12 | Tentang Peduli

8.6K 1.4K 162
                                    


Selembar uang lima ribuan tergeletak di meja saat Ren meletakkannya di sana.

"Apa ini?" tanya Gilang bingung.

Ren mengambil sebotol minuman bersoda sebelum duduk tepat di sebelah Gilang. "Ganti gorengan."

"Astaga. Gue kira apaan." Gilang berdecak heran. "Gue orangnya perhitungan, Ren. Jadi kalo lo ganti, harus 1000 kali lipat atau nggak usah balikin nih duit. Pilih mana?"

"Utang harus dibayar, Lang," ujar Ren setelah menenggak minumannya.

Gilang menyerah. Percuma. Ren tidak bisa dibantah. Keloyalan Ren yang akan dibalas Gilang dan Sam malah gagal. Dulu Ren-lah yang sering kali membantu keduanya dalam berbagai hal berkaitan finansial. Dan Ren tidak pernah menuntut balas atas hal itu. Kini saat keadaan berbanding terbalik, kenapa Ren tidak mengerti bahwa Sam dan Gilang hanya ingin membalas budi?

"Akun lo belum mau dipake, kan?" tanya Ren sambil mengecek ponsel.

"Belum. Santai aja. Belum ada bukaan baru juga. Udah full se-Jabodetabek."

"Entar setengahnya gue kirim ke rekening lo, ya, abis gue cairin."

Gilang seketika memutar tubuh. Temannya ini gila? Yang panas-panasan di jalanan siapa? Yang nerima duit siapa? "Itu hak lo."

"Hak lo juga. Ini akun lo."

"Gue mah cuma modal administrasi doang, Ren. Yang capek di jalanan juga lo. Masa gue yang gajian? Nggak waras lo ya?"

Ren tertawa. Ia kembali meneguk minumannya sebelum menemukan sesuatu yang ia cari di ponsel. Merasa penasaran karena Ren senyum-senyum sendiri ke ponsel, akhirnya Sam dan Gilang mengintip.

"Boneka? Buat Rosa?"

Mendengar celetukan Gilang, Ren mengernyit. "Kok Rosa? Adik gue ulang tahun, bego!"

Kenapa Ren harus diingatkan pada nama Rosa lagi? Sudah berhari-hari berkeliling jalanan Jakarta untuk melakukan pekerjaan dan berusaha melupakan apa pun yang berkaitan dengan Rosa, nyatanya gagal. Saat melihat Rosa pun, Ren tidak bisa berpura-pura tidak peduli. Sialan.

"Kirain. Lo, kan, nggak pernah tuh nyari-nyari barang feminin buat cewek."

"Pernah, Lang."

"Apaan?"

"Kondom."

"Goblok! Itu tetep buat cowok!"

Sam terbahak dengan cetusannya sendiri. "Lo nggak inget, Ren, dibilang cemen gara-gara belum lepas perjaka sendirian? Akhirnya taruhan malam itu, malah zonk. Nerissa lagi hamidun, Ren-nya cuma buat alasan pertanggungjawaban."

Ren ikut tertawa mendengar itu. Ia menggeleng-gelengkan kepala. "Goblok banget gue."

"Udah sampe mana, btw, waktu itu, Ren?" Gilang berbisik, seakan rahasia kotor itu boleh dibagi untuk publik.

"Nggak sampai mana-mana," jawab Ren kalem.

"Boong lo," tuduh Sam tidak terima. "Lo jago flirting di dance floor ke semua cewek cantik, nggak mungkin belum sampe 'ke mana-mana'."

"Bener." Ren menaikkan dua alisnya. "Gue main aman. Nggak kayak lo pada, mainnya pemilu."

"Apaan itu?" tanya Gilang bingung.

"Nyoblos, Oon!" Sam menjitak kepala Gilang.

"Oh, gitu." Gilang mengangguk-angguk. "Itu cuma berlaku buat lo, Ren. Cewek-cewek di sana udah seneng banget kalau lo grepe-grepe dikit doang. Lah gue, modal usap-usap aja kena gaplok."

Menjemput Patah HatiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora