3 | Bertekuk Lutut

13K 1.9K 156
                                    

Vote dan komen yuk. Makasih ya.
_________

Katakan pertemuan ini sekadar kebetulan. Agar tidak ada harapan yang terlalu berlebihan.
🥀

"Lo ada hubungan apa sama Kak Ren, Ros?"

"Kok dia bisa tahu nama lo, sih?"

"Katanya jadian sama Danish?"

"Kata gue mah, mending Danish aja, Ros. Kak Ren itu otoriter!"

"Iya, lo pernah denger tentang OSPEK empat tahun lalu yang bikin kampus kita masuk berita? Ya karena kelakuan Kak Ren itu!"

"Waktu gue tahu nama dia Ren Antonio, langsung deh gue terkesima. Kayak 'oh jadi ini rajanya kampus kita?'"

"Gila banget, jadi penegak kedisplinan tapi bikin para mahasiswa baru nangis-nangis. Lo beneran nggak tahu kabar itu, Ros?"

"Woy, Rosa lagi baca buku. Hargai, kek!" kesal Indri.

Rosa diam saja, tapi justru Indri yang merasa budek dengan ucapan teman-temannya itu.

"Iya, tanyanya entaran kalau dia udah selesai aja." Olif menambahkan.

Ifa berdecak sebal. Ia mencondongkan tubuh ke Rosa yang bahkan tidak terpengaruh saat lima pewawancara dadakan itu mengerubunginya. "Kak Ren itu antagonisnya kampus kita, Ros. Semoga lo baik-baik aja, ya."

Rosa mengangkat pandangan. Ia menutup buku dan meneliti satu per satu wajah teman-temannya. Baru menyadari bahwa ada lima temannya yang menatap penasaran, ditambah dua teman di kanan kirinya—Indri dan Olif. Ia persis di tengah-tengah.

Rupanya gerak Rosa itu membuat kelima orang di depannya seketika menyunggingkan senyum bahagia, seakan menunggu dengan penasaran apa yang akan Rosa lontarkan.

Tapi Rosa tetaplah Rosa, gadis cuek dan tidak peduli kerusuhan sekitar. Bukannya menjawab, ia justru menggeleng pelan dan kembali membuka buku, menerbitkan kekecewaan nyata bagi para pencari info.

"Sepuluh menit lagi kuliah mulai. Kalian beneran nggak mau beresin kursi?" tanya Indri melihat teman-temannya masih menata kursi dengan asal demi mengerubungi Rosa.

Mau tidak mau, mereka mengembalikan kursi ke tempat semula. Percuma, Rosa tidak akan buka mulut perihal laki-laki. Mulut Rosa hanya digunakan untuk hal-hal penting menyangkut kuliah.

"Untung aja Kak Ren cuma sekelas sama kita di satu makul hari Senin, Ndri," bisik Olif ke Indri yang jelas didengar Rosa karena berada di tengah mereka.

"Emang kenapa?"

"Auranya nggak banget. Bad boy kelas kakap kayaknya. Bisanya nindas mahasiswa. Gedek lihat muka tengilnya, berasa paling oke."

"Tapi menurutku dia emang oke, kok," balas Indri yang langsung dapat pelototan dari Olif. "Tapi kalau sifatnya, nggak banget. Aku juga ngeri kalau baca berita kampus kita waktu itu. Gitu gitu dia bersinar pada zamannya loh, Lif. Banyak banget cewek yang mau naklukin dia. Gila, kalo aku nggak, deh. Takut dibunuh."

Olif ikut bergidik mendengar itu. "Menurutmu gimana, Ros?"

Rosa menatap Olif di kanannya. Seketika ia mengangkat buku. "Kamu udah baca ini?"

"Ya ampun." Olif menjatuhkan kepala di meja, tidak tahu lagi kenapa Rosa tidak pernah nimbrung percakapan tentang laki-laki.

Indri tertawa. "Olif tanya, gimana pendapatmu tentang Kak Ren?"

Menjemput Patah HatiWhere stories live. Discover now