14 | Kak Ren

9.1K 1.6K 277
                                    

Tuh dah updateeee cepet kaaan wkwk. Makanya ayo vote dan komen. Mwehehe🙈
____

🥀

Pelukan itu tetap tak terurai, sama seperti permohonan maaf Ren yang tak kunjung terjawab. Masih dengan membenamkan kepala Rosa di dadanya, Ren sekali lagi memastikan bahwa ia tidak bisa mundur. Usahanya menghindar dan membuat Rosa membencinya sungguh sia-sia. Nyatanya, Rosa justru menghampirinya. Saat ini.

Itulah yang membuat perasaan Ren mendadak membuncah. Rasa rindunya meluap saat melihat Rosa berdiri di hadapannya. Ini mungkin kesalahan, tapi sekali lagi, Ren tidak bisa mundur. Entah apa yang akan terjadi nanti, akan ia hadapi.

Tersadar, Ren merasakan engsel pintu di punggungnya bergerak. Saat pintu tak juga terbuka, suara ketukan menyusul kemudian. Seperti tersadarkan pula, keheningan seketika mencair. Ren merasakan tubuh dalam pelukannya perlahan menegang.

Ren melepas pelukan dengan terpaksa. Satu tangannya menaikkan salah satu sisi cardigan Rosa yang sempat turun sampai siku. Lalu dipastikannya Rosa bisa berdiri tegak akibat pelukannya yang tiba-tiba tadi sebelum menghela pelan tubuh Rosa agar bergeser beberapa langkah.

Tangan Ren membuka pintu, mendapati raut lelah adiknya. Saat menyadari bahwa ada perempuan lain di sana, Frisya segera masuk ke ruangan dan berlalu cepat melewati keduanya.

"Jadi beli makan, Fris?" tanya Ren setelah menutup pintu.

"Iya. Cuma tiga bungkus." Frisya meletakkan sekantung plastik di karpet yang digelar di atas keramik.

Ren menyentuh pelan punggung Rosa yang masih sediam tadi. Ia mendorong pelan agar Rosa berjalan menuju karpet yang ia sediakan di pojok ruangan. Ia membuka satu bungkus nasi dan menyodorkan ke depan Rosa yang duduk di sebelahnya. "Makan," ujarnya.

"Cuma tiga, loh, Bang." Frisya seperti mengingatkan.

"Iya. Ini masih dua. Buat kamu sama Lano."

Kening Frisya berkerut. "Bang Ren nggak makan?"

Ren tetap diam. Ia mengambil sedotan dan menusuk plastik air mineral gelas sebelum meletakkan di depan Rosa.

"Bang Ren yang belum sarapan dari pagi," gerutu Frisya melihat kakaknya malah menyerahkan makanan ke orang lain.

"Nggak apa-apa, Fris. Bisa cari lagi nanti."

Frisya terdengar mendengus kesal sebelum berjalan ke ruang rawat mamanya. Ren memperhatikan itu dengan helaan napas yang terdengar lelah. Tidak cukup sampai situ, kini gadis di sebelahnya juga menunjukkan hal serupa. Rosa beranjak dari duduknya membuat Ren ikut berdiri.

Ren sadar sudah menciptakan ketidaknyamanan bagi Rosa. Dimulai dari pelukan tiba-tibanya yang pasti mengagetkan, sampai ucapan ketus Frisya tadi.

"Gue anter lo," ujar Ren saat mereka sampai di pintu. Bisa dilihat Rosa terus menunduk.

Tidak ada jawaban, tapi Ren mengerti gerak-gerik Rosa yang menolaknya.

"Rosa." Ren menahan lengan Rosa yang hampir berlalu darinya.

Tangan Ren ditepis cukup kuat membuatnya mengalah dan membiarkan Rosa benar-benar pergi dari sana. Punggung Ren disandarkan di pembatas pintu. Matanya tak lepas memperhatikan punggung Rosa yang semakin menjauh.

Seharusnya ia menjauhkan saja gadis itu darinya, bukan malah menyeret dalam permasalahan hidupnya yang berantakan. Rosa adalah gadis baik-baik yang mustahil bisa menerimanya dengan baik pula.

Tapi tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakan melihat kehadiran Rosa tadi. Apakah salah jika berharap kehadiran Rosa mampu memberinya kebahagiaan baru? Walau itu sama saja ia egois karena membawa gadis itu dalam kekelaman?

Menjemput Patah HatiWhere stories live. Discover now