahu mereka? Bahkan telepon Vera pun tak diangkat.

Tidak lama kemudian Bella berkata, "Gini aja, kita coba ke apartemen Audrey dulu. Siapa tahu, kan, dia udah pulang," usulnya.

"Ayo deh, gue khawatir banget, asli," sahut Vera.

***


TBC

jangan lupa untuk vote dan komen. follow juga Instagram @aniintnputri_ dan @wattpadaniintnptr_

MY POSSESSIVE HUSBAND [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang