43 | Sandiwara

8.9K 1.4K 459
                                    

Astaghfirulloh, saya ini berdosa banget😭

Itu tuh kemarin maksudnya, anu, itu kan tamatnya nggak masuk bab, aduh, itu kan tamatnya di garis yang biasa saya bercanda. Aduh, maaf. Ya emang blm selesai. Ren blm muncul. Tapi jangan bahagia dulu, Maemundir. Dia juga kyknya bahagia sama yang lain. Siap dihujat kok.

Saya sampe tutup muka pas baca komen. Ya Allah, berdosa bgt.

Tapi bener loh, keluarga tetap nomor satu. Jangan dipaksain cintanya kalo nggk direstui. Itu moral value nomor 1 yaaa. Mundur aja kayak Ren itu bagus👏

Kalian yang menentukan deh kira-kira mereka bisa bersama nggak kalau perjuangan Ren kayak gini.
👇
Eh nyanyi dulu.
***

Cinta tak mungkin berhenti, secepat saat aku jatuh hati.
🥀

Merapikan dasi. Memakai formal vest hitam untuk melapisi kemeja putih. Mengecek celana sampai sepatu. Baik. Setidaknya itu terlihat baik di cermin.

Ren berjalan tegap ke arah jendela. Apartemennya ada di lantai dua, membuat matanya leluasa menikmati pemandangan ke arah luar. Ia selalu suka melakukan itu. Membuatnya teringat akan seseorang di masa lalu. Sudah satu setengah tahun, bahkan lebih. Tapi ia tidak berhenti berjuang. Ren tidak akan menyerah untuk Rosa, sekalipun gadis itu menganggapnya mundur.

Hanya saja, banyak hal yang harus ia selesaikan sendiri. Rosa hanya akan merasa sakit jika bersamanya selama ini. Ada beberapa hal yang harus ia perjuangkan sendiri, dan membiarkan Rosa menemukan seseorang yang lebih baik. Jika perjuangannya selesai nanti, entah Rosa telah termiliki atau bisa memberi waktu agar mereka bersama lagi.

Dering ponsel di meja membuat fokus Ren teralih. Satu tangannya tenggelam dalam saku celana, satu lagi menerima panggilan itu. Suara pertama yang terdengar membuatnya terkekeh.

"Bang Ren, aku kangen!!!"

"Besok kamu pulang, Fris. Abang jemput. Sabar, ya."

Terdengar Frisya menghela napas di seberang sana. "Kangen Abang, Mama, sama Lano. Tau gini aku nggak mau lanjut kuliah di Jakarta. Mau ikut Abang aja."

Ren hanya tersenyum mendengar gerutuan adiknya.

"Bang Ren ...." Hening beberapa saat. "Abang baik-baik aja? Nggak mau balik ke Jakarta?"

Tempat penuh kenangan. Ren ingin bertahan di sana, tapi ada sesuatu yang harus diperjuangkan di sini. Dengan cara tidak terlalu dekat dengan keberadaan Rosa dan orang tuanya, tapi masih bisa terus berhubungan dengan keluarga gadis itu.

Walau tidak pernah bertemu, tapi Ren bisa menjangkau semuanya.

"Udah dulu, ya, Bang. Mau mulai kelasnya."

Seketika panggilan ditutup. Ren termenung. Cukup lama. Apa yang dipikirkannya selalu tertuju pada gadis itu. Rosa. Sakit menderanya tidak henti-henti. Terserah orang mengatainya pengecut, tidak punya nyali, atau bahkan banci.

Tapi perjuangan Ren entah berakhir kapan dan belum pasti mendapat hasil yang diinginkan. Jadi ia tidak mau Rosa menunggunya. Jika waktunya nanti, ia akan datang dan mengambil kesempatan sebanyak mungkin untuk membahagiakan Rosa seumur hidup. Tapi jika itu belum terjadi sampai Rosa menemukan seseorang baru, ia akan berhenti saat itu juga.

Karena masa depan yang belum pasti tidak akan ia tawarkan pada Rosa.

Lagi-lagi Ren merasakan ponsel di saku bergetar. Nama seorang lelaki terpampang di layar. Dari bosnya. Bukan lagi bekerja di travel agent, ia berpindah pekerjaan demi suatu hal, selain tidak ingin meninggalkan keluarganya sering-sering saat survei ke luar kota. Kini ia menjadi seorang staf HRD, hal yang pernah ia lontarkan keinginan itu di depan Rosa. Sungguh terwujud sekarang.

Menjemput Patah HatiOnde histórias criam vida. Descubra agora