Chapter 21

14.2K 1.3K 29
                                    

Elea

Pagi ini aku masuk kantor seperti biasanya dengan Ale pastinya. Setelah menghentikan mobilnya di lobby, aku berjalan menuju lift dan melewati beberapa orang. Ada yang menyapa ada juga yang hanya menatap.

Tatapan penuh tanya dari mereka sudah biasa aku dapatkan semenjak aku resmi menyandang status kekasih dari PD idolanya. Bahkan bukan hanya itu, beberapa ucapan mereka tentangku pun hampir tiap hari sampai ke telingaku. Namun responku masih saja sama. Pura-pura tak dengar dan lebih memilih untuk diam seperti saat ini.

"Mas Ale kok mau ya sama mbak El. Dia kan sakit, Sayang banget."ucap salah seorang pegawai yang ku lewati.

"Iya, kasian kan kalo jadi seumur hidupnya cuma buat ngurusin mbak El." Tambah temannya yang sedikit terkejut karena menyadari kehadiranku.

Suara mereka sangat pelan, namun aku mendengarnya.

Bukan hanya aku, Ale juga sering mendengarnya ketika ia bersamaku. Bukannya Ale tidak pernah menghampiri orang yang berkata seperti itu. Hampir setiap kali ia mendengarnya, ia selalu naik pitam dan ingin segera menghampiri orang yang membicarakan kami seperti itu. Namun, selalu ku larang dengan alasan pekerjaannya. Ia tak bisa berbuat semaunya sebab ada aturan yang harus ia patuhi selama berada di kantor.

Aku berjalan menuju meja kerjaku saat aku lihat Tere sudah tersenyum saat melihatku.

"Morning nyonya Alreyshad." Ucapnya

"Ter? Jangan bikin perkara deh. Kantor kali." Jawabku sambil meletakkan tas dan duduk di mejaku.

Tere merubah ekspresinya menjadi lebih serius, "Loh kenapa? Udah pada tau juga kan El." Jawabnya.

"Ya tetep aja nggak enak, Ter." Kataku.

"Naik apa lo? Ale libur kan?" Tanyanya seraya mengambil sandwich yang ku sodorkan padanya.

"Dianter Ale." Jawabku singkat.

"Wah, gila!! Udah lah El, mending lo resign trus lo nikah aja sama Ale. Biar resmi menyandang status nyonya Alreyshad." Ucapnya yang sukses membuatku tersenyum.

"Ngaco lo ah." Jawabku sambil tertawa.

"Loh kok ngaco sih? El, dengerin ya. Kalian itu tunggu apa lagi sih? Ale udah settle masalah kerjaan dan pendapatan. Keluarga kalian juga udah kenal satu sama lain. Apa lagi coba yang ditunggu? Kalo masalah yakin atau nggak, gue berani taruhan Ale yakin 1 juta persen sama lo." Ucap Tere.

Aku hanya terdiam karena memang semua yang Tere ucapkan benar adanya. Beberapa kali Ale juga sudah membahas perihal hubungan kami kedepannya. Namun, entah apa yang membuatku belum berani untuk membahasnya lebih lanjut. Mungkin karena kejadian ibu dan Ayahku di masa lalu yang membuatku sedikit takut dalam mengambil keputusan untuk menikah. Aku tau aku salah, namun aku tak bisa apa-apa. Itu yang ku rasakan. Aku memang belum membahasnya dengan Ale, tapi aku tau Ale pasti mengerti maksudku yang menunda sedikit lebih lama.

***

Pekerjaanku selesai tepat pukul 19.00 malam. Dan tiba-tiba aku menjumpai Ale di lobby kantor. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Kok jemput nggak bilang-bilang?" Kataku saat menghampirinya.

"Sengaja. Yuk!" Katanya sambil memberikan tangannya untuk ku genggam.

Kami sampai di parkiran saat beberapa orang sedang membicarakan kami. Tau apa yang Ale lakukan? Menutup kupingku sambil merangkulku.

Dan setelah di dalam mobil. Ia hanya menatapku. "Why?" Ucapku sambil tersenyum.

EPOCH [COMPLETED]Where stories live. Discover now