Chapter 25 (FINAL CHAPTER)

32.5K 1.6K 159
                                    

Elea

Hari ini adalah hari terakhirku bekerja. Aku datang lumayan pagi karena harus menyelesaikan sisa pekerjaanku yang akan ku serahkan pada Ghea setelahnya. Di sela-sela bekerja, aku teringat kembali memori awalku memasuki kantor ini. Jujur dulu aku hanya seorang anak magang yang tidak pernah bermimpi bisa bekerja di sebuah kantor mediacorps dengan segala keterbatasanku.

Aku hanyalah anak bawang, lulus dengan gelar Sarjana Ilmu komunikasi dari salah satu Universitas Swasta di daerah Jakarta Barat yang saat itu tak pernah berpikir akan bekerja di depan banyak kamera, membacakan berbagai berita dengan segudang trauma yang ku punya. Bermodalkan ijazah, aku datang ke kantor ini memakai rok dan blouse serta high heels dengan rambut yang ku ikat rapih. Duduk di samping peserta interview lain, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Teari Giore.

Saat itu aku tak tau apa yang ada di pikiran jajaran juri wawancaraku sehingga mereka meloloskanku untuk magang di kantornya, sampai satu tahun aku bekerja aku menerima promosi sebagai staf. Aku yakin kalau bukan karena mas Aji, mungkin saat itu aku tak bisa diangkat menjadi staf.

Sewaktu aku magang, mas Aji lah yang selalu memegang kendali atasku. Dia senior, rekan kerja, bahkan teman yang selalu sabar mengajariku berbagai hal. Dulu posisi Ale sekarang di pegang oleh mas Aji. Ia bahkan yang merekomendasikanku untuk mulai belajar membawakan berita, dibantu dengan banyak orang tentunya. Entah apa yang membuat mas Aji yakin akanku, sehingga ia berjuang habis-habisan agar aku mendapatkan posisi newsanchor seperti sekarang.

Sebenarnya bukan hanya mas Aji, banyak orang yang berperan dalam karirku. Tere, Ojan, Fadhil, Rani mereka sebagian kecil dari orang-orang yang selalu membantuku dalam mengurus beberapa pekerjaanku. Ditambah dengan Ale. Setelah ia menjabat sebagai Produser, ia juga turut serta membantuku.

Ah, rasanya berat meninggalkan semuanya setelah beberapa tahun kantor ini menjadi rumah keduaku setelah Unitku.

Aku tersenyum memandangi beberapa foto yang ku taruh di meja. Ada tiga foto disana. Ku pandangi lekat-lekat sambil tersenyum. Satu foto bersama Tere, satu foto bersama team Indonesia24 saat mas Aji naik jabatan menjadi Eksekutif Produser dan satu foto bersama Ale saat di Bali kala itu. Saat sedang memandangi foto itu satu per satu, tiba-tiba Tere duduk di sampingku.

"Kok gue baru ngerasa sedihnya sekarang ya." Ucapnya sambil memelukku.

"Apaan sih? Nanti gue juga pulang." Ucapku sambil mengelus tangannya yang melingkar di bahuku.

"Duh jangan sedih-sedihan dong mbak. Ghea jadi ikutan sedih juga nih." Ucap Ghea yang tiba-tiba muncul dan ikut memelukku.

Saat sedang berpelukan dengan Ghea dan Tere, tak sengaja kami menangkap sosok Ale yang tiba-tiba keluar dari ruangannya dengan Clara asistennya

"El, belum teguran sama mas Ale abis kejadian waktu itu?" Tanya Tere.

Aku menggeleng, " kalo masalah kantor sih teguran kok Ter. Tapi kalo buat masalah kita, belum ada pembahasan lagi sih." Ucapku pelan.

"Dia bener-bener nggak ada chat atau apa gitu ke lo, El?" Tanya Tere lagi.

Aku menggeleng, "setelah kejadian taman samping sih nggak ada, Ter."

Sejak kejadian aku menampar Ale, aku tak pernah berbicara padanya selain urusan pekerjaan. Ale pun juga begitu. Beberapa kali, kami memang sempat bertemu tak sengaja di supermarket saat sama-sama harus berbelanja, namun keadaannya tetap tak berubah. Kami hanya akan menatap kosong satu sama lain, tanpa berbicara. Diam dan berlalu.

Aku sering memikirkan tindakanku saat itu dan cukup merasa bersalah sudah membuat pipi Ale terlihat merah seharian, namun aku juga tak bisa membohongi perasaanku yang terluka saat itu. Mendengar ia berprasangka terhadapku, membuat perasaan bersalahku hilang. Egoku muncul begitu besar. Sehingga sampai detik ini, detik dimana aku benar-benar akan pergi darinya, aku tak memikirkan rasa bersalahku karena sudah membuatnya kesakitan karena tamparanku kala itu.

EPOCH [COMPLETED]Where stories live. Discover now