Harapan.

1.6K 177 22
                                    

Part 28

"Tak ada usaha yang sia-sia."

////
“Terimakasih untuk hari ini, uri jiminie. Kakak bangga padamu.”

Sudah lebih dari empat jam Jimin melakukan prosedur pengobatannya. Yoongi akhirnya melepaskan selang menyakitkan itu dari punggung tangan Jimin yang kini sudah tertidur lelap karena terlalu lelah melawan tubuhnya sendiri selama berjam-jam.

Yoongi mengelus kepala Jimin dengan halus. Tersenyum penuh arti dengan kedua netranya yang sudah berkaca-kaca. Menyaksikkan bagaimana orang yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri harus merasakan sakit selama waktu yang tidak sebentar. Sungguh, hati seorang kakak mana yang tidak hancur?

Bahkan Jungkook yang diam-diam duduk di ujung sofapun ternyata tengah menyembunyikan tetesan air matanya, mencoba terlihat tidak peduli dan selalu mengalihkan pandangannya pada jendela kamar rawat. Hosoekpun memilih keluar dari ruang rawat Jimin di tengah Kemoterapi, ia benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk melihat wajah penuh rasa sakit itu lebih lama lagi. Seokjin dan Yoongipun hanya mencoba memperhatikan dengan wajah tegar -ahk, tidak, lebih tepatnya berpura-pura tegar di hadapan Jimin. Sedangkan Taehyung, lelaki itu adalah satu-satunya manusia paling tegar yang selalu tersenyum dengan tangannya yang selalu menggenggam tangan Jimin, selalu menanyakan bagaimana rasa sakitnya dan lagi-lagi berkata siap untuk menjadi tubuh keduanya.

Yoongi sekali lagi mengusap lembut kening hingga rambut Jimin, lalu mengalihkan perhatiannya pada Taehyung yang sudah tertidur di samping Jimin. Tangannya ia bawa juga untuk mengelus rambut Taehyung.

“Terimakasih juga untukmu, Tae. kau sangat bekerja keras hari ini. Terimakasih.”

Tak ada jawaban. Taehyung tertidur lelap sekali. Sedangkan di dalam ruang kamar rawat Jimin, hanya menyisakan dirinya dan juga ketiga orang bocah yang sedang tertidur di tempatnya masing-masing.

“Kau juga bekerja dengan keras hari ini, Yoon. Terimakasih untuk hari ini.”

Seokjin -yang dipertengahan Kemo Jimin mendapat panggilan UGD untuk menangani pasien gagal Jantung yang baru saja mengalami kecelakaan itu muncul dari balik pintu. Dengan jas putih yang masih melekat pada tubuh tegapnya. Agaknya ia baru saja selesai dengan urusannya.

“Apapun akan aku lakukan. Apapun.”

Seokjin mengangguk setuju. Apapun dan bagaimanapun, bukan hanya Yoongi, tapi Seokjin dan yang lainnyapun akan melakukan hal yang sama. Bisa kembali melihat senyum cerah milik Jimin adalah harapan mereka kini.

“Kau sudah tidak ada pasien, Jin?”

“Tidak. Semuanya sudah selesai. Beristirahatlah, Yoon. Aku yakin tubuhmu juga lelah, lalu urusi pasienmu yang lainnya. Jangan sampai kau melupakan mereka karena bocah yang satu ini.”

Yoongi sedikit terkekeh, entahlah dirinya benar-benar tidak bersemangat untuk hari ini.

“Aku akan beristirahat di ruanganku saja. Aku juga akan memantau perkembangan tubuh Jimin, semoga kita mendapatkan kabar baik setelahnya.”

Seokjin meng-amini dalam hati. Terlampau ingin untuk setidaknya mendapatkan sedikit perkembangan dalam kesembuhan Jimin.

Setelah itu Yoongipun pergi meninggalkan Seokjin dengan tiga bocah yang tertidur. Jungkook ada di sana, masih berada di sofa dan tertidur dengan tubuhnya yang meringkuk ke samping. Seokjin tahu bahwa anak itu menangis sepanjang Jimin menjalani Kemo. Tapi Seokjin memilih untuk memberinya waktu sendiri saja. Toh tidak ada salahnya untuk menumpahkan emosi melalui air mata. Setidaknya, Jungkook masih bisa untuk menumpahkan ekspresinya melalui tangisan.

Promise. [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang