Chapter 24

16.2K 1.4K 114
                                    

Elea

Aku terkejut saat tiba-tiba Ale muncul entah darimana ketika aku sedang berpamitan dengan Bunda dan keluarga yang lain.

"El pulang sama aku." Katanya.

Aku terdiam mendengar pernyataan Ale yang tiba-tiba.

"Mobil abang minta tolong dikirim besok ya Bun." Tambahnya.

Aku dan Ale berpamitan dan mobil kami lambat laun meninggalkan komplek rumah Ale yang berada di daerah Antapani, Bandung. Ale yang mengemudikan mobilku dan aku duduk tenang di sampingnya.

"Kalo kamu ngantuk, tidur aja. Nanti aku bangunin kalo udah sampe." Ucapnya di tengah-tengah perjalanan tanpa menatapku.

***

Selama perjalanan, Ale tidak berbicara satu kata pun. Kami hanya sesekali melempar tatapan tanpa berbicara satu patah kata pun sampai kami tiba di Apartment-ku tepat jam 00.00 malam.

Jujur, aku sudah kehabisan kata untuk membuat segalanya membaik. Namun, Ale tetap tidak berubah. Bersikap dingin dan tak peduli dengan semua permohonan maafku.

"Al, aku harus gimana lagi sampe kamu paham. Aku tahu aku salah tapi apa kamu harus bersikap begini terus? Aku udah minta maaf berulang-ulang kali, Al." Ucapku.

Kali ini aku sudah tak bisa menahan emosiku. Aku menumpahkan semua emosiku dan tangisku secara bersamaan ketika kami berada di unitku.

"Aku udah coba ngerti posisi kamu, tapi kenapa kamu ng..." tambahku yang segera Ale potong dengan penyataannya.

"Kamu bilang kamu paham? Le, kamu kemana disaat aku butuh kamu? Hari dimana aku tau kamu apply berkas study kamu, aku tau Ayah kritis. Aku berharap hari itu kamu nemenin aku. Kamu yang tenangin aku. Tapi apa yang aku terima, kamu malah sibuk buat pergi jauh dari aku tanpa bilang apa-apa sebelumnya. Malamnya kamu tahu nggak aku gimana? Aku sendirian, Le. Aku butuh kamu, tapi kamu kemana? Aku sibuk hubungin kamu tapi kamu nggak sama sekali angkat telfon aku.." ucapnya keras.

"Aku nggak sama sekali niat buat ninggalin kamu sendirian, Handphone-ku mati, Al.." jawabku yang segera Ale sanggah.

"Hari pemakaman Ayah, dimana kamu? Kamu nggak pernah menunjukkan kalo kamu nggak berniat buat ninggalin aku sendirian, Le. Kamu malah berdiri di belakang, bukan di samping aku dan kuatin aku. Dan satu lagi, kamu bener-bener nggak tau aku nungguin kabar kamu. Itu yang kamu maksud nggak ninggalin aku sendirian?" Tambahnya.

Aku terdiam dan hanya bisa menangis.

"Al, sumpah aku nggak ada niat sedikit pun buat ninggalin ka..." lanjutku.

Ale mengeluarkan sesuatu di sakunya.

"Aku nggak bener-bener tau selama ini kamu gimana ke aku, Le. Tapi sekarang aku tau kalo ternyata kamu nggak sesayang itu sama aku." Tambahnya.

"Al? No." Kataku sambil menggelengkan kepalaku.

"Mulanya aku mau minta kamu buat selalu sama aku, tapi aku tau ternyata kamu nggak bener-bener mau itu."ucapnya sambil menaruh sebuah kotak dalam genggamanku.

Aku hanya bisa memandanginya sambil menangis, berharap segalanya baik-baik saja setelah ini. Ale, benar-benar menumpahkan seluruh kata-katanya dan air matanya sampai sebuah kalimat yang tak ingin aku dengar tiba-tiba terucap olehnya.

"Sorry, Le. I'm done." Ucapnya sambil mengecup keningku dan pergi meninggalkanku.

***

Alreyshad

Aku sudah membeli cincin dan berniat untuk meminta El menjadi orang yang selalu ada di setiap waktuku. Kami memang belum genap satu tahun menjalin hubungan, Namun aku pikir, aku sudah jauh mengenal El dibandingkan yang lain, oleh karena itu aku memberanikan diri untuk mengambil keputusan itu.

EPOCH [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora