Chapter 1

76.6K 3.5K 58
                                    

"The heart wants what it wants.

There's no logic to these things.

You meet someone and you fall in love and that's that."

-Woody Allen-

Elea

Aku meminum kopi sachet panas sambil melihat pemandangan jalan Ibukota. Terlihat samar dari jendela di samping mejaku yang terletak di lantai dua belas. Beberapa rekan terlihat masih sibuk meng-edit naskah berita, dan beberapa orang juga baru tiba untuk mengambil beberapa barang yang dibutuhkan untuk menginap di kantor polisi atau rumah sakit, untuk mendapatkan info guna memperlancar pekerjaan mereka. Jam memang sudah menunjukan pukul 19.30 tapi aku masih setia memandangi pancaran sinar lampu kendaraan yang penuh dengan warna kemerahan.

"Belum balik lo?" Ucap seorang wanita sambil menatap jam di tangannya.

Aku memutar arah bangkuku ke arah Tere yang baru saja pulang dari tugasnya. "Ngabisin kopi dulu nih, sayang kalo dibuang." jawabku.

"Besok ke lapangan or studio?" Tanyanya kembali.

"Belum tau. Kalo jadwal sih studio, tapi ya lo tau sendiri kan jadwal kacau seminggu ini." Kataku sambil melihat jam di tanganku yang sudah menunjukan pukul 20.00 dan buru-buru menghabiskan kopi yang tadi aku minum. "Udah ah, gue mau balik." Tambahku

"Eeeeh, tunggu.. Bareng dong!" Ucap Tere yang langsung mengambil tasnya dan ikut berjalan menuju lift.

Kenalin, cewek bawel sekaligus biang gosip kantor ini namanya Teari Giore atau biasa dipanggil Tere. Sahabatku dari awal masuk kantor bahkan dari interview.

"Makan yuk, pengen sushi nih gue" ajaknya sambil merangkulku. Aku tau, ia berharap aku mengiyakan ajakannya. Jika situasinya seperti ini, tak ada yang bisa ku lakukan selain meng-iyakan ajakannya daripada istirahatku nanti terganggu dengan ocehannya yang isinya cuma ngedumel karena makan sushi sendirian.

"Bawa mobil or naksi lo?" Tanyanya.

"Bawa mobil, kan ganjil." kataku seraya menekan tombol lift menuju P3, tempat dimana aku memarkir mobil. "Lo lantai berapa?"  Tambahku.

"Sama kok P3. Kan gue parkir seberang mobil lo." jawab Tere sambil tersenyum.

"Sushi mana nih?" Tanyaku kemudian

"Tatemukai aja yuk!" Jawabnya semangat.

"GI?" Kataku yang dibalas dengan anggukan dari Tere. "Yaudah ketemu disana ya" lanjutku sambil membuka pintu mobilku lalu menuju ke tempat yang di tuju.

***

Alasanku menemani anak bawel satu ini selain dari yang sudah aku ceritakan adalah untuk merayakan hari pertamaku bisa merasakan pulang di bawah jam 22.00. Minggu ini jadwal kami benar-benar kacau sepeninggal Producer kami yang entah kenapa tiba-tiba memilih resign dan meninggalkan banyak sekali pekerjaan. Hitung-hitung refreshing sedikit lah --Walaupun kami tau esok pagi segunung pekerjaan akan datang dan meminta untuk diselesaikan.

"Lo tau nggak bakalan ada PD baru yang gantiin Pak Hendra. Katanya sih mantan PD TV luar. Semoga aja masih muda ya, biar gue semangat tiap dapet jadwal malem" katanya sambil menyantap sushi dengan muka berharapnya yang jujur nggak enak banget dilihat.

"Dapet gosip darimana lagi sih lo? Lagian mantan PD TV luar yang tiba-tiba pindah ke indonesia terus masuk ke kantor kita tuh aneh banget kali. Fix banget sih, antara dia nggak bisa kerja atau emang orangnya super nyebelin makanya dipindah" jawabku.

"Ah lo mah, awas lo yah kalo tiba-tiba orangnya ganteng. Dilarang keras buat deket-deket apalagi naksir." Jawabnya

"Ambil gih. Lagian kan gue juga punya Dhana, ngapain juga gue naksir cowok lain." Timpalku sambil meminum ocha hangat pesananku.

"Yaampun El, yakin lo masih mau bertahan sama cowok kayak Dhana? Yang kalo bales atau nge-chat lo pas dia inget doang kalo dia punya pacar? Gue sih ogah deh. Lagian nih ya, jangan terlalu positive thinking kali El. Ya.. Gue tau sih lo sama Dhana udah lama, tapi keadaannya juga udah beda banget dari sebelum-sebelumnya kan? Bukannya gue mau menghasut lo atau nyuruh lo nge-cut Dhana. Tapi coba deh lo pikir, mana ada orang yang nggak cek handphonenya seharian? Terus nih, lo juga kan pernah bilang kalo Dhana tuh suka marah-marah nggak jelas kalo lo bahas masalah chat lo yang lama dia anggurin. El, sesibuk-sibuknya orang, dia pasti liat handphone kan? Kita aja yang liputan seharian, waktunya break tetep liat handphone. El, masa lo terus yang nyariin dia sedangkan dianya B aja. Gue bilang ini karena gue sayang lo ya, bukan karena gue nggak suka sama Dhana." Ucapnya panjang lebar.

"Iya-iya Tere sayang, makasih ya selalu ingetin gue dan nasehatin gue. Gue tau kok lo sayang sama gue tapi nanti gue coba buat omongin baik-baik sama Dhana ya dan cari solusinya berdua." Jawabku sambil melengkungkan bibirku ke atas yang dibalas dengan helaan nafas khas dari Tere.

***

Selesai membayar tagihan makanan, kami beranjak menuju parkiran.

"Udah ah, see you besok ya. Hati-hati, jangan bengong di lampu merah!" Timpalnya sambil melambaikan tangannya yang ku balas dengan senyuman dan lambaian tangan.

Teringat ucapan Tere tentang Dhana tadi, aku jadi melihat chat terakhir yang Dhana kirim. "Udah dua minggu." Batinku.

Terhitung dua minggu sejak terakhir kali Dhana memberikan ucapan selamat istirahat yang dia kirimkan melalui aplikasi chat. Setelah itu, aku tak tau lagi kapan dia akan membalas pesan "Selamat pagi"-ku yang ku kirimkan keesokan harinya. Jangankan dibalas, dibaca pun belum. Aku mengerti pekerjaan Dhana yang berpusat di Singapura, membuatnya tak bisa sering-sering bertemu denganku. Tapi yang membuatku bingung adalah perubahan sikapnya. Setahun belakangan, komunikasi kami menjadi sangat jarang. Dhana pun jarang mengangkat telfonku dengan alasan dia kelelahan.

Aku mengenal Dhana ketika kami sama-sama berada di bangku kuliah. Dia kakak tingkat di Jurusan yang berbeda denganku. Teman SMA-ku yang kebetulan satu jurusan dengan Dhana, mengenalkannya padaku saat aku dimintai tolong untuk menjadi juru kamera di salah satu acara fakultasnya. Dhana tipe pria yang sweet namun bukan tipe womanizer seperti kebanyakan lelaki sweet pada umumnya. Aku akui, sejak kuliah Dhana banyak dikenal di kalangan cewek-cewek kampus karena sifat asiknya dan aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dia lulus lebih dulu dariku dan langsung diterima di salah satu Bank terkenal milik negara Singapura dan ditempatkan di kantor pusatnya. Hal itu juga tak jadi masalah untuk hubungan kami, karena memang sejak awal kami tahu mimpi kami masing-masing dan saling mendukung untuk hal itu.

Awal hubungan LDR kami berjalan lancar. Hanya saja kami lebih sering bertemu di layar, dibandingkan tatap muka langsung karena kami tinggal di negara yg berbeda. Hal itu masih terus kami lakukan sampai aku diterima di sebuah mediacorps dan mulai sulit menyesuaikan jadwal kami, karena jadwal liputanku yang tak menentu saat masih menjadi junior. Entah pulang larut atau malah harus menginap di kantor polisi dan rumah sakit. Hal itu kami kerjakan demi mendapatkan satu berita yang harus aku dan teman-teman lainnya laporkan setiap 15 menit sekali ke kantor. Akibatnya, komunikasiku dan Dhana mulai sedikit demi sedikit tergantikan dengan pekerjaan. Seperti yang Tere katakan, karena sudah jadi hal yang biasa, sekarang disaat jam kerjaku mulai lengang, Dhana tetap jarang menghubungiku. Aku bahkan sampai lupa kapan terakhir kali kami face time.

Setelah memarkirkan mobilku, aku menaiki lift dan langsung menuju unitku. Selesai menaruh tas, aku menuju kamar mandi untuk membersihkan badan dan berganti pakaian untuk segera tidur.

***

EPOCH [COMPLETED]Where stories live. Discover now